Selasa, 24 Juli 2012

Solilokui

Mengenal dirimu
Kutatap jauh-jauh
Ada ranting yang jatuh
Kau renda menjadi kata-kata
Yang menyeka segenap luka

Aku ingin kau tumbuhkan ranting lagi
Dari gerigi masa
Yang suka berkelana
Menginap di rumah tanpa jendela

Dari rantingmu
Aku ingin menyeduh
Biji kopi yang telah jatuh
Untuk kita santap di pagi buta
Bersama anak-anak di sekelilingnya

Jumat, 06 Juli 2012

Jalan dan Kenangan yang Tercecer


Dalam kehidupan manusia, jalan adalah sebuah kewajiban. Pergerakan dari kandungan hingga lahir ke dunia merupakan keharusan setiap makhluk hidup untuk mengakui bahwa perjalanannya adalah kehidupannya. Tidak cukup di situ, dalam perubahan dari fase ke fase kehidupan manusia, perjalanan menjadi sebuah syarat utama untuk bisa dikatakan sebagai hidup. Karena inti dari perjalanan adalah gerak sebagaimana inti dari hidup.

Jalan sebagai perlintasan atas gerak mempunyai karakteristik dan keunikan yang beragam. Jalan menuju derajat makrifat dalam ilmu tasawuf misalnya, berbeda dengan jalan menuju sukses berwirausaha. Di dalam tasawuf ada beberapa jalan yang harus ditempuh oleh sang suluk, yaitu syareat, thariqot, hakekat dan makrifat, yang mana keempat jalan itu memiliki karakteristik masing-masing. Sedangkan dalam dunia usaha terdapat langkah-langkah antara lain merencanakan, melakukan, mengontrol, dan mengevaluasi. Dari jalan-jalan yang harus ditempuh oleh dua tujuan yang berbeda tersebut juga memiliki kekhasan tersendiri.

Keberagaman jalan mengikuti arah kemana seorang akan mencapai sesuatu. Dan dalam setiap individu yang hidup menyimpan perjalanannya yang tidak akan pernah sama satu dengan lainnya. Ketidaksamaan perjalanan antar orang karena setiap orang memiliki keinginan yang berbeda. Meskipun ada kesamaan keinginan, satu keinginan yang sama dapat dicapai dengan jalan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut diperkuat dengan perbedaan setiap pribadi seseorang. Seribu jalan menuju Roma, begitu pepatah mengatakan.

Jalan sebagai fisik yang dilalui juga mempunyai karakteristiknya tersendiri. Jalan-jalan di desa tidak sama dengan jalan-jalan di kota. Dengan segala keunikannya, jalan menjadi bagian dari orang-orang yang melaluinya. Seorang yang melewati jalan pegunungan akan menjadikan pohon, atau tanda-tanda alam sebagai pengertian bahwa perjalanan sudah sejauh mana dan ke arah mana. Dan seorang yang melintasi jalan kota tanda-tanda itu sudah berupa papan-papan petunjuk arah lengkap dengan panah ke arah mana harus dituju.

Sebelum kita melalui jalan yang belum pernah kita lalui, kita melalukan riset sederhana tentang jalan tersebut. Seperti bagaimana kondisi jalan itu, sejauh mana, dan tak jarang kita perlu mengetahui karakter orang-orang di sepanjang jalan tersebut. Hal itulah yang menjadikan seorang petualang dan backpacker lebih banyak wawasan kebudayaan daerah-daerah yang pernah dilewati dalam perjalannya.

Sepanjang perjalanan, kejadian-kejadian serta peristiwa-peristiwa yang tanpa direncanakan terjadi begitu saja. Perjalanan selalu memunculkan kejutan-kejutan bagi siapa yang melakukannya. Berjumpa dengan kenalan lama, memperoleh kenalan baru, dan akan lebih banyak kejutan jika kita melakukannya dengan sarana prasarana umum di mana interaksi antar manusia lebih banyak dan beragam.

Seperti yang dialami tetangga saya, saat perjalanan pulang kerja dia menabrak sepeda motor yang berlawanan arah. Perjalanannya pun berubah arah lantaran seorang perempuan yang ditabrak harus menginap beberapa hari di rumah sakit. Dia pun harus merelakan sedikit waktunya sepulang kerja untuk menjenguk orang itu. Dari setitik peristiwa itu ia mengenal perempuan tersebut lalu dari perkenalan itu tumbuhlah rasa cinta hingga ke pelaminan.

Jalan dapat juga menjadi awal persaudaraan. Seperti ketika kita bepergian lalu di salah satu ruas jalan roda kendaraan yang kita naiki bocor. Lalu kita bertanya kepada warga setempat tentang keberadaan tambal ban terdekat, maka yang terjadi adalah interaksi baru antar manusia yang berpotensi memunculkan persaudaraan baru.

Dari keragaman jalan-jalan, setiap manusia yang pernah melewatinya seperti meninggalkan kenangan-kenangan yang mana kenangan itu akan muncul kembali saat orang tersebut melalui jalan di kemudian hari. Dari interaksi kita dengan orang-orang baru, maupun peristiwa yang terjadi di salah satu sisi jalan saat melakukan perjalanan, kita akan menjadi ada dengan segala eksistensi manusia seutuhnya. Manusia akan menjadi ada dengan berkomunikasi dan memecahkan masalah, karena dari dua hal itu manusia akan berpikir.

Dengan berjalannya waktu, saat di kemudian kita melalui  titik-titik jalan dimana kita pernah menjadi ada, maka keberadaan kita yang sudah terlupakan pasti akan tampak kembali. Yaitu dengan rangsangan simbol-simbol yang ada saat kita menjadi ada. Seperti di tukang tambal ban ini setahun yang lalu saya pernah menambalkan ban yang bocor, atau di rumah yang depannya ada pohon mangga besar ini saya pernah bertanya ke penghuninya, kemana arah jalan, atau di perempatan ini saya pernah hampir ditabrak truk tronton, dan sebagainya.

Selain menghadirkan peristiwa yang sudah terjadi, kenangan dalam perjalanan juga menyatakan imajinasi seseorang. Seperti ketika saya melakukan perjalanan dengan Vespa dari Malang ke Jakarta, saat saya melalui daerah antara Karawang-Bekasi, ingatan saya akan tulang belulang yang berjajar antara Karawang-Bekasi dalam sajak Chaiaril Anwar terasa sekali. Seakan-akan saya pernah hidup di jaman perjuangan kemerdekaan Indonesia dan saat melewati jalan tersebut ingatan-ingatan itu muncul. Hal sama juga terjadi saat saya melakukan perjalanan ke Blora Jawa Tengah mengunjungi seorang sahabat, maka imaji saya dari cerita teman tentang tandusnya tanah Blora, saat itu menambah keyakinan dalam diri saya bahwa Blora memang daerah dengan tanah padas.

Setiap yang bergerak tidak akan bisa memungkiri bahwa jalan adalah pijakannya. Jalan sebagai poros transportasi berada pada posisi yang penting dalam keberlangsungan kehidupan. Setiap pengguna jalan harus mawas diri, bisa memahami antar sesama, mengerti batasan-batasan dan bisa mengontrol geraknya. Fenomena kemacetan dan kecelakaan merupakan gambaran kehidupan yang tidak bisa memosisikan diri seseorang sebagai makhluk sosial, bahwa hidup haruslah bersama-sama dengan segala rasa karsanya.

Manusia memang tak pernah bisa lepas dari jalan. Jalan dan kenangan-kenangan yang tersimpan dan jalan dengan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi oleh orang-orang yang melewatinya tetap menjadi misteri. Misteri setiap manusia yang melakukan perjalanan dalam mencapai keinginan dan cita-citanya. Dan misteri itu akan terungkap tatkala seseorang benar-benar melewati jalan itu.