Minggu, 19 Oktober 2014

Dongeng Tahi Mas

Pada sore hari,  di sebuah desa turun hujan sangat lebat. Hujan itu disertai angin. Suara petir menggelegar di langit. Jalan yang ramai dengan orang berlalu lalang, langsung sepi. Semua orang berteduh, tidak satupun yang berani beraktifitas di luar rumah. Begitu juga dengan pak Kirman yang berteduh di teras sebuah rumah.


Pak Kirman adalah seorang yang hampir dua kali dalam seminggu selalu melewati jalan itu. Setiap hari pasaran Pon ia berjalan menuju ke pasar hewan yang terletak di perbatasan desa dan kota. Ia ke pasar berjalan kaki bersama sapi-sapinya yang hendak dijual. Dan ketika sapinya terjual semua ia pulang seorang diri. Berjalan kaki sudah menjadi kebiasaan orang-orang desa seperti pak Kirman.

Sore itu pak Kirman harus berteduh lantaran ia tidak membawa payung. Langit yang tiba-tiba menghitam dan mengucurkan hujan membuat dirinya menepi tanpa perlawanan. Tapi ia tidak pernah mengeluh. Hujan adalah berkah. Pak Kirman menarik tepi sarung yang mengalung di pundaknya, diratakan kain itu pada seluruh tubuhnya. Lalu duduk di kursi panjang di depan teras sebuah rumah. Lama sekali dan hujan tak kunjung berhenti.

Ketika tiba waktu petang, hujan masih turun gemericik, meski tidak sederas sebelumnya. Namun demikian pak Kirman masih saja berteduh karena gemericik hujan itu masih bisa membasahi bajunya. Kalau dipaksakan bisa jadi menggigil kedinginan dan penyakit akan dengan mudah menghinggapinya. Dengan sabar ia menunggu hujan benar-benar reda.

Rumah tempat pak Kirman berteduh itu bukanlah rumah yang mewah. Rumah itu hanyalah rumah reot, berdinding anyaman bambu, dan berlantai tanah. Rumah itu dihuni oleh seorang nenek yang sudah tua renta dan seorang cucu perempuannya yang bernama Maharani.

Waktu sudah malam. Maharani melangkah ke pintu depan setelah nenek menyuruhnya menutup pintu. Sudah waktunya beristirahat. Setelah sampai pintu, Maharani melihat seorang yang sedang berteduh di teras rumahnya. Ia pun berkata kepada neneknya.

“Nek, di teras rumah ada orang yang berteduh dari hujan”.

"Oh iya, kalau begitu jangan ditutup dulu." Nenek berkata pada Maharani.

Setelah beberapa lama, hujan turun lebih lebat.

"Nduk, coba tengok, apakah orang yang berteduh masih ada?" Nenek menyuruh Maharani.

"Masih ada, nek". Ucap Maharani setelah menuju pintu.

"Begini aja, nduk. Waktu sudah malam, hujan bertambah deras. Coba orang yang berteduh itu dipersilakan masuk".

"Baik, nek." Maharani menemui pak Kirman dan menyampaikan keinginan nenek.

Awal mulanya pak Kirman menolak, tapi nenek terus meminta Maharani untuk mempersilakan masuk, maka pak Kirman pun masuk rumah. Sambil berharap hujan segera reda dan ia bisa segera pulang.

Setelah masuk rumah mereka bercakap-cakap. Pak Kirman mulai dari memperkenalkan diri dan bercerita tentang kegiatan sehari-harinya. Mereka terus mengobrol hingga tak terasa malam semakin larut. Di sisi lain, semakin malam hujan bukan semakin renggang, tapi malam lebat. Maka nenek meminta pak Kirman menginap di rumahnya.

Pak Kirman menolak, tapi setelah dipertimbangkan lebih baik memang menginap di rumah nenek. Maka nenek meminta Maharani untuk membereskan kamarnya, karena akan ditempati pak Kirman. Sedangkan Maharani akan tidur bersama nenek. Setelah kamar Maharani siap, pak Kirman dipersilakan masuk ke kamar untuk beristirahat.

“Nak, pak Kirman tadi berteduh di depan rumah kita sejak sore hari. Dia tentu belum makan. Perutnya pasti lapar. Bagaimana kalau kita siapkan hidangan untuknya?” Nenek berkata kepada Maharani.

“Tapi nek, nasi di dapur tinggal sedikit dan hanya cukup untuk makan malam kita berdua”.

“Untuk malam ini kita tidak usah makan. Makanan yang ada kita kasihkan saja pada pak Kirman. Ia lebih membutuhkannya daripada kita. Kita tidak usah khawatir. Menolong orang adalah perbuatan baik dan setiap perbuatan baik akan mendapatkan balasan yang baik pula.” Nenek memahamkan Maharani akan pentingnya membantu orang lain yang membutuhkan.

“Baiklah nek.”

Lalu Maharani bergegas menyiapkan semua makanan di atas meja. Setelah semua siap, pak Kirman dipanggil dan dipersilahkan untuk menikmati hidangannya.

"Lho, nenek dan nduk, kok tidak ikut makan?" ucap pak Kirman, setelah menyadari bahwa nenek dan Maharani tidak ikut makan.

"Sudah, pak. Saya dan Maharani sudah makan. Mari silakan disantap dan dihabiskan".

Dan benar sekali kata nenek, pak Kirman begitu lahap menikmati makanan itu, meskipun dengan lauk tempe dan ikan asin. Hingga seluruh makanan habis dimakannya. Tanpa tersisa.

Kemudian pak Kirman masuk ke kamar lagi. Begitu juga dengan Maharani dan nenek bersiap untuk tidur di kamar nenek. Ketika nenek dan Maharani sudah berbaring di tempat tidur nenek berkata kepada Maharani.

“Nak, pak Kirman itu pedagang sapi. Ia baru pulang dari pasar dan pasti membawa uang banyak. Aku khawatir nanti ada orang yang tahu kalau pak Kirman menginap di sini, lalu akan berbuat jahat kepadanya. Sedangkan rumah ini sangat rapuh, dengan mudah orang jahat bisa masuk rumah kita”.

“Iya nek, trus bagaimana nek?”. Hati Maharani menjadi dag-dig-dug.

“Mari ikut nenek!”. Ucap nenek dan iapun berjalan ke luar kamar. Maharani mengikutinya dari belakang.

Lalu nenek mengajak Maharani menuju ke gudang memintanya memindahkan semua peralatan yang ada ke dekat kamar Maharani. Alat-alat itu banyak sekali. Diantaranya, cangkul, sekop, linggis, capil, dan lain-lain. Lalu alat-alat itu disandarkan di sepanjang dinding kamar Maharani. Pada pintu kamar diletakkan sebuah lemari. Akhirnya kamar itu tampak seperti ruangan yang lama tidak terpakai. Setelah selesai, nenek dan Maharani kembali ke kamar dan tidur dengan tenang tanpa khawatir akan keselamatan pak Kirman.

Malam itu hujan masih turun, tapi hanya rintik-rintik saja. Suara teot teblung kodok menemani tidur nenek, Maharani, dan pak Kirman.

Di tengah malam, tiba-tiba pak Kirman terbangun dari tidurnya. Ia terbangun karena perutnya terasa mulas. Ia makan hidangan malam terlalu banyak, hingga perutnya terasa mual. Saat itu juga pak Kirman bangun hendak menuju ke WC, ia melangkah dengan pelan supaya suaranya tidak mengganggu tuan rumah. Dan ketika pintu kamar akan dibuka, terasa berat sekali. hal itu disebabkan karena di depan pintu ditindih dengan lemari. Akhirnya pak Kirman tidak bisa keluar dari kamar tersebut.

Awal mulanya ia bisa menahan rasa mulas pada perutnya. Tapi lama kelamaan ia tidak kuat. Akhirnya ia mengambil sarungnya lalu membuang hajat di atas sarung itu. Setelah usai, tahi pak Kirman dibuntal dengan sarung itu, lalu diletakkannya di bawah ranjang. Akhirnya pak Kirman merasa lega sekali. semua yang mengganjal kini sudah keluar. Kemudian ia pun meneruskan tidurnya.

Saat adzan subuh, nenek dan Maharani bangun tidur untuk melakukan sholat Subuh. Lalu mereka segera memindahkan barang-barang yang bersandar di sepanjang tembok kamar Maharani dikembalikan ke tempat semula. Begitu juga dengan lemari yang menutup pintu kamar. Mereka senang sekali karena pak Kirman bisa bermalam tanpa ada gangguan dari penjahat. Sedang pak Kirman masih tidur. Perut yang kenyang membuatnya tidur begitu pulas.

Ketika pak Kirman membuka matanya, sinar matahari sudah menerobos cela-cela dinding anyaman bambu. Ia terperanjat bukan main. Ia malu sekali dengan nenek dan Maharani. Bagi pak Kirman dan penduduk di desa itu, bangun kesiangan merupakan hal yang tidak baik dan memalukan. Karena saking malunya ia langsung bergegas berpamitan dengan nenek dan Maharani, dan langsung pergi.

Seperti biasanya setiap pagi Maharani merapikan tempat tidurnya. Dan ia memasuki kamarnya untuk merapikan selimut, bantal, dan lantai. Ketika Maharani hendak menyapu bawah ranjang, ia melihat sebuah buntalan sarung di bawah ranjangnya. Ia pun segera menemui nenek dan memperlihatkannya.

“Ini pasti milik pak Kirman, nak. Barang ini pasti ketinggalan. Kita harus segera menyerahkannya. Cepat kamu kejar pak Kirman, nak. Ia tentu belum sampai pergi jauh.”

Maharani langsung berlari ke luar rumah mengejar pak Kirman. Setelah berlari beberapa ratus meter Maharani melihat pak Kirman dari kejauhan.

“Pak Kirman… Pak Kirmaaan…”. Ia berteriak memanggail pak Kirman sambil berlari dan mengangkat buntalan sarung itu, mengisyaratkan bahwa ada barang yang tertinggal.

Mendengar suara memanggil namanya, pak Kirman menoleh ke belakang dan dilihatnya Maharani sambil berlari mengangkat buntalan sarungnya. Pak Kirman langsung teringat dengan peristiwa tadi malam. Mukanya langsung memerah karena malu dan takut. Ia mengira Maharani marah besar karena ia membalas air susu dengan air tuba. “Sudah merepotkan, bangun kesiangan, meninggalkan kotoran lagi”. Ia berkata dalam hatinya.

Dari kejauhan pak Kirman melambaikan tangannya mengisyaratkan untuk membuang buntalan sarung itu. Lalu ia berlari kencang menjauhi Maharani. Ia tidak akan kuat menahan malu ketika bertemu dengan Maharani. Pak Kirman semakin menjauh dari Maharani. Maharani yang berlari berhenti kelelahan. Lalu ia pulang.

Sesampai di rumah Maharani menceritakan kejadian itu kepada neneknya. "Kemungkinan ini memang dikasihkan ke kita, nek. Mungkin saja sebagai ucapan terimakasih karena sudah kita tolong". Ucap Maharani.

"Mungkin juga, nak. Sungguh baik sekali penjual sapi itu". Ucap nenek dengan bahagia.

Kemudian nenek dan Maharani mencoba membuka bungkusan itu. Membukanya dengan pelan sekali. Mereka berdua penasaran, apa yang diberikan pak Kirman kepada mereka. Setelah buntalan itu terbuka mereka terkejut sekali karena isi buntalan itu adalah beberapa emas dan permata yang indah sekali. Mereka bersyukur dan bergembira.

“Benar kan, nak apa kata nenek. Perbuatan yang baik, akan dibalas dengan kebaikan juga”. Ucap nenek dengan perasaan bahagia.

Emas dan permata itu sebagian digunakan untuk membangun rumah nenek, sebagian lagi disedekahkan dan sebagian lagi ditabung.

Melihat perubahan rumah nenek, sepasang suami istri tetangga nenek berkunjung ke rumahnya dan bertanya-tanya tentang rejeki nenek yang banyak, sehingga mampu membangun rumah dan membeli perabotan lainnya.

Nenek dan Maharani menceritakan semua tentang apa yang dialaminya dengan pak Kirman. Ia menceritakan mulai dari ketika pak Kirman berteduh dari hujan hingga buntalan sarungnya. Mereka menceritakan semuanya, tidak kurang dan tidak lebih.

Setelah mendengar semua cerita nenek, tetangga nenek itu mempunyai rencana besar. Ia ingin seperti nenek dan Maharani, mendapatkan rejeki yang banyak tanpa bersusah payah.

***

Pada hari yang lain, di sore yang cerah, sepasang suami itu berniat mencegat pedagang sapi, yaitu pak Kirman. Dan tak lama kemudian pak Kirman dengan sarung di pundaknya lewat depan rumah. Sepasang suami istri itu langsung menghalau perjalanannya.

"Pak Kirman, mari mampir dulu ke rumah. Pak Kirman pasti lelah berjalan kaki dari pagi". Ucap istri tetangga nenek.

"Oh, maaf, mungkinlain waktu saja. Sudah biasa saya berjalan kaki seharian." Ucap pak Kirman.

Tetangga nenek terus mengajak pak Kirman mampir rumahnya. Terus menerus dan terkesan memaksa. Karena yang mengajak itu orang yang kaya, pak Kirman sungkan untuk menolak. Akhirnya ia mau mampir ke rumah tersebut.

Ketika waktu mulai petang pak Kirman memohon pamit untuk pulang. Namun oleh sepasang suami tidak diperkenankan, bahkan dipaksa untuk bermalam di rumahnya. Karena rasa sungkan akhirnya pak Kirman menuruti kemauan sepasang suami istri itu.

Sebagaimana seperti yang diceritakan nenek, pada malam harinya pak Kirman juga dijamu dengan hidangan yang luar biasa. Di meja makan terdapat ayam bakar, sate, telur, dan jajanan yang lezat dan nikmat. Pak Kirman yang sejak sore belum makan, ia pun malam itu makan dengan lahap bersama sepasang suami istri.

Setelah makan malam, pak Kirman dipersilahkan tidur di sebuah kamar yang bagus. Dengan wangi-wangian dan kasur yang empuk. Kamar itu sudah dipersiapkan sebelumnya oleh sepasang suami istri itu.

Ketika sampai di tengah malam, pak Kirman bangun dari tidur pulasnya. Perutnya terasa mulas. Rasa mulasnya akibat dari makan malam yang terlalu banyak. Ia bingung sekali. Ia akan keluar pergi ke WC tapi tidak tahu dimana telak toiletnya. Rumah itu sangat besar. Kalau ia harus membangunkan tuan rumah hanya untuk bertanya dimana toilet, betapa malunya nanti. Atau ketika ia memaksakan untuk mencari sendiri, jangan-jangan suara langkahnya membangunkan tuan rumah itu. Bisa dikira ia mau menceri sesuai atau akan berbuat jahat.

Akhirnya rasa mulas itu ditahan. Awal mula ia kuat menahannya namun lama-kelamaan akhirnya ia tidak kuat lagi. Dan lagi-lagi mengambil sarungnya dan ia berak di atas sarung itu. Selesai buang hajat, tahi pak Kirman dibuntal dengan kain sarungnya dan diletakkan di bawah ranjang. Ia pun meneruskan tidurnya dengan pulas.

Ketika pagi hari, pak Kirman masih tertidur dengan nyenyak. Lagi-lagi makan malam terlalu berlebihan membuat pak Kirman bangun pagi kesiangan. Dan ketika bangun matahari sudah terbit. Maka pak Kirman segera bangkit dari tidurnya dan meminta pamit untuk pulang. Sangat memalukan, bangun kesiangan di rumah orang kaya. Ia pun segera meninggalkan rumah itu dan lagi-lagi lupa dengan buntalan sarungnya.

Begitu pak Kirman meninggalkan rumah, sepasang suami istri itu segera berlari dan berebut memasuki kamar. Kamar itu adalah kamar dimana pak Kirman bermalam di dalamnya. Keduanya langsung mencari sesuatu milik pak Kirman yang ada di dalam kamar.

Mereka berdua begitu gembira dan senang ketika mendapati buntalan sarung di bawah ranjang. “Sama persis dengan cerita nenek”. Pikirnya. Mereka berdua menari-nari sambil bernyanyi riang.

“Ini pasti emas, ini pasti berlian.. kita kaya.. kita kayaaa…” Ucap mereka berdua.

Lalu tanpa sabar keduanya memasukkan tangan kanan mereka ke dalam buntalan sarung itu. mereka tidak sabar untuk memegang emas dan berlian yang mereka impikan. Dan ketika kedua tangan mereka dimasukkan ke dalam buntalan sarung, mereka merasakan sesuatu yang lembek. Mereka tak sabar menggenggam emas dan berlian, tangan mereka pun meremat-remat isi buntalan sarung dan tak menemukan benda yang keras secuil pun. Semuanya lembek dan semakin berair. Lalu tangan keduanya diangkat, tampaklah warna tahi kekuning-kuningan dengan aroma yang sungguh menawan. Jeritan istri melengking menatap plafon rumah, sebelum terbang ke udara bebas.

SELESAI

3 komentar:

  1. wah selamat hari dongeng nasiona. mendongeng adalah hal yang baik untuk anak2

    BalasHapus
  2. Buuud buuud buud buuud ...
    Gak due gak due ...
    Jegleerrr
    Buuud buud buuud buuud ..
    Due due kok Titiek

    BalasHapus
  3. Betul sangat baik, terutama pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai kehidupan.

    BalasHapus