Kata “gombal” tak sing lagi di telinga kita. Secara bahasa
gombal berarti kain tua yang sobek-sobek. Sisa baju atau celana yang sudah
lusuh, biasa dibuat lap atau pel lantai, itulah gombal. Lantas kenapa gombal
diidentikkan dengan laki-laki? Apa karena kebanyakan laki-laki pekerja kasar
dengan keringat berkucuran yang kadang-kadang saat bekerja penampilannya
compang-camping. Tentu bukan, karena yang suka menyebut laki-laki itu
menggombal hanya perempuan. Dan yang dimaksud menggombal di sini adalah
kata-kata atau ucapan yang keluar dari laki-laki untuk menarik hati perempuan.
Dalam banyak kasus, saat mengirim puisi lewat pesan pendek kepada beberapa
perempuan, mereka mengatakan menggombal. Padahal puisi itu kan kata-kata yang
padat dengan majas dan metafora. Lantas saya jadi berpikir, apa sebenarnya makna
gombal itu sendiri, untuk mengetahui ketika seseorang berpuisi apakah bisa
dikatakan sedang menggombal.
Menurut kamus Tesaurus, di sana gombal juga berarti tipu. Dengan kata lain
menggombal berarti menipu. Saya mengaitkan pada konteks saat laki-laki merayu
perempuan dengan kata-kata tanpa bukti, rupanya pergeseran makna terjadi dalam
konteks ini. Yaitu kata-kata yang hampa, tak berdasarkan fakta, yang mana
kata-kata tersebut menjadi sia-sia seperti gombal. Gombal pada arti sebenarnya
memang kain yang sudah tak terpakai semestinya. Seumpama baju, adalah baju yang
tak ada artinya karena dipakai pun sudah tidak layak dan cenderung untuk
dibuang. Di sinilah pusat perkara kenapa ketika laki-laki berujar tanpa bukti
pada wanita mereka menyebutnya menggombal. Lalu, apakah puisi juga seperti
gombal?
Puisi adalah ungkapan yang ringkas padat dengan metafora. Kalau puisi dikatakan
gombal, maka menggunakan kata gombal untuk makna menipu juga salah satu
metafora. Fakta dari puisi adalah peristiwa dan imajinasi. Puisi mengambil
peristiwa, diolah dalam imajinasi, lalu diungkapkan melalui kata dan kalimat
untuk menyuguhkan dunia yang baru. Kemudian dalam puisi terdapat unsur-unsur
pembentuknya, seperti nada, ritma, diksi, sajak dan pesan, yang menjadikan
puisi sebagai bahasa tingkat kedua. Tentu berbeda dengan kata-kata gombal, yang
hanya mengungkapkan sesuatu yang tidak ada untuk menuju kekosongan juga.
Kembali ke makna gombal, lebih dari itu, gombal jika diperpanjang tidak hanya
berkutat pada kata-kata, namun juga tindakan. Hal itu jika didasarkan
pada pergeseran makna dari perbuatan menggombal menjadi perbuatan penipuan.
Ketika karakter maskulin yang menjadi ciri khas laki-laki lemah karena secara
emosional ia masih kekanak-kanakan, maka laki-laki tersebut akan menutupi
kekurangan itu dengan bersanding dengan sesuatu di luar dirinya.
Sebagai contoh, seorang laki-laki yang mengatakan cinta sejati dengan latar
belakang harta beserta kemewahannya, dengan niat supaya si perempuan
tertarik padanya, maka ia sudah menggombal sempurna, meski harta benda itu
benar-benar dimilikinya. Karena cinta sejati tidak memerlukan serangkaian
property di luar eksistensinya. Ketika saya mengucapkan kata cinta dengan
sepenuh jiwa, dengan saya mengucapkannya dengan mobil mewah umpamanya, tentu
yang kedua lebih dipertimbangkan oleh perempuan daripada yang pertama. Padahal
yang kedua penuh gombalan.
Yang demikian itu, harta dan kemewahannya hanya akan percuma. Karena cinta sejadi
adalah pemberian jiwa sepenuhnya, meski dalam pemberian jiwa sepenuhnya nanti
mempunyai indikasi memenuhi kebutuhan material. Namun, ketika seorang laki-laki
mengedepankan benda-benda yang diluar dirinya untuk mencintai, ia tetap
menggombal. Jika pengertian ini dibalik, maka perempuan yang suka jika seorang
laki-laki mempersembahkan cintanya dengan harta dan kemewahannya maka perempuan
itu hanya berpikir gombal. Dan yang seperti ini yang tetap disukai perempuan.