Dulu, jauh-jauh hari saya merencanakan akan menyematkan lirik
lagu Anyam-anyaman karya Sujiwo Tedjo di undangan pernikahan. Sebab lagu itu bagi saya bagus sekali dalam mendeskripsikan indahnya pernikahan, terutama liriknya yang berkelindan saling sahut menyahut antara satu kata dengan lainnya membentuk sebuah irama yang harmonis dan meriah penuh kebahagiaan.
Pada umumnya, sebagai muslim biasanya menyematkan hadist maupun ayat Al-Qur'an yang berisi tentang pernikahan. Hadist maupun ayat al-Qur'an yang menjelaskan pernikahan masih bersifat umum. Atau barangkali secara tekstual sangat legal formal. Misalnya hadis yang biasa disematkan dalam undangan adalah yang diriwayatkan oleh Abu Said, yaitu: “Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya” (HR. Abu Sa’id)
Pada umumnya, sebagai muslim biasanya menyematkan hadist maupun ayat Al-Qur'an yang berisi tentang pernikahan. Hadist maupun ayat al-Qur'an yang menjelaskan pernikahan masih bersifat umum. Atau barangkali secara tekstual sangat legal formal. Misalnya hadis yang biasa disematkan dalam undangan adalah yang diriwayatkan oleh Abu Said, yaitu: “Sesungguhnya, apabila seorang suami memandang isterinya (dengan kasih & sayang) dan isterinya juga memandang suaminya (dengan kasih & sayang), maka Allah akan memandang keduanya dengan pandangan kasih & sayang. Dan apabila seorang suami memegangi jemari isterinya (dengan kasih & sayang) maka berjatuhanlah dosa-dosa dari segala jemari keduanya” (HR. Abu Sa’id)
Atau semisal dari ayat al-Qur'an, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21)
Hadist dan Ayat al-Qur'an tersebut perlu
dijelaskan lagi untuk sampai pada wujud kebersamaan antara suami dan istri. Misalnya dalam memahami kata "kasih sayang" antar keduanya, kita tentu memerlukan kajian lebih jauh, sehingga akan tampak dalam perwujudan perilaku maupun sikap. Nah, bagi saya lagu Anyam-anyaman tersebut bisa
menjadi penjelas yang lebih mengerucut dari ayat-ayat al-Qur'an maupun
hadist Nabi yang biasa dikutip pada kertas undangan pernikahan.
Secara umum lagu Anyam-anyaman berisi tentang riuh ramainya pesta pernikahan sekaligus filosofi
pernikahan dari simbol rangkaian bunga melati putih yang pasti ada di dalam acara Walimatul Ursy. Untuk lebih jelasnya mari kita
kupas, kita preteli kalimat, frasa, dan kata demi kata dari liriknya. Pertama kita simak dulu liriknya secara total:
Anyam-anyaman
(Oleh Sujiwo Tedjo)
Anut runtut tansah reruntungan
Munggah mudhun gunung anjog samudra
Gandheng rendhengan jejering rendheng
Reroncening kembang
Kembang temanten
Mantene wus dandan dadi dewa dewi
Dewaning asmara gya mudhun bumi
Ela mendhung, bubar mawur, mlipir-mlipir, gya sumingkir
Mahargya dalan temanten
Dalanipun dewa dewi
Swara trompet, ting celeret, arak-arak, sigra-sigrak,
Datan kendat, anut runtut, gya mudhun bumi...
Kata kunci dari setiap hubungan suami dan istri yang harmonis adalah "anut runtut tansah reruntungan". Kalimat itu berarti selalu ikut-mengikuti dan selalu bersama-sama. Kata reruntungan bisa diartikan selalu bersama. Dalam bahasa jawa; Ngglibet. Kemana pun dan bagaimana pun selalu berdua. Kebersamaan tersebut bukan secara fiskal, namun dijelaskan pada baris berikutnya, "munggah mudhun gunung anjog samodra",
yaitu naik turun gunung hingga ke samodra. Naik gunung berarti pada
saat-saat dimana kesulitan datang menerpa, dan turun gunung bisa dimaknai ketika sepasang suami istri tersebut dimanjakan oleh rasa bahagia,
hingga ke samudra. Samudra berarti keluasan dunia. Artinya suami dan
istri harus bersama-sama di saat duka maupun suka selama hidupnya.
Untuk dapat mewujudkan kebersamaan dalam menjalin hubungan, Erich Fromm merumuskan empat elemen cinta. keempat elemen tersebut dilakukan secara bertahap mulai dari mengetahui, memahami, menghormati, dan bertanggung jawab. Mengetahui pasangan merupakan awal dari sebuah kebersamaan. Mengetahui di sini dalam artian mengetahui secara detail, semisal mengenai kesukaannya dan yang tidak disukainya, mengenai karakternya, dan sebagainya. Dengan pengetahuan mengenai pasangan, seseorang bisa melangkah ke tahap berikutnya, yaitu dapat memahami. Misalkan pasangan kita tidak suka dengan hal tertentu, kita bisa menghindarkannya dari hal tersebut. Begitu pula sebaliknya dengan sesuatu yang disukainya.
Setelah kita bisa memahami lantaran kita mengetahui pasangan kita, maka tahap selanjutnya adalah kita dapat lebih mudah untuk menghormatinya. Kita bisa menghormati pasangan sebagai manusia yang memiliki karakter yang unik dan berbeda dengan lainnya. Manusia dengan kecenderungan-kecenderungan yang tidak sama dengan lainnya. Dengan demikian toleransi antara pasangan akan terbangun dengan baik. Setelah kita bisa menghormati pasangan, akan tumbuh rasa tanggung jawab terhadapnya. Bertanggung jawab mengemban tugas sebagai suami bagi laki-laki, dan sebagai istri bagi perempuan. Ketika empat elemen itu diterapkan dalam keluarga, maka suami istri dapat reruntungan, selalu bersama-sama dalam keadaan sedih maupun suka.
Kebersamaan itu oleh Sujiwo Tedjo diumpamakan sebagai mana karangan bunga pengantin. "Gandeng rendengan jejering rendeng", yang artinya bergandeng-gandeng
saling berjajar bergandengan, "Reroncening kembang, kembang temanten", bagai jalinan bunga pengantin, yaitu jalinan
atau rangkaian melati putih yang digunangan untuk kalung pada mempelai
laki-laki maupun perempuan. Di situlah sebenarnya makna dari jalinan
bunga yang dipakai setiap mempelai pengantin. Melati melambangkan
kebahagiaan, dan kebahagiaan itu harus dijalin dan
digandengkan menjadi satu rangkaian yang menghiasi mempelai berdua, menghiasi
kehidupan keduanya.
"Mantene wis dandan dadi dewa-dewi/dewane asmara gya mudhun bumi",
pengantinnya sudah berias menjadi dewa-dewi. Dewa-dewi merupakan simbol
keagungan, kemuliaan, dan kehormatan. Dengan seperti itu "Dewane asmara gya mudhun bumi",
dewa asmara telah turun kebumi. Asmara dua mempelai yang sudah terjalin
pada saat itu turun ke bumi. Keagungan asmara
menghampiri dua mempelai dan orang-orang yang datang padanya, maka saat itu keberkahan turun ke bumi.
"Ela mendhung, bubar mawur, mlipir-mlipir, gya sumingkir/mahargya dalan temanten/dalanipun dewa-dewi",
ini adalah deskripsi dari keagungan sebuah pernikahan. Mendung saling
bertebaran, saling menyingkir karena terbentangnya jalan pengantin,
yaitu jalannya dewa-dewi.
Semua kesulitan dan rintangan yang menghadang akan tersingkirkan dengan
kebersamaan suami istri. Semuanya akan diselesaikan berdua,
saling gotong royong, dan saling melengkapi setiap kekurangan
masing-masing.
Gegap gempitanya kebahagiaan pernikahan juga terdeskripsikan dengan lirik, "Swara trompet, ting celeret, arak-arak, sigra-sigrak/Datan kendat, anut runtut, gya mudhun bumi...",
Suara terompet saling sahut menyahut di udara, pawai pengikut pengantin
saling berbahagia. Terompet merupakan simbol kemeriahan dari
kebahagiaan. Semuanya bahagia, saling ikut mengikuti turun ke bumi. Pada
hari itu curahan rahmat Allah Subhanahu wataala digelontorkan kepada
setiap yang hadir dalam acara agung Walimatul Ursy. Oleh karena keagungan
resepsi pernikahan, Islam mewajibkan mendatangi undangan Walimatul Ursy, sebagaimana disunnahkannya memakan
hidangan makanan dan minuman di dalamnya.
Begitulah keindahan pernikahan
dalam lirik lagu Anyam-anyaman. Sesuai dengan judul lagu, "Anyam-anyaman" berarti jalinan atau pilinan. Sepasang suami istri harus saling memilin antara keduanya. Dalam kondisi bagaimanapun mereka harus bersatu merasakan beban kehidupan dan kebahagiaan kehidupan dengan bersama-sama. Namun sayang sekali, lirik tersebut
gagal saya sematkan di kertas undangan, lantaran bentuk undangan yang
sesuai dengan lirik itu habis, dan saya harus menggantinya dengan yang
lain.
Catatan tambahan:
Pada kamis malam 27/07/2018 saya menghadiri acara Mengaji Indonesia di IAIN Tulungagung. Dalam acara tersebut salah satu pembicara adalah Sujiwo Tedjo. Pada sebuah sesi setelah menyayikan Anyam-anyaman, dia menjelaskan banyak orang yang salah paham dengan makna lagu tersebut yang mengartikannya sebagai deskripi pernikahan. Menurutnya, lagu itu mengungkapkan kemesraannya bersama Tuhan.
Pada malam harinya saya angan-angan lagi, saya baca lagi lirik Anyam-anyaman. Saya gali kata mana yang menjadi kata kunci adanya Tuhan dari sekian baris lirik. Secara fiskal memang tidak ada nama yang menyatakan adanya Tuhan dalam lirik tersebut, begitu juga ketika kata-kata tersebut saya rinci kemungkinan-kemungkinan konotasinya. Namun setelah berulang-ulang saya berkesimpulan, bahwa kemesraan Tuhan dengan mbah Tejo dalam lirik itu rupanya berupa penyatuan sang pelantun lagu dengan Tuhannya. Yang dimaksud dengan kemesraan adalah penyatuan. Penyatuan tersebut disimbolkan sebagai sepasang mempelai yang dalam prosesi pernikahan selalu berdamping dan bergandeng tangan.
Akankah kemesraan sepasang pengantin (mbah Tejo dan Tuhannya) akan langgeng abadi hingga akhir hayat. Semoga saja mbah Tedjo tetap istiqomah dalam melakukan dan menebar kebaikan. Amin
Catatan tambahan:
Pada kamis malam 27/07/2018 saya menghadiri acara Mengaji Indonesia di IAIN Tulungagung. Dalam acara tersebut salah satu pembicara adalah Sujiwo Tedjo. Pada sebuah sesi setelah menyayikan Anyam-anyaman, dia menjelaskan banyak orang yang salah paham dengan makna lagu tersebut yang mengartikannya sebagai deskripi pernikahan. Menurutnya, lagu itu mengungkapkan kemesraannya bersama Tuhan.
Pada malam harinya saya angan-angan lagi, saya baca lagi lirik Anyam-anyaman. Saya gali kata mana yang menjadi kata kunci adanya Tuhan dari sekian baris lirik. Secara fiskal memang tidak ada nama yang menyatakan adanya Tuhan dalam lirik tersebut, begitu juga ketika kata-kata tersebut saya rinci kemungkinan-kemungkinan konotasinya. Namun setelah berulang-ulang saya berkesimpulan, bahwa kemesraan Tuhan dengan mbah Tejo dalam lirik itu rupanya berupa penyatuan sang pelantun lagu dengan Tuhannya. Yang dimaksud dengan kemesraan adalah penyatuan. Penyatuan tersebut disimbolkan sebagai sepasang mempelai yang dalam prosesi pernikahan selalu berdamping dan bergandeng tangan.
Akankah kemesraan sepasang pengantin (mbah Tejo dan Tuhannya) akan langgeng abadi hingga akhir hayat. Semoga saja mbah Tedjo tetap istiqomah dalam melakukan dan menebar kebaikan. Amin