Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dilaksanakan pada Jumat, 17 Agustus 1945 merupakan peristiwa penting dalam sejarah Indonesia. Dimulai dari pemboman kota Hiroshima dan Nagasaki, penculikan Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok, hingga pembacaan naskah proklamasi adalah rentetan peristiwa yang mendebarkan, berapi-api, sekaligus menjadi gerbang awal kemerdekaan Indonesia.
Pada malam tanggal 16 Agustus 1945, setelah penyusunan teks proklamasi selesai, Soekarno meminta Sayuti Melik untuk mengetiknya. Namun sayang sekali mesin ketik yang ada di rumah Laksamana Maeda (rumah yang ditempati untuk menyusun teks proklamasi) tersebut menggunakan huruf Kanji (huruf Jepang). Kemudian Laksamana Maeda menyuruh seorang staf Kaigun yang bernama Satzuki Mishima untuk meminjam mesin ketik ke rumah Kolonel Dr. Herman Kandeler, seorang kolonel angkatan laut Jerman (Kreigsmarine) yang berkantor di gedung KPM, Koningsplein.
Herman Kendeler pada sebuah foto yang diambil pada 1940 ketika usianya 39 (alifrafikkhan.blogspot) |
Satzuki Mishima bersama Sayuti Melik berangkat dengan menggunakan Jeep dan setelah mendapatkan mesin ketik ia langsung kembali ke rumah Laksamana Maeda untuk menyalin naskah Proklamasi. Dalam pengetikan naskah proklamasi yang berupa tulisan tangan Soekarno tersebut, Sayuti Melik melakukan perubahan pada kata "tempoh" yang kurang baku diganti dengan kata "tempo". Ia juga merubah redaksi "wakil-wakil Bangsa Indonesia" menjadi "atas nama Bangsa Indonesia", dan menambahkan kata hari, bulan, dan tahun pada keterangan tanggal ditulisnya teks proklamasi, serta menambah nama Soekarno/Hatta untuk kemudian dapat dibubuhi tanda tangan.
Naskah asli Proklamasi yang berupa tulisan tangan hampir lenyap. Setelah diketik, tulisan tangan tersebut dibiarkan hingga sudah masuk tempat sampah. Namun lembar penting dalam perjalanan bangsa tersebut diselamatkan oleh B.M. Diah, seorang wartawan dan tokoh nasional yang turut menyaksikan perumusan teks proklamasi tersebut. Dia menyelamatkannya dari tempat sampah dan menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.
Hal tersebut sangat bisa dimaklumi mengingat rangkaian peristiwa penyusunan naskah proklamasi yang sangat menegangkan disertai semangat yang berapi-api, sehingga hal-hal kecil menjadi terlupakan. Selain naskah asli proklamasi yang hampir hilang, terdapat satu benda penting yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya, yaitu mesin ketik yang digunakan Sayuti Melik dalam menyalin naskah proklamasi. Berdasarkan keterangan dan fakta di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, mesin ketik yang dipajang bukanlah mesin ketik asli yang turut dalam mengukir sejarah bangsa. Namun yang ada hanyalah mesin ketik pengganti dengan merk dan tipe yang disesuaikan dengan jamannya.
Saya mencoba menyocokkan merk dan tipe mesin ketik yang terpajang dalam diorama pengetikan naskah proklamasi pada Museum Perumusan Naskah Proklamasi. Dari pengamatan terlihat bahwa mesin ketik yang terpajang adalah mesin tik jenis standart merk Underwood tipe SS. Dari pelacakan pada database mesin ketik, menunjukkan bahwa mesin ketik Underwood tipe SS diproduksi antara tahun 1946-1953 dengan rentang nomor seri antara 5230828 hingga 7270000. Dari sini jelas bahwa mesin ketik yang ada dalam museum bukanlah mesin ketik yang digunakan untuk mengetik teks proklamasi. Bahkan dari segi waktu juga tidak sesuai karena baru diproduksi pada tahun 1946.
Mesin ketik yang saat ini dipajang di Museum Perumusan Naskah Proklamasi adalah jenis Underwood tipe SS dengan tutup bodi bagian depan dan samping dilepas. |
Mesin ketik Underwood SS dengan tutup bodi lengkap. |
Mesin ketik yang terpajang di museum dari arah belakang. |
Mesin ketik Underwood SS dengan penutup bodi lengkap dari arah belakang. |
Setelah digunakan untuk mengetik tidak ada keterangan mengenai mesin tik apakah dikembalikan ke Kandeler atau tidak, dan juga tidak ada pembahasan mengenai hal tersebut karena dianggap tidak penting. Namun untuk saat ini sebagai saksi bisu perjuangan kemerdekaan Indonesia, mesin tik tersebut menjadi penting karena sebagai artefak yang bernilai sejarah. Tidak adanya keterangan pasti dan jarak waktu yang jauh menyulitkan siapapun yang ingin melacak keberadaannya. Terdapat upaya kecil untuk dapat menyibak gambaran mesin tik tersebut melalui kepemilikan dan keberadaannya.
Mesin tik tersebut pinjaman dari kantor Kriegsmarine. Kantor Kriegsmarine ini adalah markas dari kelompok U-boat yang disebut Monsun Gruppe. Monsun Gruppe merupakan kelompok serigala sebutan bagi kelompok U-boat Jerman (Wolfsrudel) yang unik. Karena kelompok ini adalah satu-satunya divisi dari Kriegsmarine yang beroperasi jauh dari Jerman sekaligus menjadi satu-satunya unit militer Jerman yang beroperasi bersama dengan unit-unit militer sekutunya Jepang. Monsun Gruppe bermarkas di Sabang, Penang, Jakarta dan Surabaya yang dioperasikan oleh Kaigun. Bersama Kaigun yaitu angkatan laut Jepang, mereka beroperasi di Samudera Hindia serta di laut-laut dan selat-selat di Nusantara. Setelah Jerman menyerah kalah, banyak U-boat di markas-markas Monsun Gruppe dialihkan kepada Kaigun. Contohnya U-219 dari Kriegsmarine dialihkan menjadi I-505 dari Kaigun, dan U-195 menjadi I-506 (Benny Ohorella: 2019). Hal ini menunjukkan bahwa mesin tik yang digunakan oleh Sayuti Melik adalah milik Angkatan Laut Jerman.
Surat yang dikeluarkan oleh Kriegsmarine di Jakarta |
Perbedaan bentuk font pada surat di atas dengan naskah Proklamasi dapat dimungkinkan, karena dalam sebuah kantor biasanya terdapat lebih dari satu mesin ketik sebagai alat tulis. Begitu juga dengan posisi kolonel Dr. Herman Kandeler sebagai Leiter (pimpinan) Ustutzpunkt Djakarta (depot pendukung Jakarta) maka besar kemungkinan dia mendapatkan fasilitas mesin tik sendiri, yang biasanya berupa mesin tik portable (mesin tik yang berukuran kecil disertai dengan kopor atau tas). Dari posisinya sangat memungkinkan bahwa yang dipinjam untuk mengetik naskah proklamasi tersebut adalah mesin tik yang dipakai secara khusus sang komandan.
Berdasarkan penelusuran di internet, pada perang dunia II tentara Jerman menggunakan beberapa merk mesin ketik. Setidaknya dari segi tahun produksinya yang sejaman dengan kemerdekaan, terdapat dua merk mesin tik yang digunakan oleh angkatan laut Jerman yaitu Erika dan Rheinmetal. Hal ini diketaui dari mesin ketik yang masih tersisa dengan cap Kriegsmarine. Ketika diamati lebih jauh terdapat mesin tik bertanda Kriegsmarine dengan font yang hampir sama yaitu merk Erika model 5/6/M/S yang diproduksi tahun 1928-1948 (londontypewriter.com). Apabila kita bandingkan bentuk huruf dan angka 5 dan 7 pada hasil ketikan dengan naskah teks proklamasi hampir sama.
Hasil ketikan mesin tik Erika dengan cap Kriegsmarine |
Mesin tik Erika model M dari depan |
Cap Kriegsmarine di bagian belakang mesin tik |
Mesin tik Rheinmetal dengan cap Kriegsmarine di bagian samping |
Tentara Jerman dengan mesin tik Erika |