Saya teringat bagaimana nenek saya
setiap sebelum tidur mendongeng tentang Panji Laras, si Kancil, dan Burung
But-but. Cerita itu diulang-ulang, tapi saya tetap menikmatinya lantaran gaya
cerita dan pertanyaan-pertanyaan di tengah maupun diakhir cerita yang memancing
ingatan sekaligus memancing daya imajinasi, karena pertanyaan itu membuat saya
mengingat-ingat sekaligus membuat gambaran kronologi cerita dalam imajinasi
saya.
Setelah saya raba dan saya hayati
pengaruh dongeng-dongeng tersebut dalam diri saya, saya merasakan bahwa dengan
dongeng tersebut diri saya secara perlahan mencintai alam semesta dengan segala
keindahannya. Hal itu karena gaya mendongeng nenek yang kuat sekali dalam
mendeskripsikan suasana. Dongeng Panji Laras misalnya, dalam gaya penyampaian
nenek yang paling saya ingat adalah deskripsi yang detail sekali tentang rumah Panji Laras yang hidup
bersama neneknya di gubuk reot, berdinding anyaman bambu, beratap daun ijuk,
dan terletak di tepi hutan yang lebat sekali.
Begitu juga dengan perjalanan Panji
Laras saat ingin menetaskan telor temuannya ke tengah hutan. Nenek saya selalu
menceritakan indahnya pepohonan, bunga-bunga dengan kupu-kupu di kelopaknya, gemericik sungai dan
hewan-hewan kecil di sepanjang perjalanan yang seakan turut menyemangati Panji
Laras dalam perjalanannya.
Sejak kecil saya sudah ada
kecenderungan menyukai hal-hal yang alami. Saya begitu suka melihat
pohon dengan cabang yang landai, sehingga bisa untuk dinaiki dan berteduh
sambil bersantai di atas dahan itu. Atau saya juga menyukai liku-liku aliran
parit di sawah. Dengan parit itu saya membuat perahu dari pelepah pohon pisang, menghanyutkan perahu itu dan membuntutinya dari belakang seakan-akan saya mengarungi sungai dengan pelepah itu dan menjumpai banyak
tempat-tempat yang indah.
Bagi saya semua itu merupakan
pengaruh dongeng-dongeng yang disampaikan nenek hampir setiap sebelum tidur
malam. Rasa-rasanya sangat nikmat sekali menjelang memejamkan mata sambil
membayangkan cerita yang sudah usai. Membayangkan wajah tokoh-tokoh dalam
cerita tersebut dan lingkungannya yang indah.
Pengalaman selanjutnya tentang
pengaruh dongeng pada pendengarnya adalah saat asmara saya diambang kehancuran,
karena kekasih saya akan dijalinkan dengan laki-laki pilihan ibunya. Kita semua tahu bagaimana budaya nenek moyang
kita yang kental dengan patriarkatisme. Yaitu sistem tata keluarga yang mana
kekuasaan atas semua hal yang menyangkut keluarga ada di tangan orang tua,
terutama ayah. Orang tua menjadi penentu segalanya atas apa yang dilakukan
anak, termasuk pasangan hidup dan pekerjaan. Nah, kekasih saya adalah salah satu korban
dari budaya tersebut.
Dia adalah gadis manis yang sangat
taat kepada orang tuanya. Tatakala senyumnya mekar, daun-daun yang kering
seakan hijau kembali. Karena kepatuhannya kepada orang tua, pada awalnya dia
tidak berani menolak permintaan orang tuanya untuk dijalinkan dengan orang
lain. Dia hanya mampu mengutarakan keinginannya bersamaku secara halus kepada
orang tuanya. Dan ketika orang tuanya tetap pada keinginan menjalinkan dia dengan orang lain, dia
hanya bisa pasrah dan mengiyakan.
Saat itu saya sudah tak bisa berbuat
apa lagi. Saya segera mengemasi kenangan-kenangan saat aku bersama dia.
Selanjutnya saya segera bersiap-siap membangun cinta yang baru, meski dengan
susah payah tentunya. Saya sudah berpamitan dengan dia, dan saya mulai itu
tidak akan lagi menghubunginya melainkan dengan jeda waktu yang lama. Mungkin
setelah kami sama-sama berkeluarga nanti. Hanya untuk sekedar bertegur sapa dan
menanyakan kabar.
Namun beberapa hari kemudian ia
menghubungiku, mengeluh padaku tidak tahan dengan paksaan ibunya tersebut. Ia ingin
melawan kehendak orang tuanya, namun ia tidak mampu. Di tengah keterpurukan
asmaraku, aku melipurnya dan menguatkan hatinya. Ya, yang bisa saya lakukan
hanyalah dua hal itu.
Hingga pada suatu saat, ia
mengatakan bahwa keponakannya yang seusia 3 tahun mencari saya. Katanya ia
rindu kepada saya karena lama tidak berkunjung ke rumahnya dan menagih janji
saya untuk mendongenginya tentang kisah Raja Angin. Saya memang beberapa kali
berkunjung ke rumah kekasih saya dan kebetulan kakaknya yang mempunyai dua anak
masih serumah dengan ibu. Jadi setiap kali saya ke sana saya selalu bermain
dengan keponakannya tersebut. Dan saya pernah menjanjikan akan menceritakan
dongeng “Raja Angin” kepadanya.
Saya tidak bisa bermain ke rumahnya
karena hanya tinggal beberapa hari keluarga laki-laki pilihan ibunya akan
melamar kekasih saya. Akhirnya melalui telepon, saya menceritakan kisah Raja
Angin kepada kekasih saya, untuk diceritakan lagi pada keponakannya di rumah. Dengan
seperti itu saya bisa menepati janji saya kepada keponakannya yang masih 3
tahun.
Setelah saya bercerita tentang Raja
Angin tersebut, kekasih saya sering mengatakan bahwa ia tidak bisa seperti
Maharani, tokoh utama dalam cerita Raja Angin tersebut. Maharani adalah tokoh
utama yang tegar dengan pendiriannya, tegar dengan pilihannya, dan ia tidak
takut dengan hal-hal yang ditakuti
perempuan pada umumnya. Rupanya tokoh Maharani menjadi pusat cermin bagi
kekasih saya.
Selama beberapa hari tersebut kami
sering mengobrol melalui telepon. Dalam obrolan kami tokoh Maharani selalu
muncul sebagai simbol kekuatan untuk memperkokoh pendirian. Dan dengan itu
secara konsisten tokoh Maharani sebagai sumber kekuatan kekasih saya untuk
berusaha terus mempertahankan keinginannya untuk bersamaku, dengan mengutarakan
apa yang diinginkannya kepada orang tuanya.
Pengaruh dongeng Raja Angin luar biasa. Dia
mampu melawan kehendak orang tuanya tersebut dengan frontal. Dia
terang-terangan kepada ibunya dengan menjelaskan bahwa hidup dengan orang yang
tidak dicintainya adalah penyiksaan. Dan tindakan yang paling berani adalah sebagai
penentu kisah kami selanjutnya, yaitu dia terang-terangan kepada laki-laki
pilihan ibunya, bahwa sebenarnya dia mengiyakan dengan laki-laki tersebut
karena dipaksa.
Itulah akhir dari segala tekanan
yang membuatnya sangat tersiksa. Laki-laki pilihan ibunya mengundurkan diri
dengan baik-baik, dan kekasih saya kembali pada saya. Kami pun bersama lagi
dengan gelora cinta yang semakin menggebu dan berkobar membakari segala
rintangan yang menghadang.
Dua hal tersebut yang bagi saya
adalah pengalaman langsung bagaimana cerita bisa sangat berpengaruh bagi
pembaca dan pendengarnya. Melalui deskrpisi nenek saya yang detail tentang
keindahan alam membuat saya mencintai alam, hingga saya masuk ke organisasi
pecinta alam MAPALA TURSINA saat saya penempuh pendidikan di perguran tinggi.
Dan tokoh Maharani mampu membakar semangat kekasih saya untuk mempertahankan
harapan-harapan hidupnya bersama saya.
Cerita memang salah satu cara yang
efektif untuk menjelaskan kehidupan. Kitab suci al-Quran banyak mengajarkan
kehidupan kepada manusia melalui cerita-cerita Nabi-nabi terdahulu, sebelum
nabi Muhammad SAW. Kisah Ashabul Kahfi, kisah Nabi Ibrahim, Kisah Nabi Musa dan
Fir’aun, dan masih banyak lagi. Kisah-kisah tersebut membuka pengetahuan manusia
tentang kebaikan dan keburukan. Juga menjadi inspirasi manusia untuk bersikap
dan berbuat.
“Jas
Merah = Jangan melupakan sejarah” kata Soekarno. Karena sejarah merupakan
cerita tentang rentetan kejadian manusia-manusia terdahulu, yang bisa kita ambil
hikmah dan pelajarannya. Maka berceritalah, mendongenglah tentang kehidupan.
Karena mendongeng adalah mengajar dengan cara yang rapi. Kumpulkanlah
anak-anak, kawan-kawan, serta saudara-saudara, dan mulailah bercerita tentang
apa saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar