Dalam falsafah Jawa hidup ini diumpakan dengan sekedar "mampir ngombe" atau sekedar mampir untuk minum. Banyak orang mengutip adagium tersebut sebagai apologi dalam menerima kenyataan, menerima takdir. Mereka sering lupa bahwa di balik aktifitas minum terdapat satu rangkaian panjang yang harus dilalui.
Sekedar mampir minum memiliki spektrum persoalan
yang cukup luas. Setidaknya terdapat persoalan mendasar yang dapat disederhanakan dengan pertanyaan,
bagaimana mendapatkan air untuk diminum. Pertanyaan ini mengarah pada kebutuhan
primer setiap manusia. Kemudian pada tingkat kebutuhan sekunder muncul
pertanyaan, air jenis apa yang akan diminum tersebut.
Dalam memperoleh air (yang dapat diminum), seseorang akan
dihadapkan persoalan yang tidak sederhana. Mulai dari pencarian mata air,
pemilihan lokasi hingga penggalian sumber air, dan lain sebagainya. Aktifitas dalam mencari air untuk diminum inilah yang selanjutnya mendorong setiap manusia
bekerja.
Dalam pencairan air sebagai minuman, banyak cara yang dapat dilakukan oleh manusia. Sebagaimana dengan beragamnya pekerjaan untuk mencari penghidupan di dunia. Dari berbagai macam pekerjaan tersebut setiap orang memiliki kecenderungan dengan pekerjaan yang berbeda dengan orang lainnya. Perbedaan tersebut disebabkan oleh kemampuan dan skill yang berbeda-beda. Namun lebih dari itu, ada juga seseorang yang menentukan pilihan pekerjaannya dari perspektif kebaikan dan kemanfaatan bagi orang lain.
Bagi sebagian orang memiliki pekerjaan yang baik merupakan sebuah impian, meskipun hakikatnya merupakan salah satu pilihan dalam hidup. Rafiq Yunus (2007:17) seorang pakar ekonomi Timur Tengah membedakan pekerjaan dari segi resiko kerugian. Dia membagi pekerjaan dari perspektif tersebut menjadi tiga. Pertama, pekerjaan dengan gaji tetap dan pasti. Gaji yang diterima dapat dalam harian, mingguan, atau bulanan. Pekerjaan ini tidak mengandung resiko kerugian. Sebagai contohnya, Pegawai Negeri Sipil (PNS), karyawan tetap pada sebuah instansi yang memiliki gaji pokok, dan sebagainya.
Bagi sebagian orang memiliki pekerjaan yang baik merupakan sebuah impian, meskipun hakikatnya merupakan salah satu pilihan dalam hidup. Rafiq Yunus (2007:17) seorang pakar ekonomi Timur Tengah membedakan pekerjaan dari segi resiko kerugian. Dia membagi pekerjaan dari perspektif tersebut menjadi tiga. Pertama, pekerjaan dengan gaji tetap dan pasti. Gaji yang diterima dapat dalam harian, mingguan, atau bulanan. Pekerjaan ini tidak mengandung resiko kerugian. Sebagai contohnya, Pegawai Negeri Sipil (PNS), karyawan tetap pada sebuah instansi yang memiliki gaji pokok, dan sebagainya.
Kedua, Pekerjaan dengan gaji parsial atau sebagian
dari keseluruhan. Pekerjaan dengan gaji parsial akan memperoleh besaran gaji
sesuai dengan jumlah hasil pekerjaannya. Semakin ia giat bekerja, semakin
banyak hasil kerjanya, semakin besar juga gajinya. Begitu pula sebaliknya.
Pekerjaan seperti ini seperti perajin kerajinan tangan. Resiko dari pekerjaan
ini sebanding dengan usaha dan kerja kerasnya.
Ketiga, pekerjaan dengan gaji reward
(penghargaan). Resiko kerugian dari pekerjaan dengan gaji reward, seseorang
sudah bekerja dengan giat namun tidak mendapatkan apa-apa karena kesalahan atau
kekurangan. Sebab pekerjaan ini akan mendapat gaji ketika pekerjaan sudah
selesai dengan sempurna. Pekerjaan dengan sistem gaji tersebut misalnya penjahit baju, tukang cat, dan lain sebagainya.
Setiap model penghasilan dari pekerjaan tersebut
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Orang yang memilih pekerjaan
dengan gaji tetap dapat lebih merasa aman meskipun kurang dapat mengembangkan daya
kreatifitas yang dapat meningkatkan penghasilan. Meningkatkan penghasilan dapat lebih dilakukan pada
pekerjaan-pekerjaan model kedua dan ketiga.
Yang menarik adalah salah satu tokoh ekonomi Timur Tengah, Wahbah Zuhaili (2002:17) merangking penghasilan
dari yang paling baik. Menurutnya, penghasilan yang terbaik adalah harta rampasan perang yang disyariatkan. Disusul kemudian perniagaan, pertanian, dan terakhir perindustrian. Menurut Wahbah, harta
rampasan perang menjadi yang terbaik karena terdapat unsur menjunjung
tinggi kalimat Allah dan merupakan penghasilan Nabi Muhammad SAW. Namun
demikian harta rampasan perang hampir tidak relevan lagi dalam konteks
kekinian.
Wahbah meletakkan perniagaan pada urutan kedua
setelah harta rampasan perang bukan tanpa sebab. Alasan utama adalah sesuai
dengan hadist nabi. Suatu hari seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,
"Pekerjaan apa yang paling baik?" Rasul menjawab, "Pekerjaan
yang dilakukan dengan usahanya sendiri, dan perniagan yang baik".
Perniagaan yang baik adalah perniagaan yang terbebas dari kebohongan dan
penipuan.
Dalam perniagaan (jual beli) seseorang harus mampu menahan dirinya untuk tidak melakukan kecurangan dan penipuan. Kecurangan dalam jual beli sering terjadi untuk mengejar keuntungan. Mengenai sulitnya menghindarkan diri dari kecurangan dalam jual beli, Rafiq Yunus mengatakan, seseorang harus berjuang sebagaimana seorang pasukan di tengah medan pertempuran. Begitulah ia mengumpamakannya karena beratnya menghindarkan diri dari kecurangan dalam perdagangan.
Dalam perniagaan (jual beli) seseorang harus mampu menahan dirinya untuk tidak melakukan kecurangan dan penipuan. Kecurangan dalam jual beli sering terjadi untuk mengejar keuntungan. Mengenai sulitnya menghindarkan diri dari kecurangan dalam jual beli, Rafiq Yunus mengatakan, seseorang harus berjuang sebagaimana seorang pasukan di tengah medan pertempuran. Begitulah ia mengumpamakannya karena beratnya menghindarkan diri dari kecurangan dalam perdagangan.
Pekerjaan di bidang perindustrian menjadi urutan yang terakhir karena
cenderung tidak ramah lingkungan. Mulai dari pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran suara. Pencemaran
lingkungan pasti menjadi masalah tersendiri bagi setiap aktifitas
industri, dan dari sekian industri yang ada mayoritas mengarah pada kebutuhan
sekunder serta tersier, bukan kebutuhan primer.
Sedangkan menurut Imam Nawawi, mengutip Wahbah Zuhaili (2002:16), pekerjaan yang paling baik adalah petani. Karena pertanian merupakan pekerjaan yang paling besar mengandung unsur tawakal, di sisi lain juga pekerjaan yang membutuhkan kerja keras.
Tanaman yang ditanam harus menyesuaikan alam dan musim. Kadang petani menanam tanaman kemarau dan tiba-tiba hujan datang, sehingga merusak tanaman tersebut. Atau sebaliknya. Kadang juga tanaman sudah sesuai dengan alam dan musim, tiba-tiba hama dan wereng datang. Hal tersebut diperparah dengan harga jual hasil pertanian yang kian tak menentu.
Bagaimana dengan pekerjaan yang bersifat pelayanan jasa, seperti rental, pengacara, pendidikan, kesehatan, hukum, dan perbankan? Pekerjaan ini sesuai dengan kondisi daerah dan wilayah tertentu. Daerah yang minim dengan tenaga pendidik, tentu lebih diutamakan pekerjaan bidang pendidikan. Juga dengan daerah pedalaman yang masih sangat membutuhkan tenaga kesehatan, maka pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang beroperasi dalam bidang kesehatan.
Sedangkan menurut Imam Nawawi, mengutip Wahbah Zuhaili (2002:16), pekerjaan yang paling baik adalah petani. Karena pertanian merupakan pekerjaan yang paling besar mengandung unsur tawakal, di sisi lain juga pekerjaan yang membutuhkan kerja keras.
Tanaman yang ditanam harus menyesuaikan alam dan musim. Kadang petani menanam tanaman kemarau dan tiba-tiba hujan datang, sehingga merusak tanaman tersebut. Atau sebaliknya. Kadang juga tanaman sudah sesuai dengan alam dan musim, tiba-tiba hama dan wereng datang. Hal tersebut diperparah dengan harga jual hasil pertanian yang kian tak menentu.
Selain itu pertanian juga sebagai pemasok kebutuhan hidup bagi manusia dan hewan. Sebagaimana posisi makanan sebagai kebutuhan primer setiap makhluk hidup. Beberapa hewan seperti burung-burung dan belalang juga turut mengais rejeki dari lahan pertanian.
Limbah pertanian juga tidak berdampak negatif bagi lingkungan. Akan tetapi sebaliknya, limbah pertanian sangat bermanfaat bagi lingkungan dan makhluk hidup. Daun dan batang dari tumbuhan dapat menjadi pakan hewan ternak. Limbah pertanian juga dapat menyuburkan tanah. Berbeda dengan limbah industri yang sarat dengan pencemaran.
Bagaimana dengan pekerjaan yang bersifat pelayanan jasa, seperti rental, pengacara, pendidikan, kesehatan, hukum, dan perbankan? Pekerjaan ini sesuai dengan kondisi daerah dan wilayah tertentu. Daerah yang minim dengan tenaga pendidik, tentu lebih diutamakan pekerjaan bidang pendidikan. Juga dengan daerah pedalaman yang masih sangat membutuhkan tenaga kesehatan, maka pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang beroperasi dalam bidang kesehatan.
Demikian
beberapa pendapat tokoh mengenai pekerjaan yang baik. Bagi penulis,
pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang sesuai dengan hobi karena akan selalu disertai rasa senang dan bahagia.
Dengan hati bahagia, pekerjaan akan terasa nyaman dan nikmat. Hal itu dapat
meningkatkan kualitas kerja. Semudah apapun pekerjaan, jika hati tidak
merasa cocok, akan terasa berat dan menjadi beban.
Bmer banget mas, kalo kerja udh enggk srek d hati itu rasanya berat
BalasHapusBukan nya enak malah beban walaupun gaji gede
Menurut aku, tp ttp bersyukur apapun kerjaan ny
Meski bkn d budangnya, mencoba mnikmati
Smbil cr2 yg memang pas
Good artikel
Mampir2 jg mas k blog aku
Mysatnite.blogspot,co,id
Dalam kasus ini kalau bisa milih saya maunya jadi petani :)
BalasHapusPaling menyengsarakan saat bekerja di bidang yang tidak disukai atau bahkan bertentangan dengan hati nurani.
BalasHapusHee
BalasHapusPekerjaan apa saja yang penting halal buat keluarga
BalasHapusIlmu pengetahuan memang selalu mengategoresasi seperti ini. Tentu semua pekerjaan harus halal, tp dari sekian banyak yg halal ada pilihan2 yang bisa kita tentukan.
BalasHapusطاف ممتاز
BalasHapus