Dalam menentukan pasangan hidup, setiap orang memiliki pemikiran
yang berbeda. Ada yang berfikir, bahwa pasangan hidup fisiknya harus sempurna. Bentuk
tubuhnya, raut muka, bentuk rambut, tinggi badan, dan lain sebagainya. Sedangkan
karakter dan kepribadian boleh saja sembarangan, karena hal itu akan bisa
dirubah atau dibentuk ulang di kemudian hari.
Ada juga yang berfikir, bahwa pasangan hidup yang terpenting adalah
innerbeauty-nya, cantik di kedalaman. Perilakunya harus baik, sopan-santun
terhadap orang lain, dan ada juga yang menyaratkan kecerdasan. Segala yang
berkaitan dengan fisik, itu menjadi nomor belakangan. Orang-orang yang berfikir
seperti ini, adalah orang yang menganggap kecantikan dan ketampanan hanyalah sementara, sedang yang abadi sampai
mati adalah karakter dan kepribadian. Dua hal tersebut adalah yang berkaitan
langsung dengan diri pribadi seseorang.
Ada orang yang menjadikan sesuatu di luar diri seseorang menjadi
tolak ukur atas kriteria-kriteria yang ia tentukan. Sesuatu tersebut dapat
berupa harta dan nasab atau keturunan. Dengan bergelimang harta, ia berharap
hidupnya akan sejahtera. Atau bisa juga dengan nasab baik pasangan, ia akan
menjadi terhormat dan terpandang dalam kehidupan bermasyarakat. Terdapat juga
pikiran yang mengatakan bahwa nasab yang baik, akan menurunkan kebaikan juga
bagi keturunannya kelak.
Kesemua ketentuan tersebut boleh saja, karena merupakan hak bagi
setiap orang dalam menentukan calon pendamping hidupnya. Hanya saja dalam
menentukan kriteria, kita harus ektra hati-hati dan penuh ketelitian. Karena
suami dan istri akan terus hidup berdampingan hingga ujung usia. Bahkan melebihi
pola kehidupan antara anak dan orang tua, yang mana orang tua harus rela
berpisah dengan anak setelah pernikahannya dengan menantu. Anak juga harus
memisahkan diri dengan orang tua untuk membangun keluarga baru dengan
pasangannya.
Pada sebuah tembang jawa, kita bisa belajar bagaimana memilih
kriteria pasangan. Lagu tersebut berjudul Ande-ande Lumut. Ande-ande Lumut merupakan
sebuah nama tokoh dalam dongeng. Lagu ini terdiri dari tiga bait, yang
dinyanyikan oleh dua orang, antara ibu dan anak. Berikut liriknya:
Ande-ande lumut
Ibu:
Putraku si ande-ande lumut
Tumuruno ana putri kang unggah-unggahi
Putrine sing ayu rupane
Klenting abang iku kang dadi asmane
Anak:
Bu si bu kulo mboten purun
Duh si bu kulo mboten medhun
Najan ayu sisane si yuyu kangkang
Ibu:
Putraku si ande-ande lumut
Tumuruno ana putri kang unggah-unggahi
Putrine sing ayu rupane
Klenting ijo iku kang dadi asmane
Anak:
Bu si bu aduh-aduh romo
Kang putra taksih dereng kerso
Mergo kang putra taksih nandang asmoro
Ibu:
Putraku si ande-ande lumut
Tumuruno ana putri kang unggah-unggahi
Putrine sing ala rupane
Klenting Kuning iku kang dadi asmane
Anak:
Bu si bu kulo inggih purun
Kang putra inggih badhe medhun
Senajan ala puniko kang putra suwun
Lirik lagu tersebut terdiri dari tiga bagian, yang secara kontruksi
kalimatnya sama. Pada bagian pertama, “Putraku si ande-ande lumut/Tumuruno
ana putri kang unggah-unggahi”. Artinya, wahai putraku Ande-ande Lumut,
turunlah, ada putri yang akan ikut naik. Kemudian dilanjutkan dengan kalimat, “Putrine
sing ayu rupane/Klenting abang iku kang dadi asmane”. Artinya, Putrinya
rupawan/Klenting Merah namanya. Di situ ibu Ande-ande Lumut memberitahu bahwa
ada seorang gadis cantik yang siap untuk dipersunting. Kata “Naik” di sini
sesuai dengan konteks cerita, naik dalam artian ke pelaminan.
Lalu pada lirik berikutnya, berisi jawaban dari Ande-ande Lumut, “Bu
si bu kulo mboten purun/Duh si bu kulo mboten medhun/Najan ayu sisane si Yuyu Kangkang”.
Bu, ibu, saya tidak mau/Duh ibu, saya tidak turun/meski cantik ia bekasnya Yuyu
Kangkang. Di sini Ande-ande Lumut menolak gadis tersebut lantaran sudah dicium
Yuyu Kangkang. Dalam bingkai normatif, “cium” di sini memiliki spektrum yang
lebih luas. Sehingga Ande-ande Lumut menyebutnya sebagai “bekas”.
Dalam ceritanya Klenting Merah memiliki dua saudara, yaitu Klenting
Hijau dan Klenting Kuning. Ketika mendengar sayembara bahwa Ande-ande Lumut
ingin mencari pasangan, maka Klenting Merah dan Klenting Hijau pergi menuju
tempat Ande-ande Lumut tanpa mengajak Klenting Kuning. Untuk sampai pada tempat
tersebut mereka harus melewati sungai besar. Dan di sana ada kepiting raksasa
bernama Yuyu Kangkang yang mau menyeberangkan putri-putri tersebut dengan syarat
imbalan diperbolehkan mencium mereka.
Karena itu pada bait kedua, ibu juga menyampaikan bahwa di sana ada
putri bernama Klenting Hijau yang akan ikut naik. Namun Ande-ande Lumut tetap
tidak mau turun, karena ia tahu bahwa Klenting Hijau juga sudah terkena ciuman
Yuyu Kangkang. Namun demikian redaksi yang disampaikan Ande-ande Lumut berbeda
dengan lirik pertama. Yaitu, “Bu si bu aduh-aduh romo/Kang putra taksih
dereng kerso/Mergo kang putra taksih nandang asmoro”. Wahai ibu, aduh wahai
bapak/Si anak masih belum berkenan/Karena si anak masih punya asmara. Di sini
Ande-ande lumut menyebut dirinya dengan si anak, menjadi orang ketiga. Hal tersebut
dikarenakan rasa tidak nyaman ketika menolak tawaran ibunya untuk kedua kali.
Sedangkan pada bait ketiga, sebagaimana bait sebelumnya ibu
menawarkan gadis yaitu Klenting Kuning. Namun gadis itu tidak secantik Klenting
merah maupun Hijau. Meski demikian Ande-ande Lumut turun dan mau menjadi
pasangan gadis itu. Hal itu tercermin pada lirik terakhir, “Bu si bu kulo
inggih purun/Kang putra inggih badhe medhun/Senajan ala puniko kang putra suwun”.
Artinya, Iya bu, saya mau/Si anak akan turun/Meski jelek, inilah yang anak
inginkan. Ande-ande Lumut mau menjadi pasangan Klenting kuning karena ia tahu
kalau Klenting Kuning tidak menerima tawaran Yuyu Kangkang ketika menyeberangkannya
di sungai dengan imbalan ciuman. Akan tetapi Klenting Kuning menggunakan sebuah
senjata yang bisa mengancam Yuyu Kangkang, sehingga ia bisa menyeberang sungai
dengan cuma-cuma. Pada kalimat tersebut Ande-ande Lumut juga menggunakan subjek
orang ketiga “anak” mewakili dirinya. Hal tersebut dilakukan karena rasa rendah
hati atas kebahagiaan yang diterimanya, yaitu Klenting Kuning.
Dengan demikian kita tahu, lagu tersebut mengajarkan bahwa keindahan
dalam diri seorang lebih utama ketimbang keindahan luarnya. Keindahan diri pada
tembang ini adalah kesucian diri dari tindak laku yang dikerjakannya, terutama berinteraksi
dengan orang lain. Ibarat batu, laki-laki adalah batu kali, sedangkang perempuan
adalah intan permata. Yang mana ketika keduanya tergores, nilai intan permata
akan jauh lebih merosot turun dari pada batu kali. Maka dari itu perempuan
harus lebih berhati-hati dan lebih menjaga diri.
Rasulullah SAW pernah menyampaikan, ada empat hal yang perlu dipertimbangkan
dalam mencari pasangan hidup. Yaitu, kecantikan/ketampanan, harta, nasab/keturunan,
dan agama. Namun menurut beliau, jika kita memilihnya karena agama, maka akan
dapat memelihara dan menjaga diri kita dari kerusakan dan kesulitan. Sedangkan agama
Islam sangat menjaga kesucian diri seorang wanita. Sudah lengkaplah penjelasan
bahwa kecantikan dalam diri, menjadi hal paling utama dalam kriteria memilih
pasangan, sebagaimana yang terkandung dalam lagu Ande-ande Lumut. Semoga
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar