Hukum Pergi Haji Pergi haji hukumnya wajib
bagi setiap orang muslim dewasa yang telah memenuhi syarat. Syarat yang
dimaksud adalah mampu secara fisik, ilmu dan mampu secara ekonomi untuk
mengadakan perjalanan ke Baitullah, Arab Saudi minimal satu kali dalam seumur
hidup. Kewajiban atas ibadah haji dijelaskan dalam firman Allah ta'ala berikut
ini, yang artinya, "Menunaikan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah,
yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali
'Imran: 97)
Syarat Wajib Haji Menurut para
ulama syarat wajib haji ada lima. Adapun syarat-syarat tersebut yaitu;
1: Islam Orang yang mengerjakan
haji wajib beragama Islam. Jika ada orang non Islam ingin berhaji, tentu saja
ia harus bersyahadat terlebih dahulu, lalu melakukan kewajibannya sebagai islam
seperti sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya.
2: Berakal Maksudnya waras atau
tidak gila. Konsekuensinya, orang yang tidak berakal tidak terkena beban
kewajiban agama. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits; "Pena
Diangkat (kewajiban digugurkan) dari tiga (golongan); Orang yang tidur sampai
bangun, anak kecil hingga bermimpi (baligh), dan orang gila hingga berakal
(sembuh)." (HR. Abu Daud, no. 4403)
3: Baligh Baligh adalah telah
sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan sehingga sudah bisa membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk. Artinya anak kecil yang belum baligh tidak
diwajibkan untuk berhaji sampai ia menginjak usia baligh. Hal ini sudah
dijelaskan dalam hadits diatas [HR. Abu Daud, no. 4403]
4: Merdeka Orang yang bebas atau
bukan budak yang terikat tanggung jawab pada tuannya.
5: Mampu Syarat haji ini secara
khusus disebutkan dalam firman Allah ta'ala, yang artinya; "Menunaikan
haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang mampu
mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali 'Imran: 97) Mampu yang
dimaksud dalam syarat haji ini, ialah: - Mampu membayar biaya perjalanan haji
PP - Mampu mencukupi nafkah untuk keluarga yang di tinggalkan - Mampu melunasi
hutang-hutangnya (jika ada) - Mampu secara fisik dan Ilmu Manasik Rukun Haji.
Rukun haji merupakan sebagian
amalan (perbuatan) yang tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang pada saat ia
sedang melaksanakan ibadah haji. Dan apabilah rukun haji tersebut ada yang
tidak dekerjakan maka hajinya tidak sah. Adapun rukun haji menurut mazhab
Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi, yaitu:
Mazhab Syafi'i: Ihram, Wukuf di
Arafah,Tawaf Ifadhah, Sa'I, Tahalul, tertib
Mazhab Maliki: Ihram, Wukuf di
Arafah, Tawaf Ifadhah, Sa'i
Mazhab Hambali: Ihram, Wukuf di
Arafah, Tawaf Ifadhah, Sa'i
Mazhab Hanafi: Wukuf di Arafah,
Tawaf Ifadhah
Rukun Haji ke-1: Ihram Ihram,
yaitu beniat dari miqat ketika hendak memulai kegiatan ibadah haji, seperti
mengucapkan Lafaz: لَبَيْكَ اللَهُمَ حَجًا
Yang artinya: "Ya Allah, kupenuhi panggilan-Mu untuk berhaji"
Rukun Haji ke-2: Wukuf di 'Arafah
Yang dimaksud Wukuf di Arafah ialah berdiam di padang Arofah dengan memperbanyak
zikir dan istighfar kepada Allah SWT. Waktu wukuf di arafah bermula dari
tergelincirnya matahari di Hari Arafah, yaitu pada tanggal 9 Zulhijah, sampai
terbit fajar pada Hari Raya Kurban. Apabila seseorang berwukuf di Arafah di
luar waktu tersebut, sama saja ia belum berwukuf. Itulah pendapat jumhur
(mayoritas) ulama.
Rukun Haji ke-3: Thawaf Ifadhah
Tawaf ziarah atau tawaf ifadah merupakan bagian dari rukun haji yang dilakukan
setelah wukuf di arafah. Kefarduan tawaf ini telah dikukuhkan dengan Al-Quran,
Sunnah, dan ijmak. Dalam Al Quran surat Al Hajj: 29, Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman “…Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu
(Baitullah Ka'bah).” Dengan teks Al-Quran tersebut para ulama sepakat bahwa itu
adalah perintah untuk melakukan tawaf ziarah (tawaf ifadah). Tawaf ifadah
berjalan mengelilingi Ka'bah nan agung sebanyak 7 kali putaran dengan syarat;
suci dari hadas dan najis baik badan maupun pakaian, menutup aurat, Kakbah
berada di sebelah kiri kita saat mengelilinginya, dan kita harus memulai tawaf
dari hajar aswad (batu hitam) yang terletak di salah satu pojok Ka'bah.
Rukun Haji ke-4: Sa’i Dalam
hadits riwayat Ahmad (XII/76, no. 277), Rasulullah SAW bersabda “Kerjakanlah
sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian”. Sa’i adalah
berjalan dari bukit Safa ke bukit Marwah sebanyak tujuh putaran dan berakhir di
bukit Marwah. Dalam haji, Sa'i dilakukan setelah tawaf qudum. Rukun Haji ke-5:
Tahalul Tahalul, adalah mencukur atau memotong rambut paling sedikit tiga helai
rambut di sekitar bukit Marwa (tempat terakhir melaksanakan sa'i).
Rukun Haji ke-6: Tertib Tertib,
artinya rukun-rukun haji diatas harus dilakukan secara berurutan, yaitu dengan
mendahulukan ihram atas rukun lainnya, kemudian wukuf, lalu tawaf dan
seterusnya. Aktivitas Wajib Haji Yaitu melakukan beberapa aktivitas yang
diperintahkan pada saat berhaji. Jika aktivitas-aktivitas tersebut ada yang
tidak dikerjakan karena lupa maka diharuskan menggantinya dengan membayar dam.
Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah berikut ini, “Barang siapa
meninggalkan suatu ibadah wajib dalam haji atau lupa, maka dia wajib
menyembelih kurban”. (Hadits Riwayat Malik)
Berikut aktivitas-aktivitas yang
termasuk dalam kegiatan wajib haji menurut empat mazhab:
Mazhab Syafi'i: Ihram dari Miqat,
Sa'I, Mabit di Muzdalifah, Melontar jumrah Mabit di Mina, Tawaf Wada'
Mazhab Hanafi: Wukuf di
Muzdalifah, Melontar jumrah, Mencukur rambut, Tawaf Wada'
Mazhab Maliki: Haji Ifrad Ihram
dari Miqat, Mebaca talbiyah, Tawaf Qudum Mabit di Muzdalifah, Melontar jamarat,
Mencukur Rambut, Shalat thawaf, Al-Jam'u di Arafah dan Muzdalifah
Mazhab Hambali: Ihram dari Miqat,
Mabit di Muzdalifah, Melontar Jamrah, Mabit di Mina, Tawaf Wada', Mabit di
Mina, Wukuf di Arafah, Mencukur rambut
Sunnah Haji Sunnah haji maksudnya
adalah jenis amalan ibadah yang dapat menambah pahala bila dikerjakan. Amalan
ini sebagai pelengkap pelaksanaan haji. Bila tidak dikerjakan juag tidak
mengapa karena tidak berdosa. Apa saja yang termasuk amalan sunnah dalam haji?
Berikut diantaranya:
1. Mandi besar sebelum berniat dan mengenakan
ihram.
2. Menggunakan wangi-wangian sebelum ihrom bagi
laki-laki.
3. Melantunkan Talbiyah berulang kali.
4. Melantunkan doa saat memasuki kota Mekkah.
5. Mengucapkan doa saat memasuki Masjidil Haram.
6. Memanjatkan doa saat melihat Ka’bah.
7. Melakukan Thawaf Qudum. Tarwiyah di Mina.
8. Mencium Hajar Aswad.
9. Sholat di Hijr Ismail.
10. Minum air Zam-zam.
11. Melaksanakan thawaf sunnah selama di
Mekkah.
Keutamaan Ibadah Haji Ada banyak
sekali keutamaan dalam ibadah haji, beberapa diantaranya yaitu:
1. Haji adalah amalan yang paling
utama. Dari Abu Hurayrah r.a. Rasulallah saw ditanya : "Apa amalan yang
paling utama?" Beliau menjawab, "Beriman kepada Allah." Kemudian
apa lagi?" Beliau menjawab, "jihad dijalan Allah." Kemudian apa
lagi?" "Haji mabrur", jawab Rasullallah. (H.R Bukhari no
1519)"
2. Orang Berhaji dijamin masuk
Surga jika Mabrur. 'Abdullah Ibn Mas'ud r.a. meriwayatkan bahwa Rasulallah saw.
pernah bersabda, yang artinya: “Iringilah haji dengan umrah, karena keduanya
menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa laksana api yang menyala-nyala mencairkan
besi, emas, serta perak, dan tiada pahalah untuk haji yang mabrur selain
surga." (HR. al-Tirmizi serta disahihkan oleh al-Nasa'i dan Ibn Majah)
Baca Juga: Kiat Meraih Haji Mabrur Dari Para Ulama
3. Orang Berhaji adalah tamu
Allah yang Do'anya akan dikabulkan. Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, yang artinya: “Orang yang berperang di
jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah
memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka
meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)"
Cara Pelaksanaan Haji Secara umum
pelaksanaan haji bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu haji Ifrad, haji Qiran,
dan haji Tamattu'. Berikut penjelasan terkait tiga cara pelaksanaan haji
tersebut:
1. Haji Ifrad Maksud dari haji
Ifrad adalah orang yang berhaji melakukan ihram hanya untuk haji saja. Bagi
mereka yang akan melaksanakan umroh wajib ataupun sunah boleh dilakukan setelah
kegiatan hajinya selesai.
2. Haji Qiran Haji Qiran adalah
proses pelaksanaan haji yang digabung dengan mengerjakan amalan umrah dalam
waktu bersamaan. Adapun amanlan pelaksanaan haji Qiran yang digabung dengan
amalan umroh tersebut, yaitu tawaf dan sai. Gambaran pelaksanaan haji Qiran
menurut mazhab Hanafi adalah berihram untuk umroh dan haji dari batas miqat,
dengan mengucapkan niat haji dan umrah, "Ya Allah, aku hendak berhaji dan
umrah. Mudahkanlah keduanya bagiku dan terimalah keduanya dariku"
3. Haji Tamattu Haji Tamaattu'
adalah proses pelaksanaan haji dengan mengerjakan ibadah umrah terlebih dahulu
baru kemudian melaksanakan ibadah haji.
Waktu Pelaksanaan Haji Waktu
pelasksanaan ibadah haji telah ditentukan dalam syariat, yaitu pada bulan-bulan
haji saja (Syawal hingga sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah). Waktu
pelaksanaan haji ini merujuk firman Allah ta'ala berikut ini; ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ Yang artinya;
"Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi” (QS. Albaqarah;
197)". Maksud dari bulan yang dimaklumi pada ayat diatas adalah bulan
Syawwal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Puncak
pelaksanaan ibadah haji adalah wuquf di Arafah, mulai 9 Dzulhijjah hingga
matahari terbit di 10 Dzulhijjah.
Perbedaan Haji dan Umrah
Haji dan umrah merupakan dua hal
yang saling berkaitan satu sama lain. Keduanya memiliki banyak persamaan
meliputi syarat wajib, syarat sah, kesunnahan, hal-hal yang membatalkan, dan
perkara-perkara yang diharamkan saat melakukan dua ibadah tersebut. Meski
demikian, keduanya juga memiliki beberapa titik perbedaan. Berikut ini
penjelasannya.
Hukum
Haji merupakan ibadah yang wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi
syarat wajib haji, hal ini berdasarkan firman Alah subhanahu wata’ala:
ولِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
“Dan bagi
Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke
Baitullah.” (QS Ali Imran 98). Dan
haditsnya Ibnu Umar:
بُني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا
الله وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وحج البيت، وصوم رمضان
“Islam didirikan atas lima hal, bersaksi bahwa
tiada tuhan selain Allah subhanahu wata’ala dan sesungguhnya Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam utusan Allah, mendirikan shalat, melaksanakan
zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Dari ayat dan hadits di atas
ulama merumuskan bahwa hukumnya haji adalah wajib dan tergolong persoalan
al-mujma’ ‘alaihi al-ma’lum min al-din bi al-dlarurah (yang disepakati hukumnya
oleh seluruh mazhab dan diketahui oleh semua kalangan, baik orang awam dan
khusus). Oleh karenanya seseorang yang mengingkari kewajiban haji dihukumi
murtad (keluar dari Islam), kecuali bagi orang yang sangat awam, jauh dari
informasi keagamaan. Syekh Khathib al-Syarbini berkata:
وهو إجماع يكفر جاحده إن لم يخف عليه
“Kewajiban
haji disepekati ulama, kufur orang yang mengingkarinya bila kewajiban haji
tidak samar baginya.” (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal.
206). Sedangkan hukum umrah
diperselisihkan ulama. Menurut pendapat al-Azhhar (yang kuat) hukumnya wajib,
hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah
untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196). Dan haditsnya Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu
‘anh:
عن عائشة قالت قلت يا رسول الله هل على النساء جهاد؟ قال: نعم، جهادٌ
لا قتال فيه؛ الحج والعمرة
“Dari ‘Aisyah
radliyallahu ‘anh, beliau berkata wahai Rasulullah apakah wajib bagi para
perempuan untuk berjihad? Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa
adanya peperangan yakni haji dan umrah,” (HR. Ibnu Majah dan al-Bihaqi dan
selainya dengan sanad-sanad yang shahih).
Sementara menurut pendapat
muqabil al-Azhhar (yang lemah), hukum umrah adalah sunnah. Syekh Muhammad
al-Zuhri al-Ghamrawi menegaskan:
وكذا العمرة فرض في الأظهر ومقابله أنها سنة
“Demikian pula umrah, hukumnya fardlu menurut
qaul al-Azzhar. Sedangkan menurut pendapat pembandingnya, umrah adalah sunnah.”
(Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi, al-Siraj al-Wahhaj, hal.151).
Pendapat ini berlandaskan kepada
beberapa dalil, di antaranya hadits:
سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن العمرة أواجبة هي قال لا، وأن تعتمر
خير لك
“Nabi
pernah ditanya mengenai umrah, Apakah umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan
ketika kau umrah maka itu lebih baik bagimu.” (HR. al-Turmudzi).
Al-Imam al-Nawawi dalam kitab
al-Majmu’ menyatakan bahwa para pakar hadits sepakat bahwa hadits al-Tirmidzi
di atas adalah lemah (dha’if), bahkan Ibnu Hazm menyatakan hadits tersebut
adalah bathil. Syekh Abdul Hamid al-Syarwani berkata:
عبارة الأسنى والمغني وأما خبر الترمذي عن جابر «سئل النبي - صلى
الله عليه وسلم - عن العمرة أواجبة هي قال لا وأن تعتمر خير لك» فضعيف قال في
المجموع اتفق الحفاظ على ضعفه ولا يغتر بقول الترمذي فيه حسن صحيح وقال ابن حزم إنه باطل
قال أصحابنا ولو صح لم يلزم منه عدم وجوبها مطلقا لاحتمال أن المراد ليست واجبة
على السائل لعدم استطاعته
“Dan ungkapan kitab al-Nihayah dan al-Mughni
'Sedangkan haditsnya al-Turmudzi dari Jabir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah ditanya mengenai umrah, apakah umrah wajib? Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam menjawab tidak, dan kalau kamu umrah maka lebih baik bagimu.”
Hadits at-Turmudzi adalah hadits yang lemah (dhaif). Imam Nawawi dalam kitab
al-Majmu’ berkata bahwa para hafidh hadits sepakat akan status lemah hadits
tersebut dan janganlah sampai terbujuk oleh ungkapan al-Turmudzi bahwa hadits
itu adalah hasan shahih. Syekh Ibnu Hazm berkata bahwa hadits itu adalah salah
(bathil). Beberapa pengikut Imam al-Syafi’i berkata andai saja hadits itu
shahih, maka tidak lantas memastikan ketidakwajiban umrah secara mutlak, sebab
kemungkinan yang dikehendaki adalah tidak wajib bagi si penanya karena tidak adanya
kemampuan berangkat umrah.” (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hawasyi
al-Syarwani, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz 5, hal. 6).
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kewajiban haji adalah disepakati oleh seluruh ulama,
sementara umrah masih diperselisihkan.
Rukun Dalam bab manasik, rukun
adalah ritual tertentu yang menjadi penentu keabsahan haji atau umrah (batal
bila tidak dilakukan), dan tidak bisa diganti dengan dam (denda). Rukun haji
ada lima yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut.
Sedangkan rukun umrah ada empat, niat ihram, tawaf, sa’i dan memotong
rambut. Syekh Abdullah Abdurrahman
Bafadhal al-Hadlrami berkata:
أركان الحج خمسة: الإحرام، والوقوف بعرفة،
والطواف، والسعي، والحلق. وأركان العمرة أربعة وهي: الإحرام، والطواف، والسعي،
والحلق
“Rukun-rukun
haji ada lima, yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong
rambut. Dan rukun-rukun umrah ada empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan memotong
rambut,” (Syeh Abdullah Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi
Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2,
hal. 55). Dari keterangan di atas dapat
diketahui bahwa haji dan umrah berbeda pada satu rukun yaitu wuquf di Arafah
yang hanya menjadi rukun haji, bukan umrah.
Waktu
Pelaksanaan Haji memiliki waktu
pelaksanaan yang lebih sempit dari umrah. Waktu pelaksanaan haji terbatas pada
rentang waktu mulai dari awal bulan Syawal sampai subuhnya hari raya Idul Adlha
(10 Dzulhijjah). Sedangkan umrah bebas untuk dilaksanakan kapan saja. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:
والوقت وهو في الحج من ابتداء شوال إلى فجر يوم النحر وفي العمرة
جميع السنة
“Dan
waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar
hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang
tahun. (Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah
al-Zain, al-Haromain, hal. 201).
Kewajiban Kewajiban haji dan umrah merupakan rangkaian
ritual manasik yang apabila ditinggalkan tidak dapat membatalkan haji atau
umrah, namun wajib diganti dengan dam (denda). Kewajiban haji ada lima, yaitu
niat ihram dari miqat (batas area yang telah ditentukan menyesuaikan daerah
asal jamaah haji/ umrah), menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, tawaf wada’
(perpisahan) serta melempar jumrah. Sedangkan kewajiban umrah ada dua, niat
ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram. Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari
berkata:
وواجباته: ١- إحرام من ميقات، ٢- ومبيت بمزدلفة، ٣- وبمنى، ٤- وطواف
الوداع، ٥- ورمي بحجر
“Kewajiban-kewajiban
haji yaitu ihram dari miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan
melempar batu,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini,
al-Haramain, hal. 210).
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani
berkata:
وأما واجبات العمرة فشيئان الإحرام من الميقات واجتناب محرمات
الإحرام
“Sedangkan
kewajiban-kewajiban umrah ada dua yaitu ihram dari miqat dan menjauhi
larangan-larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi
al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, al-Haramain, hal. 239).
Simpulannya, haji dan umrah memiliki perbedaan dalam hukum, rukun, waktu pelaksanaan dan kewajibannya. Secara hukum, haji hukumnya wajib dan tidak ada perbedaan ulama, sedangkan umrah kewajibannya diperselisihkan. Di lihat dari rukun, haji dan umrah berbeda dalam rukun wuquf di Arafah. Dari segi waktu pelaksanaan, haji lebih sempit dari pada umrah. Dan untuk kewajiban, haji mempunyai lebih banyak kewajiban dari pada umrah yang hanya terdapat dua saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar