Senin, 19 Oktober 2020

Najis dan Hadast

 Perbedaan Najis dan Hadast

Dalam istilah bersuci (thaharah), kita sering kali mengenal dua istilah, yakni hadats dan najis. Dua istilah ini memiliki implikasi yang berbeda sehingga kita harus mampu membedakan antara dua istilah ini. Untuk membedakan keduanya, kita perlu mengetahui ciri dari masing-masing istilah najis maupun hadats.

Perbedaan keduanya bisa dilihat dari dua hal. Pertama, ditinjau dari segi hakikatnya. Kedua, ditinjau dari segi implikasi dan hukum fikihnya. Adapun perbedaan antara hadats dan najis ditinjau dari segi hakikatnya, najis adalah perkara yang zhahir dan bisa dilihat, seperti air kencing, darah, dan lain sebagainya. Sedangkan hadats adalah perkara maknawi yang ada di dalam jasad dan tidak dapat dilihat oleh panca indra.

Adapun perbedaan secara implikasi dan hukum fikihnya, bisa dilihat dari beberapa hal: Pertama, dari segi niatnya. Niat menjadi syarat untuk menghilangkan hadats. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tidak dibutuhkan niat.

Kedua, air. Dalam menghilangkan hadats, air juga menjadi syarat. Sedangkan untuk menghilangkan najis, tidak harus dengan air. Istinja’ misalkan, bisa dilakukan dengan menggunakan batu.

Ketiga, penghilangan najis diharuskan untuk membersihkan mahal (tempat) najis sampai hilang ain (zat) najisnya. Sedangkan untuk hadats, cukup membasuh seluruh anggota badan jika hadats besar, dan cukup membasuh anggota wudhu (berwudhu) jika hadats kecil.

Keempat, menghilangkan hadas tidak perlu membeda-bedakan dan tartib. Misalnya, ketika dalam satu waktu kita kentut, kemudian buang air kecil dan buang air besar, maka tidak harus menghilangkan hadats tersebut satu per satu, melainkan langsung sekaligus. Ini berbeda dengan najis. Jika dalam satu waktu di tangan kita terkena kotoran binatang, setelah itu kaki dan muka, maka kita harus membersihkannya satu per satu.

Kelima, berkaitan dengan pengganti dari menghilangkan hadats dan najis. Jika hadats, maka menghilangkannya bisa digantikan dengan tayamum. Sedangkan najis, tidak bisa digantikan dengan tayamum. Namun pendapat ulama Hanabilah mengatakan bahwa membersihkan najis bisa diganti dengan tayamum.

Najis

Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair (darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan qubul kecuali mani. Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis, terlebih dahulu akan diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagian: 

1) Najis mukhaffafah adalah najis ringan. Misalnya kencing bayi Iaki-Iaki yang belum memakan makanan selain air susu ibu. Cara menyucikannya yaitu dengan memercikkan air pada najis. Adapun kencing bayi perempuan yang belum memakan apa-apa selain ASI, cara menyucikannya dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.

2) Najis mugholadzoh yaitu najis berat, seperti babi dan air liur anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya dibasuh (digosok) dengan tanah.

3) Najis Mutawasithah adalah najis sedang, yaitu najis yang lain daripada kedua macam yang di atas. Najis ini dibagi menjadi dua bagian:

a) Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara
mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.

b) Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.

Hadast

Hadast terbagi menjadi dua yaitu:

1. Hadast kecil, adalah hadast yang dapat disucikan dengan berwudhu. Hadas kecil mencangkup keluarnya sesuatu dari dua jalan (dubur dan kubul), hilangnya kesadaran karena mabuk, gila atau pingsan, tidur nyenyak,kecuali tidur sambil duduk, menyentuh kemaluan dan dubur dengan telapak tangan. Berikut penyebab hadas kecil.

1) Keluarnya sesuatu lewat kemaluan, maksudnya yaitu segala sesuatu yang keluar baik dari bagian depan maupun belakang. Hal itu bisa saja mencangkup air kencing, air mani dan lain-lain. Namun tak hanya itu, dapat pula berupa benda padat seperti kotoran, batu ginjal, cacing atau yang lainnya.


2) Tidur, maksudnya yaitu tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang membuat hilangnya kesadaran seseorang, termasuk juga tidur dengan berbaring atau bersandar kecuali pada tubuhnya sendiri tidak termasuk membatalkan wudhu.


3) Hilang akal, yaitu dapat berupa mabuk atau sakit. Seseorang yang hilang akal karena meminum khamar dan hilang akalnya, maka batal pula wudhunya, sama halnya dengan orang yang kesurupan maupun memiliki penyakit ayan yang mewajibkan mereka berwudhu kembali.

4) Menyentuh kemaluan, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : “siapa yang menyentuh kemaluannya maka harus berwudhu”. (HR. Ahmad dan At- Tirmizy), jadi segala tindakan yang masuk kedalam kriteria menyentuh kemaluan mengakibatkan batalnya wudhu, baik menyentuh kemaluan sendiri maupun kemaluan orang lain.

2. Hadast besar, adalah hadast yang dapat disucikan dengan mandi besar.

Hadas besar mancangkup air mani, haid (menstruasi), nifas (mengeluarkan darah sesudah bersalin), dan wiladah atau melahirkan.

 

Air mani, seseorang diwajibkan mandi jika keluarnya air mani itu karena syahwat atau dorongan gejolak nafsu baik keluar dengan sengaja ataupun tidak sengaja.


Haid atau menstruasi merupakan suatu kejadian alamiah yang terjadi pada seseorang wanita dan bersifat rutin tiap bulannya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : “haid itu adalah kotoran”, oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang di perintahkan Allah SWT kepadamu. Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqarah : 222)


Nifas yaitu keluarnya darah dari kemaluan sesorang wanita setelah melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi wajib meskipun bayi yang dilahirkan dalam keadaan mati. Begitu darah sudah berhenti sesudah melahirkan atau persalinan maka wajib hukumnya atas wanita itu mandi wajib.


Melahirkan, bagi seorang wanita yang melahirkan baik bayinya dalam keadaan hidup atau meninggal wajib hukumnya untuk melaksanakan mandi wajib, bahkan meski saat melahirkan tidak ada darah yang keluar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar