Puasa atau yang
dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah shaum merupakan salah satu ibadah yang
dijalankan umat Islam di seluruh dunia. Ibadah yang dilakukan dengan menahan
diri dari makan dan minum mulai terbit fajar sampai terbenam matahari ini tidak
hanya dilakukan di bulan Ramadan. Selain puasa Ramadan, ada beragam jenis puasa
sunnah yang juga utama untuk dilakukan dalam Islam. Berikut ini adalah puasa
wajib:
1. Puasa
Ramadhan
Yakni puasa
yang dilaksanakan selama bulan suci Ramadhan. "Wahai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas anda berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang
sebelum anda agar anda bertakwa , (Yaitu) lebih dari satu hari tertentu. "
(QS. AL-Baqoroh : 183-184)
2. Puasa Qodho
Ramadhan
Yakni puasa
yang wajib dilaksanakan untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkannya
dikarenakan udzur, sakit, atau berpergian sebanyak hari yang ditinggalkannya.
"(yaitu)
dalam lebih dari satu hari yang tertentu. Maka barangsiapa satu diantara anda
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan
wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik
baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu terkecuali anda mengetahui." (QS.
AL-Baqoroh : 184)
3. Puasa
kafarot, kifarat atau kafarat
Yakni puasa
yang dilaksanakan untuk menebus dosa akibat melakukan :
a. pembunuhan
"Dan tidak
layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), terkecuali
dikarenakan tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin
dikarenakan tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman dan juga membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh
itu), terkecuali terkecuali mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.
Jika ia (si
terbunuh) berasal dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) pada mereka
dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada
keluarganya (si terbunuh) dan juga memerdekakan hamba sahaya yang beriman.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa
dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat berasal dari pada Allah. Dan
adalah Allah Maha Mengetahui kembali Maha Bijaksana. " (QS. An-Nisa' : 92)
b. melanggar
sumpah
"Allah
tidak menghukum anda disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum anda disebabkan sumpah-sumpah yang anda
sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yakni berasal dari makanan yang biasa anda memberikan kepada
keluargamu, atau memberi baju kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
Barang siapa
tidak dapat melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari.
Yang demikianlah itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu misalnya anda bersumpah
(dan anda langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu hukum-hukum-Nya agar anda bersyukur (kepada-Nya)." (QS. Al-Maidah
: 89)
4. Puasa Nadzar
Yakni puasa
yang wajib dilaksanakan oleh orang yang bernadzar puasa sebanyak hari yang
dinadzarkan. Nabi Muhammad Rusulullah saw bersabda :
"Apabila
seseorang bernadzar menggerakkan puasa, maka nadzar itu wajib
dipenuhinya." (HR Bukhori).
Meskipun ada
puasa-puasa sunnah tertentu yang boleh dilakukan kapan saja, ternyata ada waktu
di mana puasa tidak dianjurkan bahkan dilarang.
Waktu yang tidak dianjurkan untuk berpuasa antara lain:
Berpuasa Arafah
bagi yang melaksanakan ibadah Haji. Puasa Arafah dianjurkan untuk orang-orang
yang sedang tidak berhaji.
Hanya berpuasa
di hari Jumat saja (kecuali jika hari Jumat bertepatan dengan jatuhnya hari
saat kita berpuasa Daud)
Ketika hanya
berpuasa di hari Sabtu saja. Hanya melakukan puasa di hari Sabtu ternyata
hukumnya makruh karena hari Sabtu adalah hari yang dianggap suci oleh
orang-orang Yahudi
Berpuasa di
akhir bulan Sya’ban (kecuali harinya bertepatan dengan pelaksanaan puasa Daud
atau puasa Senin Kamis.
Waktu yang
dilarang (haram) untuk melakukan puasa sunnah yakni:
Berpuasa di dua
hari besar, Idul Fitri dan Idul Adha. Khusus untuk Idul Adha, kita dianjurkan
untuk tidak makan dan minum sampai kembali dari salat hari raya
Berpuasa di
pertengahan bulan Dzulhijjah (tanggal 11, 12 dan 13). Puasa yang dianjurkan di
bulan Dzulhijjah jatuh pada 10 hari pertama saja
Wanita yang
sedang menstruasi atau nifas (setelah melahirkan)
Berpuasanya
seorang wanita tanpa izin suami
Seseorang yang
sakit sehingga membahayakan keselamatan dirinya.
Berpuasa sunnah
merupakan salah satu cara kita mendekatkan diri kepada Allah di luar
ibadah-ibadah wajib yang diperintahkan. Ini karena Allah menyukai orang-orang
yang melakukan kebaikan selain yang telah diwajibkan-Nya. Karena saat berpuasa
kita dianjurkan untuk menghindari hal-hal yang dilarang, ini akan menjadi
sarana latihan bagi kita untuk semakin mendekat kepada Allah SWT.
Selain puasa
Ramadan, ada beragam jenis puasa sunnah yang juga utama untuk dilakukan dalam
Islam. Meskipun hukumnya dianjurkan untuk dilakukan di waktu-waktu tertentu,
puasa sunnah tidak boleh dilakukan berturut-turut tanpa berbuka sama sekali
(dilakukan setiap hari). Jika puasa Ramadan hukumnya wajib dan merupakan ibadah
inti, maka puasa sunnah adalah ibadah pelengkap. Sama dengan salat wajib yang
dilengkapi salat sunnah, puasa sunnah juga tidak wajib dilakukan namun memiliki
banyak keutamaan bagi yang melaksanakannya.
Rasulullah SAW
tidak pernah mengajarkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Apalagi jika ajaran
itu berbentuk ibadah. Lebih dari sekadar mendapatkan pahala, semua ibadah
memiliki hikmah dan manfaat bagi yang menjalankannya. Hal ini disampaikan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
“Setiap amalan
kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh
kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang setimpal. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku.
Aku sendiri yang akan membalasnya, karena seseorang itu telah meninggalkan
syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua
kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika
berjumpa dengan Rabbnya. Sesungguhnya aroma mulut orang yang berpuasa lebih wangi
di sisi Allah daripada harum minyak kasturi.”
Ada banyak
sekali hikmah dan kebaikan yang akan kita dapatkan dari berpuasa antara lain:
1. Melatih Diri
Mengendalikan Hawa Nafsu
Puasa sunnah
dilakukan dengan cara menahan diri dari segala hal yang berhubungan dengan
nafsu dunia mulai dari Subuh hingga azan Maghrib berkumandang. Larangan untuk
makan, minum dan berhubungan suami istri adalah sebuah latihan untuk membuat
kita mampu mengelola hawa nafsu dan emosi. Puasa sunnah juga mengajarkan kita
untuk sabar dan makan dengan jumlah yang sewajarnya saat sahur dan berbuka.
2. Melatih
Kesederhanaan Hidup
Normalnya
ketika kita berpuasa, konsumsi makanan akan berkurang dibanding hari-hari
biasa. Ini bisa melatih kita untuk hidup sederhana dan bercermin pada nasib
orang lain yang tidak seberuntung kita. Dengan melakukan puasa kita bisa lebih
mudah berempati serta merasakan hal yang sama dengan orang-orang yang kurang
beruntung.
3. Menjaga
Kesehatan Tubuh
Puasa sudah
lama diketahui bisa membuat tubuh membuang racun-racun di dalamnya. Dengan
melakukan puasa, tubuh secara otomatis akan melakukan detoksifikasi sekaligus
beristirahat dari segala macam makanan dan minuman yang tidak menyehatkan.
Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa puasa bisa membantu menurunkan kadar gula dan
kolesterol dalam darah. Penderita penyakit seperti diabetes dan obesitas
dianjurkan oleh ahli kesehatan untuk sesekali berpuasa. Puasa sunnah bisa
menjadi pilihan ibadah yang menyehatkan untuk kita.
4. Membiasakan
Diri untuk Taat Beribadah
Puasa sunnah
ada banyak jenisnya. Dan karena hukumnya tidak wajib, banyak orang yang pasti
merasa berat melakukannya. Memilih salah satu dari jenis puasa sunnah dan
melakukannya secara konsisten akan membuat kita terbiasa dalam beribadah.
Dengan melaksanakan ibadah sunnah, ibadah wajib pun akan menjadi semakin mudah
dilaksanakan.
5. Meniru
Kebiasaan Mulia Rasulullah SAW
Seperti yang
telah disebutkan dalam Al Quran, Rasulullah adalah sebaik-baiknya suri
tauladan. Segala kebaikan yang dilakukan oleh beliau adalah contoh yang patut
kita tiru, termasuk kebiasaannya melakukan puasa sunnah. Saat ibadah sunnah
dilakukan secara konsisten, ini akan menjadikan kita pengikut Rasulullah yang
beruntung.
Perlu diingat
bahwa Allah lebih menyukai ibadah yang sedikit namun dilakukan terus-menerus
daripada yang banyak tapi hanya dilaksanakan sekali saja.Ada banyak sekali
jenis puasa sunnah yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Masing-masing
puasa ini memiliki keutamaannya masing-masing. Simak beberapa di antaranya
berikut ini!
Puasa Senin Kamis
Ibadah puasa
sunnah yang paling umum dan paling sering kita dengar adalah puasa Senin Kamis.
Puasa yang dilaksanakan setiap hari Senin dan hari Kamis ini merupakan ibadah
puasa sunnah yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW. Ada beberapa hadis
yang menyebutkan tentang puasa Senin Kamis.
Dari Abu
Qotadah Al Anshori RA, Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa pada hari
Senin, lantas beliau menjawab, “Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari
aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.”(HR. Imam Muslim No. 1162).
Keutamaan puasa
di hari Senin dan Kamis juga disebutkan dalam hadis lain yakni:
“Pintu surga
dibuka pada hari Senin dan kamis. Setia hamba yang tidak berbuat syirik pada
Allah sedikit pun akan diampuni (pada hari tersebut) kecuali seseorang yang
sedang bermusuhan atau memiliki masalah dengan saudaranya. Kelak akan dikatakan
pada mereka, ‘Akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Imam
Muslim No. 2565).
Ada dua
keutamaan yang bisa kita dapatkan dengan melakukan puasa Senin Kamis. Yang
pertama adalah mendapatkan pahala karena beramal di waktu yang diutamakan (hari
Senin dan Kamis merupakan hari di mana catatan amal kita dilaporkan kepada
Allah SWT) dan yang kedua adalah kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat
setiap minggunya.
Puasa Daud
Puasa Daud
dikatakan sebagai puasa sunnah yang paling berat. Ibadah ini dicontohkan oleh
Nabi Daud AS dan juga dilakukan oleh Rasulullah SAW. Caranya yakni dengan
melakukan selang-seling dalam berpuasa (sehari berpuasa dan sehari tidak).
Puasa Daud juga merupakan ibadah puasa sunnah yang paling disukai Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
“Sebaik-baik
salat di sisi Allah adalah salatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Dan sebaik-baik
puasa di sisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dulu tidur di pertengahan
malam dan beliau salat di sepertiga malamnya kemudian tidur lagi di
seperenamnya. Sedangkan puasa Daud adalah puasa sehari dan tidak berpuasa di
hari berikutnya.”
Karena puasa Daud dilakukan hampir setiap hari, Rasulullah tidak menganjurkan kita untuk menambah puasa sunnah lainnya (jika sudah melakukan puasa Daud).
Puasa Syawal
Seperti
namanya, puasa sunnah ini adalah puasa yang dilakukan di bulan Syawal (setelah
bulan Ramadan). Puasa Syawal dilakukan sebanyak 6 hari, boleh berturut-turut
dan boleh tidak. Salah satu keutamaan puasa Syawal disebutkan dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
“Barangsiapa
yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka pahala
yang dia dapatkan seperti orang yang berpuasa setahun penuh.”
Keutamaan
lainnya disebutkan dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
“Dari Tsauban,
bekas budak Rasulullah SAW, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa
berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fitri, maka ia telah
menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan,
maka akan dibalas sepuluh kebaikan yang sama besarnya.”
Puasa Ayyamul
Bidh
Ibadah sunnah
lain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah puasa yang dikerjakan sebanyak 3
hari di bulan Hijriyah (kalender Islam). Puasa yang dikenal dengan nama Ayyamul
Bidh ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15. Karena dilaksanakan saat bulan
bersinar penuh, puasa ini juga disebut dengan puasa hari putih.
Adapun hadis
yang menjadi referensi dalam pelaksanaan puasa Ayyamul Bidh adalah:
Dari Ibnu
Milhan Al Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13,
14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu
seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434).
Puasa
Dzulhijjah
Dzulhijjah
merupakan ibadah puasa sunnah yang dilakukan sebanyak 10 hari di bulan
Dzulhijjah. Puasa ini dilakukan sebanyak 9 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Di
hari kesepuluh yang bertepatan dengan pelaksanaan hari raya kurban, kita hanya
diminta untuk berpuasa hingga selesai melaksanaan salat hari raya. Setelahnya,
kita tidak diperbolehkan melanjutkan puasa karena hukumnya menjadi haram.
Keutamaan puasa
Dzulhijjah bisa kita temukan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi yang berbunyi, “Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah untuk
dipakai beribadah lebih dari sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Berpuasa
pada siang harinya sama dengan berpuasa selama satu tahun dan salat pada malam
harinya sama nilainya dengan mengerjakan salat pada malam lailatul qadar.”
Puasa Arafah
Puasa Arafah
berhubungan langsung dengan puasa Dzulhijjah karena dilaksanakan pada hari
kesembilan di bulan Dzulhijjah atau menjelang hari raya Idul Adha. Dinamakan
puasa Arafah karena di hari tersebut umat Islam yang berhaji sedang
melaksanakan ibadah wukuf di Arafah. Puasa Arafah memiliki satu keistimewaan
yang sangat besar yakni dihapuskan dosanya setahun yang lalu dan setahun yang
akan datang.
Ini sejalan
dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah Al Anshari RA, “Dan
Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari Arafah. Maka, Rasulullah
bersabda, ‘Puasa ini dapat menebus dosa setahun yang telah lalu dan setahun
yang akan datang’.” (HR Imam Muslim).
Puasa Asyura
Puasa Asyura
adalah puasa sunnah yang dilaksanakan setiap tanggal 10 di bulan Muharram.
Keutamaan puasa Asyura disebutkan dalam sebuah hadis.
“Keutamaan
puasa Asyura adalah dihapuskan dosa-dosa kecil pada tahun sebelumnya.” (HR.
Imam Muslim).
Puasa Muharram
Puasa Muharram
pada dasarnya merupakan sebutan untuk semua ibadah puasa sunnah yang dilakukan
pada bulan Muharram. Di zaman dulu, orang-orang Yahudi dan Nasrani juga
melakukan puasa setiap tanggal 10 Muharram.
Agar tidak sama dengan ibadah mereka, Rasulullah lantas menganjurkan
umat Islam untuk mengiringi puasa Asyura dengan puasa tambahan sehari sebelum
atau sesudahnya. Ini merupakan bagian dari puasa Muharram.
Keistimewaan
berpuasa di bulan Muharram disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari yang berbunyi, “Puasa Muharram adalah puasa yang paling utama setelah
puasa di bulan Ramadan.”
Puasa Sya’ban
Bulan Sya’ban
adalah bulan yang istimewa karena setelahnya umat Islam menyambut datangnya
Ramadan. Dalam sebuah hadis disebutkan
bahwa Rasulullah tidak banyak berpuasa di bulan-bulan lain kecuali bulan
Sya’ban.
Dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan oleh An Nasa’i disebutkan, “Bulan Sya’ban adalah bulan
di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadan. Bulan
tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, tuhan semesta
alam. Karenanya, aku suka berpuasa saat amalanku dinaikkan ke hadapan-Nya.”
Tidak ada
tanggal khusus yang dianjurkan untuk melakukan puasa Sya’ban. Kita boleh
melakukannya tanggal berapa saja dan dengan jumlah hari yang kita sanggupi.
Puasa di bulan Sya’ban juga disebut sebagai ibadah latihan sebelum kita memasuki
bulan Ramadan saat umat Islam diwajibkan berpuasa sebulan penuh.
Puasa di
Bulan-bulan Haram
Yang dimaksud
dengan bulan-bulan haram adalah bulan yang dihormati. Di bulan-bulan tersebut
kita dianjurkan untuk melakukan ibadah sebanyak-banyaknya, termasuk berpuasa.
Adapun yang termasuk kategori bulan haram adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah,
Muharram dan Rajab.
Hal-hal yang
membatalkan puasa
Beberapa hal
yang membatalkan puasa adalah:
"(1)
Masuknya benda kedalam tubuh dengan sengaja melalu lubang yang terbuka (mulut,
hidung, dan lain-lain), atau (2) melalui jalan yang tertutup, seperti benda
yang masuk ke otak melalui kepala. Yang dikehendaki dalam hal ini adalah bahwa
orang yang berpuasa mencegah sesuatu yang bisa masuk kedalam anggota tubuh. (3)
Mengobati orang yang sakit melalui dua jalan (qubul dan dzubur). (4) Muntah
dengan sengaja, namun apabila tidak disengaja maka puasanya tidak batal. (5)
Bersetubuh dengan sengaja. Namun tidak batal apabila lupa (kalau sedang puasa).
(6) Keluar mani karena bertemunya dua kulit (antara laki-laki dan perempuan)
walaupun tanpa berjima’. Diharamkan apabila mengeluarkannya dengan tangan,
namun tidak diharamkan seumpama dikeluarkan dengan tangan istrinya atau
budaknya (tapi tetap batal). Pengarang kitab (mushannif) telah memisahkan
apabila keluar mani disebabkan karena mimpi maka itu tidaklah batal. (7) Haid,
(8) Nifas, (9) Majnun (gila), (10) Murtad. Maka, apabila salah satu dari yang
disebutkan itu terjadi, batallah puasa seseorang.”
Disamping 10 hal yang membatalkan puasa
diatas. Ada juga hal-hal lain yang membatalkan pahala puasa. Pembatal pahala
puasa ini patut di cermati, agar puasa yang dilakukan tidak hanya memperoleh
lapar dan dahaga saja. Sebagaimana yang pernah disabda Nabi Muhammad Shalallahu
'Alayhi wa Sallam :
رُبَّ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
"Betapa
banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali
hanya lapar” (HR. Ibnu Majah)
رُبَّ
صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ
“Betapa ada
orang yang berpuasa yang didapat daripuasanya hanya lapar saja” (HR. Al-Hakim)
Maksud dari ungkapan hadits tersebut adalah
tidak ada pahala puasa baginya, namun taklif (beban) kewajiban puasa baginya
gugur. Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa hal itu terjadi karena orang yang
puasa ketika berbuka dengan perkara yang haram, atau berbuka disertai melakukan
ghibah, atau orang tersebut tidak menjaga anggota badannya dari perkara-perkara
dosa.
Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
من
لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
“Barangsiapa
yang tidak meninggalkan ucapan yang zuur (buruk) dan mengamalkannya, maka tidak
ada hajat bagi Allah dalam hal ia meninggalkan makannya dan minumnya (yakni
Allah tidak butuh pada puasanya)” (HR Al-Bukhari)
الصِّيَامُ
جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ
فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
“Puasa adalah
perisai, maka janganlah seseorang berbicara kotor dan jangan pula bertindak
bodoh. Jika ada seseorang menggangumu atau mencacimu, maka katakanlah,
“Sesungguhnya aku sedang berpuasa” dua kali”. (HR. Bukhari)
Dari hadits diatas, perkara-perkara yang buruk
menjadi sebab batalnya pahala puasa. Maka, wajar saja jika ulama juga
membawakan riwayat yang jika ditinjau dari sisi sanadnya memang perlu dikaji
ulang, sebagian mengatakan dloif, namun jika ditinjau dari sisi matannya adalah
shahih, sebab tersebut memang hal-hal yang membatalkan pahala puasa. Riwayat
tersebut adalah;
خمس
يفطرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة
“5 hal yang
merusak puasa seseorang (maksudnya merusak pahala puasa seseorang), yakni :
1. Bohong
2. Ghibah
(gosip)
3. Namimah
(mengadu domba)
4. Bersumpah
palsu
5. Memandang
dengan syahwat”.
Riwayat diatas terdapat dalam kitab Ihya’
Ulumuddin Al Ghazali, dan beberapa kitab fiqih juga menyebutkan riwayat senada
dengan diatas, seperti Mughni Muhtaj dan lain sebagainya.
Namun, hal yang merusak pahala puasa tidak
hanya itu, sebab perkara yang tidak baik itu banyak. Seperti berbicara kotor
(jorok), bertikai, dan lain sebagainya.