Senin, 02 November 2020

Sholat

Sholat secara bahasa berarti do'a. Adapun secara syari'at, sholat adalah perkataan dan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Sholat yang diwajibkan kepada semua muslim ada lima. Wajib di sini hukumnya fardhu 'ain, atau kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim.Sholat lima waktu mulai diwajibkan pada malam Isra' yaitu 10 tahun lebih tiga bulan dari kenabian Muhammad SAW, tepatnya malam 27 Rajab. Sholat Shubuh pada hari itu belum diwajibkan, karena belum ada tuntunan cara melakukannya.

Sholat lima waktu diwajibkan kepada seluruh umat muslim yang sudag baligh, berakal. Sholat tidak diwajibkan bagi orang kafir asli, anak kecil, orang gila, epilepsi, dan orang yang mabuk yang tidak dibuat atau tidak disengaja. Adapun orang yang murtad dan mabuk atau hilang akal dengan sengaja, maka tetap wajib sholat. Sholat tidak diwajibkan bagi orang yang haid dan nifas, karena orang yang sedang haid dan nifas sholatnya tidak sah.

Bagi orang yang melewatkan sholat, hendaknya ia segera mengganti sholat yang ditinggalkan tersebut atau mengqadha'nya. Jika meninggalkannya karena udzur seperti lupa atau tidur yang tidak sengaja (secara ceroboh), hukum menggantinya sunah. Sholat qodho' dilakukan secara tertib urutan sholat sebelum  mengerjakan sholat fardhu. Dan sholat qodho' tanpa udzur wajib didahulukan sebelum mengqodho sholat yang ditinggalkan dengan udzur.

Orang yang meninggal dunia dan mempunyai tanggungan sholat, maka tidak dapat diganti dengan fidyah. Sebagian ulama mengatakan sholat tersebut bisa dikerjakan oleh keluarga, saudara, atau teman yang masih hidup.

Syarat Sah Sholat

Syarat adalah sesuatu yang menjadikan sahnya sholat, namun bukan bagian dari sholat iru sendiri. Sayarat sah sholat harus didahulukan dari pada rukun sholat. Syarat sah sholat ada lima, yaitu:

1. Suci dari hadats dan janabah, maksudnya di sini adalah suci dari hadast dan najis.

2. Suci badan, pakaian, dan tempat, dari najis

3. Menutup aurat

4. Masuk waktu sholat

5. Menghadap kiblat

Rukun sholat

Rukun sholat adalah kewajiban yang ada dalam pelaksanaan sholat. Terdapat 14 rukun sholat, yaitu:

1. Niat

2. Takbiratul ikhram

3. Berdiri jika mampu

4. Membaca surat Al-Fatihah

5. Ruku'

6. Itidal

7. Dua sujud

8. Duduk antara dua sujud

9. Tuma'ninah pada setiap ruku', dua sujud, duduk di anatara dua sujud, dan i'tidal

10. Tasyahud akhir

11. Shawalat kepada nabi pada tasyahud akhir.

12. Duduk membaca tasyahud dan sholawat nabi

13. Salam pertama, minimal mengucapkan assalamu'alaikum.

14. Tartib

Hal-hal yang dapat membatalkan sholat:

1. Niat memutus sholat

2. Ragu-ragu dalam memutus sholat

3. Melakukan gerakan banyak

4. Berucap atau bicara

5. Makan dan minum

6. Menambah rukun dengan sengaja

7. Meyakini fardhu sholat sebagai sunnah karena main-main.

Sholat sunah

Dalam studi fiqih, sebagaimana yang disebutkan Syekh Abu Muhammad Mahmud dalam kitab Al-Binâyah Syarhul Hidayah (terbitan Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, juz II, 2000 M, halaman 141), shalat sunah atau shalat di luar shalat fardlu dapat dikategorikan menjadi dua kategori. Pertama, yang berkaitan dengan waktu. Kedua, yang berkaitan dengan sebab.

Dalam konteks ini, shalat sunah rawatib, shalat tahajud, shalat witir, shalat dluha, tak terkecuali shalat tarawih, shalat sunah idul fitri, dan idul adlha, termasuk ke dalam kategori pertama karena harus ditunaikan pada waktunya. Sedangkan shalat sunah hajat, shalat istikharah, shalat istisqa, shalat gerhana, shalat jenazah, termasuk ke dalam kategori berikutnya karena yang ditunaikan setelah ada sebab tertentu.

Selanjutnya, shalat sunah atau shalat di luar shalat fardlu yang berkaitan dengan sebab juga terbagi lagi menjadi tiga. Pertama, shalat sunah karena sebab mutaqddim (sebab yang mendahului), seperti shalat sunah tahiyatul masjid dan shalat sunah wudlu. Kedua, shalat sunah karena sebab muqarin (sebab yang membarengi), seperti shalat sunah istisqa dan shalat sunah gerhana. Ketiga, shalat sunah karena sebab muta’akhir (sebab yang muncul belakangan), seperti shalat istikharah dan shalat tobat.

Pandangan para ulama Syafi‘i yang dikutip Syekh ‘Abdurrahman bin Muhammad ‘Audh Al-Jaziri dalam bukunya menegaskan  “Adapun shalat sunah yang memiliki sebab mutaqaddim (sebab yang mendahului), seperti shalat tahiyatul masjid, shalat sunah wudlu, dan dua rakaat thawaf, adalah sah tanpa makruh dilakukan pada waktu-waktu terlarang, karena adanya sebab yang mendahului, yaitu thawaf, wudlu, dan masuk masjid. Demikian pula shalat yang memiliki sebab muqarin (sebab yang membarengi), seperti shalat istisqa dan shalat kusuf atau gerhana, juga sah dilakukan pada waktu terlarang karena ada sebab yang menyertai, yaitu kekeringan dan menghilangnya matahari. Sementara shalat sunah yang memiliki sebab mutaakhir (sebab yang muncul belakangan), seperti shalat sunat istikharah dan shalat sunah tobat tidak sah karena belakangannya sebab,” (Lihat Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘ala Madzahibil Arba‘ah, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, juz I, halaman 336).

Dengan demikian, shalat sunah gerhana, shalat istisqa, shalat jenazah, shalat tahiyatul masjid, dan shalat syukrul wudlu tergolong ke dalam kategori pertama dan kedua. Semua shalat itu memiliki sebab mutaqadim dan muqarin sehingga boleh ditunaikan kapan saja, bahkan pada waktu-waktu terlarang sekalipun. Sedangkan shalat sunat hajat, shalat istikharah, shalat tobat, dan shalat tasbih—kendati shalat tasbih ini tidak bergantung pada sebab dan waktu—tergolong ke dalam kategori ketiga karena memiliki sebab muta’akhir sehingga tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu terlarang, yakni:

1. Setelah shalat subuh hingga terbit matahari.

2. Saat terbit matahari hingga ia naik kira-kira satu tumbak.

3. Saat matahari tepat di atas langit (istiwa) hingga ia tergelincir ke arah barat.

4. Setelah shalat ashar hingga terbenam matahari.

5. Saat matahari terbenam dan berwarna kekuningan hingga ia terbenam sempurna.

Dari ulasan di atas, jelaslah bahwa shalat hajat, shalat istikharah, dan shalat tobat termasuk shalat sunah yang memiliki sebab muta’akhir dan waktu pelaksanaannya cukup longgar sehingga tidak mengakibatkan cepat hilangnya sebab jika tidak segera dijalankan. Karenanya, shalat-shalat sunah tersebut dapat dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam, selama tidak dalam waktu terlarang sebagaimana yang disebutkan di atas. Hanya saja, demi menuai keutamaan untuk shalat-shalat tertentu, seperti shalat hajat dan istikharah, yang keduanya menyangkut permohonan seorang hamba ke hadirat Allah, maka waktu malam terutama sepertiganya merupakan waktu terbaik berdasarkan beberapa hadits.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar