Kamis, 06 Mei 2021

Qishash Al-Qur'an (Kisah-kisah dalam Al-Qur'an)

Definisi Qishash Al-Qur’an

Qishash al-Qur’an merupakan kata yang tersusun dari dua kalimat yang berasal dari bahasa arab, yakni dari kata Qishash dan al-Qur’an. Kata qishash merupakan jamak dari qishshah yang berarti kisah, cerita, atau hikayat17. Kalimat qishash bentuk plural dari kata qish-shah,18apabila disambung dengan al-Qur’an maka boleh dibaca qishash atau qishash, maka menjadi qishash Al-Qur’an atau Qishashul Qur’an, kedua-duanya dalam bahasa Indonesia berarti kisah-kisah al-Qur’an.

Kata kisah mempunyai persamaan makna dalam bahasa arab dengan lafaz sejarah, tarikh, sirah, dan atsar19. akan tetapi kata-kata itu tidak terdapat dalam al-Qur’an, hanya kata kisah yang dipakai al-Qur’an setelah menceritakan suatu rangkaian, baik itu kisah Nabi dengan umatnya maupun kisah-kisah lainnya.

Maka kisah secara bahasa mempunyai banyak arti ada yang artinya mengikuti jejak, berita yang berurutan dan urusan, berita, perkara, dan keadaan.Jadi, dari keterangan kata kisah menurut bahasa, dapatlah dikatakan bahwa kisah al-Qur’an adalah kisah-kisah yang tedapat dalam al-Qur’an.

Imam Fakhruddin al-Razi mendefinisikan kisahal-Qur’an sebagai kumpulan perkataan-perkataan yang memuat petunjuk yang membawa manusia kepada hidayah agama Allah dan menunjukkan kepada kebenaran serta memerintahkann untuk mencari sebuah keselamatan20. Ada juga yang mendefinisikan dengan pemberitaan al-Qur’an tentang hal ihwal umat yang  telah lalu, Nubuwat/Kenabian yang terdahulu, dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi21.

Sementara yang lain seperti Quraish Shihab dalam buku Kaidah Tafsirnya mengatakan bahwa kisah al-Qur’an adalah menelusuri peristiwa atau kejadian dengan jalan menyampaikan atau menceritakannya tahap demi tahap sesuai dengan kronologi kejadiannya22. Musa Syahin Lasin mendefinisikan dengan cerita-cerita al-Qur’an tentang keadaan umat-umat dan para Nabi-Nabi terdahulu, serta kejadian-kejadian nyata lainnya23.

Dari beberapa definisi di atas, bahwasannya kisah al-Qur’an itu informasi dari al-Qur’an yakni dari Allah yang terdapat dalam al-Qur’an untuk seluruh manusia yang mau menjadikan al-Qur’an petunjuk hidup, informasi itu tentang kisah umat-umat terdahulu, tentang kenabian, orang-orang yang tidak dapat dipastikan apakah mereka dari golongan Nabi atau orang-orang pilihan, juga menceritakan tentang peristiwa-peristiwa yang lama terjadi termasuk peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada masa Nabi Muhammad, jadi kisah al-Qur’an itu berisi pelajaran bagi manusia untuk membawa kepada petunjuk agama yang akhirnya manusia sampai kepada jalan keselamatan dunia akhirat.

Bentuk-Bentuk Kisah Dalam al-Qur’an

Nur Faizin membagi kisah al-Qur’an terdiri dari beberapa bentuk24demikian juga Muhammad Chirzin dalam bukunya al-Qur’an dan ‘Ulumul Qur’an25, yaitu:

1. Kisah para Nabi terdahulu. Kisah mengandung informasi mengenai dakwah mereka kepada kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang-orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah dan perkembangannya serta akibat-akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan syariat yang dibawa Nabi mereka, seperti kisah Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Nabi Isa dan Nabi-Nabi yang lainnya.

2. Kisah-kisah yang menyangkut pribadi-pribadi yang bukan termasuk Nabi dan golongan-golongan dengan segala kejadiannya yang dinukil oleh Allah untuk dijadikan pelajaran, seperti kisah Maryam, Dzulqarnain, Lukmanul Hakim, dan Ashabul Kahfi.

3. Kisah yang menyangkut peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa Rasulallah, seperti perang Badar, Uhud, Ahzab, dan perang Bani Nadzir.

Manfaat Kisah-Kisah al-Qur’an

Salah satu tujuan Allah menyampaikan kisah adalah agar manusia mau berfikir dan mengambil ibrah. Kisah dalam al-Qur’an bukanlah suatu cerita yang hanya bernilai sastra yang sangat tinggi saja, tetapi juga merupakan salah satu media untuk mewujudkan tujuannya, sedangkan tujuan pokok dari kisah al-Qur’an adalah pencapaian hidayah Allah bagi manusia, agar manusia mau belajar dari kisah tersebut dan mendapat hidayah dari Allah26.

Kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an memiliki tujuan dan banyak banyak mamfaat27tujuan pokok dari kisah al-Qur’an dan mamfaatnya ini diantaranya28:

1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokokpokok syariat yang dibawa oleh para Nabi Allah untuk umatnya, firman Allah;
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا نُوْحِيْٓ اِلَيْهِ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدُوْنِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya "Bahwasanya tidak ada Tuhan (Yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS Al-Anbiya 25)

2. Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya atas agama, meneguhkan kepercayaan orang-orang yang beriman tentang menangnya kebenaran serta musnahnya kebatilan bersama orang-orang pembelanya, firman Allah;
وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهٖ فُؤَادَكَ وَجَاۤءَكَ فِيْ هٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَّذِكْرٰى لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Semua kisah dari Rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hud 120)

3. Membenarkan para Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya.

4. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwanhya dengan apa yang diberitakan tentang informasi orang-orang terdahulu disepanjang kurun dan generasi.

5. Mengungkap kebohongan para ahli kitab dengan hujjah yang menyingkap keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menentang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu
dirubah dan diganti. Allah berfirman;
كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِّبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ اِلَّا مَا حَرَّمَ اِسْرَاۤءِيْلُ عَلٰى نَفْسِهٖ مِنْ قَبْلِ اَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرٰىةُ ۗ قُلْ فَأْتُوْا بِالتَّوْرٰىةِ فَاتْلُوْهَآ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.Katakanlan "(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah Dia jika kamu orang-orang yang benar". (QS. Al-Imron 93)

6. Kisah dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesanpesan yang terkandung didalamya ke dalam jiwa manusia. firman Allah;
لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۗ مَا كَانَ حَدِيْثًا يُّفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ ࣖ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf 111)

Hikmah Pengulangan kisah

Dalam al-Qur’an akan dijumpai pengulangan kisah, tetapi kisah yang berulang itu disajikan dalam bentuk yang berbeda-beda, terkadang di satu tempat ada bagian-bagian tertentu yang didahulukan dari sebuah kisah dan ditempat lainnya diakhirkan, dan ada juga suatu kisah dalam satu tempat diceritakan dalam bentuk yang sangat singkat tetapi ditempat lain muncul lagi kisah yang sama dalam bentuk yang lebih pajang uraiannya sehingga lebih lengkap lagi informasi dari sebuah kisah yang dikemukakan al-Qur’an.

Tentu Allah tidak mengulang kisah tanpa memiliki hikmah tertentu. Pengulangan itu mengandung multi fungsi dan misi33, antara lain sebagai berikut:

1. Menguatkan kesadaran atau ingatan terhadap subtansi kisah tersebut.

2. Pengulangan kisah itu merupakan salah satu bentuk kemukjizatan alQur’an, karena pengulangan kisah yang sama dalam berbagai kesempatan dengan gaya bahasa dan misi yang berlainan sulit bahkan mustahil dilakukan oleh manusia biasa.

3. Sahabat Nabi yang baru masuk Islam bisa mendengar lansung penjelasan Rasul ketika ayat qishash diturunkan kesekian kalinya, karena mungkin mereka belum mendengar kisah itu saat turun ayat qishash sebelumnya.

4. Minimnya orang yang hafal seluruh al-Qur’an, dengan adanya pengulangan kisah barangkali orang yang hanya hafal satu surat bisa memahami lebih mudah surat lain yang memuat kisah yang sama.

5. Terkadang qishash tidak dikisahkan sekaligus sempurna dengan alur maju, tetapi diceritan potongan kisah dibeberapa tempat yang berbeda sesuai konteksnya, agar tidak melelahkan sekaligus memperjelas misi.

6. Kisah yang diceritakan al-Qur’an secara terpisah dapat dijadikan pelajaran oleh umat Islam secara umum, sesuai dengan ragam problema yang dihadapi, sekaligus disesuaikan dengan tingkat strata pemahaman, strata sosial, atau strata ilmiah yang berbeda.

Sebenarnya banyak sekali hikmah dari pengulangan kisah al-Qur’an, seperti lainnya lagi untuk menunjukkan kebalaghaan al-Qur’an dalam tingkat yang sangat tinggi, menunjukkan kehebatan mukjizat al-Qur’an, dan perbedaan tujuan yang karenanya kisah itu diungkapkan34. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa suatu kisah itu sebenarnya berulang-ulang tetapi berlainan makna yang ingin disampaikannya, satu kisah diungkapkan disuatu tempat untuk menyampaikan makna tertentu dan ditempat lain makna baru lagi, karena suatu kisah itu mempunyai banyak makna dan buah hikmah yang ingin disampaikan.

Hubungan Qhashash Al-Qur’an Dan Israilliyat

Pada masa Rasullullah hidup, para sahabat manakala menemukan kesulitan dalam memahami suatu ayat di dalam al-Qur’an mereka langsung bertanya kepada Rasul.Kemudian Rasul menjawabnya dan memberikan penjelasan terhadap makna kandungan ayat tersebut.Penafsiran al-Qur’an pada masa Rasul adalah penjelasan secara langsung oleh beliau sendiri, karena orang yang memahami Al-Quran adalah Rasullullah.Keadaan ini berlangsung sampai Rasul wafat.

Ketika Rasul wafat, para sahabat banyak menemukan kesulitan dalam memahami suatu ayat.Sumber penafsiran pada masa sahabat yaitu mereka menggunakan al-Qur’an dan Hadits Rasul, mereka juga menanyakan kepada sahabat yang terlibat langsung serta yang memahami ayat tersebut.Apabila hal tersebut tidak ditemukan, mereka melakukan ijtihad yaitu yang dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kapasitas intelektual dan juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Sedangkan sumber penafsiran pada masa tabi’in adalah dengan menggunakan al-Qur’an, Hadits Rasul yaitu apa yang diriwayatkan Sahabat dari Rasullulah, dari apa yang diriwayatkan sahabat dari tafsir mereka dan melakukan ijtihad yang berdasarkan al-Qur’an dan hadits. Dan juga mengambil dari Ahli kitab yang berdasarkan kitab mereka. Selain mereka bertanya kepada sahabat, mereka juga menanyakan beberapa masalah, seperti kisah-kisah yang tercantum dalam al-Qur’an dan kisah-kisah umat terdahulu kepada tokoh-tokoh Ahli Kitab yang telah memeluk Islam yaitu orang Yahudi dan Nasrani. Hal inilah yang kemudian menjadi awal lahirnya Israiliyat.

Ditinjau dari segi bahasa, kata Israiliyat bentuk jamak dari kata isrâîlyyât berarti Hamba Tuhan, yaitu nama lain dari Nabi Ya’qub As35. Ungkapan Bani Israil dalam al-Qur’an seperti dalam surat al-Maidah : 78, al-Isra’ : 2 dan 4, juga al-Naml : 76 merujuk pada keturuan Nabi Ya’qub yang kemudian dikenal dengan nama Yahudi36Dalam sejarah disebut bahwa Nabi Ya’qub dikaruniai 12 orang anak, salah satu putranya yang menonjol bernama Yahuda yang kemudian dijadikan sebutan bagi keturunan Nabi Ya’qub37.

Sementara dari pengertian secara terminologi israiliyat adalah pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari Yahudi dan Nasrani yang terdapat dalam kitab Injil, penjelasan-penjelasan injil, kisah-kisah para Nabi, dan yang lainnya38.Ada juga yang mengatakan bahwa israiliyat adalah pengaruh kebudayaan yahudi dan Nasrani terhadap tafsir39. Kaum yahudi bukan hanya kitab taurat, akan tetapi ada nash-nash dan teks-teks lainnya yang tidak ditulis yang terdapat pada masa Nabi Musa akan tetapi melalui musyafahah, sehingga didapatilah kisah-kisah, sejarah-sejarah, tasyri’,cerita-cerita dan lain sebagainya40. kisah israiliyat sering masuk kedalam penafsiran ketika alQur’an berbicara tentang kisah dalam al-Qur’an.

Menurut Muhammad Husein Adz-Dzahabi, macam-macam cerita israiliyat itu terbagi menjadi tiga yaitu cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Seperti nama guru Nabi Musa a.s yaitu Nabi Khaidir, israiliyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan dengan syari’at, maka itu ditolak tidak boleh diterima41. israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya, itu didiamkan, tidak didustakan dan juga tidak dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula membohongkannya. Sebagaimana Sabda Nabi:
لا تُصَدِّقوا أھل الكتاب ولا تُكَذِّبوھم" ..
“Janganlah kamu membenarkan (keterangan) Ahl Kitab dan jangan pula mendustakannya. Tetapi katakanlah ‘ Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami...”(HR.Bukhari)

Seperti nama-nama ashabul kahfi, warna anjing mereka, tongkat nabi Musa dari pohon apa, nama burung yang dihidupkan Allah kepada Nabi Ibrahim, nama sapi yang dipukul oleh Bani Israil dan lain sebagainya42Memberikan pelajaran dan peringatan merupakan tujuan dari kisah alQur’an, tetapi kisah di dalam al-Qur’an bukanlah kisah yang disebut secara terperinci, hanya menyebutkan pembelajaran global atau menyebutkan bagian tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebagaiman kisah penciptaan alam raya yang tidak diceritakan secara mendetail dari proses pewahyuan, bagaimana asal mulanya, kapan penciptaan tersebut dan proses selanjutnya.

Kemujmalan kisah Qur’an seperti itu membuat seseorang merasa ingin mengetahui perincian peristiwa yang lebih detail lagi. Maka dengan rasa keinginan tahu yang tinggi untuk mengetahui suatu cerita dalam al-Qur’an dengan lebih rinci lagi sebagaimana sebuah novel atau sejarah yang diceritakan, akhirnya mencari sumber lain selain al-Qur’an dan sunnah Rasulallah. Meskipun mendetail tidak begitu urgen, sebab ia bukanlah tuntunan agama, karena Islam hanya memerintahkan untuk mempercayai dan meneladani semua yang termaktub dalam al-Qur’an tanpa berpantasi atau mengarang sesuatu yang tidak jelas kebenarannya.

Bila dihayati, kisah Qur’an yang global sudah cukup menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia, karena kisah tersebut memuat hal-hal penting atau subtansi sebuah kisah yang lengkap dan detail, bahkan terkadang menceritakan sebuah kisah secara rinci malah sering mengaburkan subtansi pesan kisah yang ingin dicapai. Dengan rasa ingin tahu yang kuat terhadap rincian kisah alQur’an, merupakan factor masuknya kisah-kisah israiliyat dalam penafsiran alQur’an.
______________
17 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, ( Surabaya : Progressif, 1997 )
1126
18 Abdul Karim Zaidan, Al-Mustafad Min Qishash Al-Qur’an Wa As-Sunnah, Jil. I, (Beirut :
Muassasa Al-Risalah, 2002) 5.
19Badri khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Cet. I ( Bandung : Pustaka Setia, 2004 )
48. lihat juga Mustafa al-Bagha danMahyudin Mustawa, al-Wâdheh Fî ‘Ulum al-Qur’an, Cet. II (
Damskus : Darl Ulumul Insaniyah ), 181
20 Fakhruddin al-Razi, Mafâtîhu al-Ghaib, Cet. III, 1420 H, 250
21Badri khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’anCet. I, ( Bandung : Pustaka Setia, 2004 )
49.
22M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, Cet. I (Tangerang : Lentera Hati, 2013) 319.
23Musa Syahin Lasin, Al-Lâlil Hisan Fi ‘Ulumul Al-Qur’an, Darusy Syuruq, 219.
24Nur Faizin, 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an, Cet. I (JawaTimur : Azhar Risalah, 2011) 156-
163
25 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an Dan ‘Ulumul Qur’an, Cet. I (Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa,
1998), , 119.
26
Mustafa al-Bagha danMahyudin Mustawa, al-Wâdheh Fî ‘Ulum al-Qur’an, Cet. II ( Damskus : Darl
Ulumul Insaniyah, 1998 ) 186
27Moh. Samin Halabi, Keagungan Kitab Suci al-Qur’an, Cet. I (Jakarta : Kalam Mulia, 2002) 96-121.
28
Mustafa al-Bagha danMahyudin Mustawa, al-Wâdheh Fî ‘Ulum al-Qur’an, Cet. II ( Damskus Darl
Ulumul Insaniyah, 1998 ) 183-186
29 Q.S. al-Anbiya’ : 25
33Nur Faizin, 10 Tema Kontroversial ‘Ulumul Qur’an, Cet. I (JawaTimur : Azhar Risalah, 2011) 169-
170
34Badri khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Cet. I ( Bandung : Pustaka Setia, 2004 )
55-56
35 Ibnu Khaldum, Tarikh Ibnu Khaldum, ( Beirut : Dar Al-Fikr, 1981 ) 92
36Rosihon Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Ibnu Katsir, Cet.I
(Bandung : Pustaka Setia, 1999) 21
37Ibrahim Abdurrahman Muhammad Khalifah, Dirasat Fi Manahij Al-Mufassirin, ( Kairo : Maktabah
Al-Azhariyah, 1979 ) 318-319
38Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Al-Israiliyyat Wa Al-Maudu’at Fi Qutub Al-Tafsir
(Kairo : Maktabah Al-Sunnah, 407 H, 13-14.
39Muhammad Husein Adz-Zahabi, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun (Mesir : Dar Al-Mktub Al-Haditsah,
1976)165
40Ibid, 175
41Ibid.180
42Muhammad Husein Adz-Zahabi, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun (Mesir : Dar Al-Mktub Al-Haditsah,
1976) 187


Tidak ada komentar:

Posting Komentar