Pengertian Fiqh
Ibadah
Ibadah berasal
dari kata arab عبادة dan bentuk jamaknya عبادات yang berarti pengabdian,
penghambaan, ketundukan dan kepatuhan. Dari akar kata yang sama kita kenal
dengan istilah al-‘abd (hamba, budak) yang menghimpin makna kekurangan, kehinaan
dan kerendahan.[1]
Ibadah juga
bisa diartikan dengan taat yang artinya patuh, tunduk dengan
setunduk-tunduknya, artinya mengkuti semua perintah Allah Swt dan menjauhi semua
larangan yang dikehendaki oleh Allah
Swt. Karena makna asli ibadah adalah menghamba, dapat pula diartikan sebagai
bentuk perbuatan yang menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. Dalam
kitab Al-Hidayah jilid ke-satu dikatakan makna ibadah adalah :
العبادة هي التقرّب الى الله تعالى بإِمتثالِ اوامرهِ
واجْتشنابِ نوهيهِ والعمالُ بما أذَن بهِ الشرعُ
Artinya :
“Ibadah adalah
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan cara melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta beramal sesuai izin dari pembuat syariat
(Al-Hakim, Allah)”.
Konsep ibadah
menurut Abdul Wahab adalah konsep tentang seluruh perbuatan lahiriah maupun
batiniah, jasmani dan rohani yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Swt. Ibadah juga
diartikan sebagai hubungan manusia dengan yang diyakini kebesaran dan
kekuasaannya. Artinya, jika yang diyakini kebesarannya adalah Allah, maka
menghambakan diri kepada Allah. Dalam surat Al-Fatihah ayat 5 Allah Swt
berfirman :
إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ -٥-
Artinya :”Hanya
kepada engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan. (Al-Fatihah : 5)[2]
Dari sisi
keagamaan, ibadah adalah ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah, Tuhan
yang maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk perbuatan manusia di dunia, yang
dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah Swt. Semua
tindakan orang mukmin yang dilandasi dengan niat yang tulus untuk mencapai
ridho Allah Swt dipandang sebagai badah. Sesuia dengan Firman Allah Swt:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُونِ -٥٦-
Artinya: ”Tidaklah kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepadaKu.
(al-Dza-riyat: 56)[3]
Beberapa
pendapat mengenai ibadah adalah sebagai berikut:
1. Ulama tauhid mengartikan ibadah dengan
beberapa pengertian yaitu:
a. Ibadah dapat
diartikan sebagai tujuan kehidupan manusia sebagai bentuk dan cara manusia
berterimakasih kepada pencipta.
b. Ibadah
diartikan sebagai bentuk mengesakan Allah, dan tidak ada sesuatu yang
menyerupainya, sehingga kepada Allah beribadah. Sebagaimana terdapat dalam
surat An-Nahl ayat 36:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ
اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى اللّهُ
وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلالَةُ فَسِيرُواْ فِي الأَرْضِ
فَانظُرُواْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
– ٣٦-
Artinya : “Dan
sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk
menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thaghut.” kemudian di antara mereka
ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan.
Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang
mendustakan (Rasul-rasul)”.(QS. An-Nahl :36)
c. Ibadah
diartikan sebagai upaya menjauhkan diri dari perbuatan syirik, sebagaimana
firman Allah Swt. Dalam surat Al-Isra’ ayat 23:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً
Artinya : ”Dan
tuhan telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah
berbuat baik kepada ibu bapak”. (QS. Al-Isra’ :23)
d. Ibadah
artinya membedakan kehidupan ilahiah dengan penganut agama selain Islam dan
dengan orang-orang musyrik, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Kafirun ayat
3 :
وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ -٣-
Artinya :”Dan
kamu bukan penyembah apa yang aku sembah”. (QS. Al-Kfirun :3)
2. Ulama akhlak Hasbi Ash-Shidiqie
mengartikan ibadah sebagai berikut :
a. Melaksanakan semua perintah Allah Swt.
dalam praktik ibadah jasmaniah dan rohaniah dengan berpegang teguh pada syariat
islam yang benar.
b. Ibadah diartikan sebagai pencarian harta
duniawi yang halal.
3. Ulama tasawuf mengartikan ibadah sebagai
berikut :
a. Ketundukan mutlak kepada Allah dan
menjauhkan diri dari ketundukan pada hawa nafsu.
b. Ibadah diartikan perbuatan yang menepati
janji, menjaga perbuatan yang melewati batas-batas syari’at Allah dan bersabar
menghadapi musibah.
c. Beribadah berarti mengharapkan keridhaan
Allah, mengharapkan pahalanya dan menghindarkan diri dari siksanya.
d. Ibadah diartikan sebagai upaya mewujudkan
kemuliaan rohani yang diciptakan dalam keadaan suci.
e. Ibadah dalam arti menjalankan kewajiban karena Allah berhak disembah, tanpa
ada pamrih sedikitpun.
4. Pengertian menurut fuqaha (ahli fikih).
Para fuqaha
mengartikan ibadah sebagai berikut :
a. Ketaatan hamba Allah yang mukallaf yang dikerjakan untuk mencapai
keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat.
b. Ibadah adalah melaksanakan segala hak
Allah.
Dari
pengertian-pengertian dia atas, dapat disimpulkan bahwa makna ibadah adalah
ketundukan manusia kepada Allah yang dilaksanakan atas dasar keimanan yang kuat
dengan melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya dengan
tujuan mengharapkan keridaan Allah, pahala surga dan ampunannya.
Dengan demikian
pengertian fiqh ibadah adalah pemahaman ulama terhadap nash-nash yang berkaitan
dengan ibadah hamba Allah dengan segala bentuk hukumnya, yang mempermudah
pelaksanakan ibadah, baik yang bersifat perintah, larangan maupun
pilihan-pilihan yang disajikan oleh Allah dan Rasulullah Saw.[4]
Ibadah juga
dapat berupa ucapan (lafzhiyyah) atau tindakan (‘amaliyyah). Ibadah lafal
adalah rangkaian kalimat dan dzikir yang diucapkan dengan lidah. Sedangkan
ibadah amal adalah seperti rukuk dan sujud dalam shalat, wukuf di padang arafah
dan tawaf.[5]
Ruang lingkup
fikih ibadah
Sebagaimana
yang telah dijelaskan bahwa semua kehidupan hamba Allah yang dilaksanakan
dengan niat mengharap keridhaan Allah Swt. bernilai ibadah. Hanya saja ada
ibadah yang sifatnya langsung berhubungan dengan Allah tanpa ada perantara yang
merupakan bagian dari ritual formal atau hablum min Allah dan ada ibadah yang
secara tidak langsung, yakni semua yang berkaitan dengan masalah muamalah, yang
disebut dengan hablum min annas (hubungan antar manusia).
Secara umum,
bentuk ibadah kepada Allah dibagi menjadi dua yaitu; Ibadah mahdhah dan Ibadah ghoiru mahdhah. Ibadah mahdhah
adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara dzahir dan tidak
memerlukan penambahan atau pengurangan. Ibadah ini ditetapkan oleh dalil-dalil
yang kuat (qad’i ad-dilalah), misalnya perintah shalat, zakat, puasa, ibadah
haji dan bersuci dari hadas kecil dan besar.[6]
1. Shalat
Secara
etimologi berarti doa, rahmat dan istighfar (meminta ampun).[7] Menurut syara
artinya bentuk ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Firman Allah Swt :
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ-٤٥-
Artinya :
“Dan
laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji
dan mungkar”. (QS. Al-‘Ankabut :45)[8]
2. Puasa
Secara bahasa
puasa adalah menahan dari segala sesuatu, dari makan, minum, nafsu dan lain
sebagainya. Secara istilah yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkannya, mulai dari terbitnya fajar sampai terbenmnya matahari dengan
niat dan beberapa syarat. Firman Allah Swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ
الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
–١٨٣-
Artinya :
“Wahai
orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS.Al-Baqarah :183)[9]
3. Zakat
Secara bahasa
zakat artinya membersihkan. Sedangkan secara istilah agama islam adalah kadar
harta yang tertentu yang di berikan kepada yang berhak menerimanya, dengan
beberapa syarat. Firman Allah Swt :
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ
وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ
وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ -٢٧٧-
Artinya :
“Sungguh,
orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan shalat dan
menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhan-nya. Tidak ada rasa
takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (QS. Al-Baqarah :277)[10]
4. Haji
Haji asal
maknanya adalah menyengaja
sesuatu.sedangkan menurut syara’ adalah sengaja mengunjungi baitullah untuk
melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu. Firman Allah :
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ
اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً –٩٧-
Artinya : “Mengerjakan
haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang snggup
mengadakan diri kejalan Allahh. (QS. AL-Baqarah : 970)[11]
5. Thaharah (Bersuci)
Thaharah secara
bahasa adalah bersih dari kotoran, sedangkan menurut istilah adalah
menghilangkan hadats, najis atau perbuatan yang searti dengan keduanya. Seperti
mandi, wudhu dan tayamum. Allah berfirman :
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ -٢٢٢
Artinya: “Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan yang mensucikan diri”. (QS.
Al-Baqarah: 222)[12]
Ibadah ghairu
mahdhoh adalah ibadah yang cara pelakanaannya dapat direkayasa oleh manusia,
artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan kondisi, tetapi
subtansi ibadahnya tetap terjaga. Misalnya, perintah melaksanakan perdagangan
dengan cara yang halal dan bersih, larangan perdagangan yang gharar, mengandung
unsur penipuan dan sebagainya.
Ibadah
merupakan bentuk pengakuan ang hakiki dari hamba Allah bahwa dirinya adalah
alam yang akan binasa, dirinya tiada berarti, dirinya lemah, dirinya kotor dan
tidak berdaya upaya. Oleh karena itu, beribadah kepada Allah merupakan upaya
agar Allah memberikan kekuatan-Nya, melimpahkan rahmat, melimpahkan kasih
sayangnya serta membersihkan jiwa yang kotor.
3. Macam-Macam Fiqih Ibadah
Beberapa
macam-macam ibadah dilihat dari berbagai tinjauan, antara lain:
1. Dilihat dari segi umum dan khusus, ibadah
dibagi menjadi dua:
a. Ibadah umum ialah ibadah yang mencakup
semua aspek ialah kehidupan.
b. Ibadah khusus ialah ibadah yang macam dan
cara melaksanakannya ditentukan dalam syara’. Ibadah khusus inilah yang
bersifat khusus dan mutlak. Contohnya, bersuci untuk mengerjakan shalat di
lakukan menggunakan air.[13]
2. Dilihat dari tatacara melaksanakannya,
ibadah dibagi menjadi lima:
a. Ibadah badaniyyah (dzatiyyah), seperti:
shalat.
b. Ibadah maaliyah, seperti: zakat.
c. Ibadah ijtima’iyyah, seperti: haji,
shalat berjamaah, shalat idul fitri, idul adha dan shalat jum’ah.
d. Ibadah ijabiyah, seperti: tawaf.
e. Ibadah salbiyah, seperti : meninggalkan
segala sesuatu ang diharamkan ketika sedang berikhram.
3. Dilihat dari niat melaksanakannya, ibadah
dapat dibagi menjadi dua:
a. Ibadah hakiki, yakni ibadah yang dilakukan
sepenuh-penuhnya untuk ibadah semata. Misalnya, berdo’a kepada Allah Swt.
ibadah hakiki bersifat ghair ma’qulatil-ma’na, artinya maknanya tidak fahami
secara ma’qul, tidak jelas maksud dan hikmahnya. Semua perbuatan dimaksudkan
hanya semata-mata ta’abudi, sebagai bentuk memperbudak diri hanya kepada Allah.
b. Ibadah sifati artinya yang
memperbuatannya memiliki nilai-nilai ibadah. Ibadah seperti ini jelas
sifat-sifatnya atau ma’qulatul ma’na. Semua urusan ibadah sosial atau bernilai
duniawi yang mengandung unsur ukrawi, dalam pelaksanaannya, memiliki hukum asal
mubah dan tidak mutlak harus dilaksanakan.
Dengan dua
macam ibadah tersebut, ibadah itu berhubungan secara langsung dengan Allah,
artinya, tidak ada satupun ibadah yang keluar dari komunikasi hamba dengan
Allah. Adapun tekniknya ada dua macam yaitu:
1. Ibadah yang pelaksanaannya langsung
dengan Allah, seperti shalat, puasa, haji, dan berdo’a.
2. Ibadah yang dilaksanakan secara tidak
langsung, melainkan hubungan manusia dengan manusia lainnya, seperti zakat,
menuntut ilmu, inbfaq, sedekah dan lain sebagainya.
Adapun
syarat-syarat diterimanya ibadah adalah sebagai berikut :
a. Ikhlas, yakni dilaksanakan dengan
mengharapkan keridhaan Allah Swt., hanya pamrih atas nama Allah dan karena
perinahnya.
b. Ibadah dilaksanakan sesuai syari’at islam
yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
_______________
[1] Yunasril
Ali, Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah, (Jakarta : Zaman, 2012).,15
[2] Hasan
Ridwan, FIQH IBADAH, (Bandung : Pustaka Setia, 2009)., 62-64
[3] Yunasril
Ali, Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah, (Jakarta : Zaman, 2012).,15
[4] Hasan
Ridwan, FIQH IBADAH, (Bandung : Pustaka Setia, 2009).,64-69
[5] Tosun
Bayrak dkk, Energi Ibadah, (Jakarta : PT SERAMBI ILMU SEMESTA, 2007).,15
[6] Hasan
Ridwan, FIQH IBADAH, (Bandung : Pustaka Setia, 2009).,70-71
[7] Ahmad Azhar
Basyir, Falsafah Ibadah dalam Islam, (Yogyakarta : UII Press, 2003).,46
[8] SULAIMAN
RASJID, FIQH ISLAM, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2014).,53
[9] Ibid.,222
[10] SULAIMAN
RASJID, FIQH ISLAM, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2014).,192
[11]Ibid.,247
[12] Tean
Mustahik 2005, FIQIH PRAKTIS AL-BADI’AH, (Jombang : Pustaka Al-Muhibbin,
2010).,1-2
[13] Ahmad
Azhar Basyir, Falsafah Ibadah dalam Islam, (Yogyakarta : UII Press,
2003).,15-16