A. Pengertian Hadis
Hadist mempunyai beberapa sinonim/muradif menurut
para pakar Ilmu Hadis, yaitu Sunah, Khabar, dan Atsar. Secara etimologi. Kata
‘Hadis’ (Hadits) berarti الجديد/الجدة (al-jadid/al-jiddah=baharu),
atau الخَبَرُ
وَالكَلاَم (al-khabar= berita,
pembicaraan, perkataan). Sebagaimana dalam QS. Al-Dhuha : 11
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Artinya:Dan terhadap nikmat Rabbmu maka
hendaklah kamu menyebutnyebutnya (dengan bersyukur). (QS. 93:11)
Dari segi terminologi, banyak para ahli
Hadis muhadditsîn) memberikan definisi di antaranya Mahmud al-Thahân
mengemukakan :
مَاجَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صلی الله عليه و سلم
سَوَاءُ كَانَ قَوْلًا أَوْ فِعْلًا أَوْتَقْرِيْرًا.
Artinya: Sesuatu yang datang
dari Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan
atau persetujuan
Hadist merupakan sumber berita yang
datang dari Nabi saw dalam segala bentuk baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun sikap persetujuan. Hadist mempunyai 3 komponen yakni:
1. Hadist
perkataan yang disebut dengan Hadist Qawli, misalnya
sabda beliau:
إذَا الْتَقَی المُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَا
لْقَا تِلُ وَالمَقْتُوْلْ فِي النَّارِ
jika dua orang muslim bertemu dengan
pedangnya, maka pembunuh dan yang terbunuh di dalam neraka...’(HR. Al-Bukhari)
2. Hadist perbuatan, disebut Hadist Fi’li misalnya
shalatnya beliau, haji, perang dan lain-lain.
3. Hadist persetujuan, disebut
Hadist Taqiri, yaitu suatu perbuatan atau perkataan di
antara para sahabat yang disetujui Nabi. Misalnya, Nabi diam ketika melihat
bahwa bibik Ibn Abbas menyuguhi beliau dalam satu nampan berisikan minyak
samin, mentega, dan daging binatang dhab (semacam biawak
tetapi bukan biawak). Beliau makan sebagian dari mentega dan minyak samin itu
dan tidak mengambil daging binatang Ddabb karena jijik.
Seandanya haram tentunya daging tersebut tidak disuguhkan kepada beliau. (HR.
Al-Bukhari).
Di antara ulama ada yang memasukkan
pada definisi Hadis Sifat (Washfî), Sejarah (Tarîkhî) dan Cita-cita (Hammî)
Rasul. Hadis sifat (Washfî), baik sifat pisik (khalqîyah) maupun
sifat perangai (khuluqîyah). Sifat pisik seperti tinggi badan Nabi yang tidak
terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek kulit Nabi putih kemerahmerahan
bagaikan warna bunga mawar, berambut keriting, dan lain-lain. Sedang sifat
perangai mencakup akhlak beliau, misalnya sayang terhadap fakir miskin dan
lain-lain.
Sejarah hidup Rasul juga masuk ke dalam
Hadis baik sebelum menjadi Rasul maupun setelahnya. Menurut pendapat yang
kuat/râjih jika setelah menjadi Rasul wajarlah dimasukkan sebagai Sunah atau
Hadis tetapi sejarah yang terjadi sebelum menjadi Rasul, belumlah dimasukkan
Sunah kecuali jika diulang kembali atau dikatakan kembali setelah menjadi
Rasul.
Para ulama Syafi`îyah juga
memasukkan bagian dari Sunah apa yang dicita-citakan Rasul saw (Sunnah
Hammîyah) sekalipun baru rencana dan belum dilakukannya, karena beliau tidak
merencanakan sesuatu kecuali yang benar dan di cintai dalam agama, dituntut
dalam syari`at Islam, dan beliau diutus untuk menjelaskan syari`at Islam.
Seperti cita-cita beliau berpuasa hari tanggal 9 Muharram, rencana beliau
perintah para sahabat mengambil kayu untuk membakar rumah orang-orang munafik
yang tidak berjama’ah shalat Isya dan lain-lain. Sekalipun ini baru merupakan
cita-cita, tetapi telah diucapkan ucapan beliau itu Hadis qawlî yang pasti
benarnya dan alasan beliau belum mengamalkannya jelas, yakni berpulang ke
rahmat Allah.
Sunnah
Sunnah menurut bahasa
banyak artinya di antaranya السّيرةُ الْمُتْبَعَةُ suatu
perjalanan yang diikuti. misalnya
firman Allah saw dalam Surah al-Fatih/48:23:
سُنَّةَ اُللهِ
اُلَّتِی قَدْ خَلَتْ مِن قَبْل ۖ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَبْدِيْلاً
Artinya
: Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu
sekali- kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. Sunah menurut
istilah, sebagai berikut :
أَقْوَالُ
النَّبِی صلی عليه وسلم وَأَفْعَالُهُ وَأَحْوَالُهُ
Artinya : Segala
perkataan Nabi saw, perbuatananya, dan segala tingklah lakunya.
Mayoritas ulama berpendapat
bahwa Sunah sinonim Hadis bersifat umum yaitu meliputi segala sesuatu yang datang
dari Nabi dalam bentuk apapun, baik berkaitan dengan hukum atau tidak. Tetapi
sebagian ulama membedakan bahwa Sunah terfokus pada perbuatan Nabi saja dan
yang dilakukan secara terus menerus.
Para ulama berbeda dalam
mendefinisikan Sunah, perbedaan itu lebih disebabkan karena perbedaan disiplin
ilmu yang mereka miliki atau yang mereka kuasai dan ini menunjukkan
keterbatasan pengetahuan manusia yang dibatasi pada bidangbidang tertentu.
Ulama Hadis melihat Nabi sebagai figur keteladanan yang baik (uswatun hasanah),
maka semua yang datang dari Nabi adalah Sunah. Ulama Ushul melihat pribadi Nabi
sebagai pembuat syari`at (syâri `), penjelas kaedah-kaedah kehidupan
masyarakat, dan pembuat dasar-dasar ijtihad. Ahli Fikih memandang segala
prilaku Nabi mengandung hukum lima yaitu wajib, haram, sunah, makruh, dan
mubah.
Khabar
Menurut bahasa, Khabar
diartikan = النَّبأ = berita. Dari segi istilah
muhadditsîn Khabar identik dengan Hadis, yaitu segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi (baik secara marfû` atau mawqûf dan atau maqthu`) baik berupa
perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat. Di
antara ulama memberikan definisi:
مَا جَاءَ عَنِ النَّبي صلی الله عليه وسلم وَعَنْ
غَيْرِهِ مَنْ أَصْحَابِهِ أَوْ تَا بَعَ التَّابِعِيْنَ أَلتَّابِعِيْن أَوْمَنْ
دُوْنَهُمْ
Artinya: Sesuatu
yang datang dari Nabi saw dan dari yang lain seperti dfari para sahabat, tabi`in
dan pengikut tabi`in atau orang-orang setelahnya.
Mayoritas ulama melihat
Hadis lebih khusus yang datang dari Nabi, sedang Khabar sesuatu yang datang
dari padanya dan dari yang lain, termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi,
dan lain-lain. termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan lain-lain.
Misalnya Nabi Isa berkata : …, Nabi Ibrahim berkata : ….dan lain-lain, termasuk
Khabar bukan Hadis. Bahkan pergaulan di antara sesama kita sering terjadi
menanyakan khabar. Apa khabar ? Khabar lebih umum dari pada Hadis setiap Hadis
adalah Khabar dan tidak sebaliknya.
Atsar
Dari segi bahasa Atsar
diartikan البَقِيَّةُ
أَوْ بَقِيَّةُ الشَّئ peninggalan atau bekas sesuatu, maksudnya peninggalan
atau bekas Nabi karena Hadis itu peninggalan beliau. Atau diartikan= المِنْقُوْل(yang dipindahkan dari Nabi), seperti
kalimat: الدُّعَاءُ
المِأْثُوْرُdari kata atsar
artinya doa yang dipindahkan dari Nabi.
Menurut istilah ada dua
pendapat, pertama, Atsar sinonim Hadis. Kedua, Atsar adalah sesuatu yang disandarkan
kepada para sahabat (mawqûf) dan tabi`in (maqthû`) baik perkataan maupun
perbuatan. Sebagian ulama mendefinisikan :
مَا
جَاءَ عَنِ غَيْرِالنَّبِي صلی الله عليه وسلم مِنْ الصَّحَا بة أَو
التَّابِعِيْنَ أَوْ مَنْ دُوْنَهُمْ.
Artinya
: Sesuatu yang datang dari selain Nabi saw dan dari para
sahabat, tabi`in dan atau orang-orang setelahnya.
Sesuatu yang disadarkan
pada sahabat disebut berita mawqûf dan sesuatu yang datang dari tabi’in disebut
berita maqthu’. Menurut Ahli Hadis Atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi saw (marfû`), para sahabat (mawqûf), dan ulama salaf. Sementara Fuqahâ
Khurrasan membedakannya Atsar adalah berita mawqûf sedang Khabar adalah berita
marfû`. Dengan demikian Atsar lebih umum dari pada Khabar, karena Atsar
adakalanya berita yang datang dari Nabi dan dari yang lain, sedangkan Khabar
adalah berita yang datang dari Nabi atau dari sahabat, sedangkan Atsar adalah
yang datang dari Nabi, sahabat, dan yang lain.
B. Struktur Hadis
Struktur Hadis terddiri
dari beberapa bagian yaitu sanad, matan dan mukharrij. Untuk memudahkan
definisi istilah-istilah tersebut, terlebih dahulu Saudara diajak memperhatikan
contoh struktur Hadis sebagai berikut :
حَدَّ ثَنَا
مًسَدَّ دَ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ الجَعْدِ عَنْ أَبِی رَجَاءِ عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صلی الله عليه وسلم قَالَ مَنْ كَرِهَ
مِنْ أَمَيْرِهِ شَيْأً فَلْيَصِبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرجَ
مِنْ السُّلْطَأنِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً (أخرجه البخاري)
Memberitakan kepada kami
Musaddad, memberitakan kepada kami Abd al-Wârits dari al-Ja`di dari Abi Rajâ’
dari Ibn Abbas dari Nabi saw bersabda : Barang siapa yang benci sesuatu dari
pimpinannya (amir) maka hendaklah sabar, sesungguhnya barang siapa yang keluar
dari penguasa (sultan) satu jengkal maka ia mati Jahiliayah‛. (HR. al-Bukhari)
Bagimana Anda melihat
contoh kerangka Hadis di atas ? Ada 3 bagian yang perlu
anda perhatikan yaitu kalimat-kalimat yang bergaris bawah, yakni :
1. Penyandaran
berita oleh «al-Bukhâri kepada Musaddad dari Abd al-Wârits dari al-Ja`di dari
Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi‛ rangkaian penyandaran ini disebut : Sanad.
2. Isi berita yang
disampaikan Nabi : «Barang siapa yang benci sesuatu dari pimpinannya…» disebut
: Matan.
3. Sedang pembawa
periwayatan berita terakhir yang termuat dalam buku karyanya dan disampaikan
kepada kita yakni al-Bukhâri disebut : Pe-rawi atau Mukharrij. Artinya, orang
yang meriwayatkan Hadis dan disebutkan dalam kitab karyanya. Untuk memudahkan
pemahaman anda berikut ini
Sanad Hadis
Sanad menurut bahasa : ‚sesuatu
yang dijadikan sandaran, pegangan, dan pedoman. Dan menurut istilah ahli
Hadis ialah:
سِلْسِلَةُ
الرَجَالِ الْمُوْصَلَةِ اِلَی الْمَتْنِ
Artinya: Mata rantai para
periwayat Hadis yang menghubungkan sampai kepada matan Hadis
Sanad ini sangat penting
dalam Hadis, karena Hadis itu terdiri dari dua unsur yang secara integral tak
dapat dipisahkan satu dengan yang lain, yakni matan dan sanad. Hadis tidak
mungkin terjadi tanpa sanad, karena mayoritas Hadis pada masa Nabi tidak
tertulis sebagaimana Alquran dan diterima secara individu (âhâd) tidak secara
mutawâtir. Sanad disebut juga Musnad dan dari Musnad muncul pula Musnid. Musnad
sandaran berita dalam proses periwayatan Hadis atau diartikan orang yang
disandari dalam periwayatan. Sedang Musnid adalah orang yang menyandarkan
berita itu kepada orang lain. Arti Musnad berkembang memiliki 3 pengertian
:
1.
Hadis yang diterangkan Sanad-nya sampai kepada Nabi
saw, disebut Hadis
2.
Musnad sesuatu kitab Hadis yang pengarangnya
mengumpulkan segala Hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat dalam satu bab
dan yang diriwayatkan oleh seorang sahabat lain dalam bab yang tersendiri pula,
seperti Musnad Imam Ahmad.
3.
Hadist yang sandarannya bersambung (muttashil)
kepada Nabi saw (marfu `).
Matan
Kata ‚matan‛ menurut
bahasa berarti; keras, kuat, sesuatu yang nampak dan yang asli. Dalam
perkembangannya karya penulisan seseorang ada disebut matan dan ada syarah.
Matan di sini dimaksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya
menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat sedang syarah-nya dimaksudkan
penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam konteks Hadis,
Hadis sebagai matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh
para ulama, misalnya Shahîh al-Bukhârî di- syarah-kan oleh al-`Asqalânî dengan
nama Fath al-Bârî dan lain-lain.
Menurut istilah matan
adalah :
أَلْفَاظُ
الْحَدِيْثِ الَّتِی تَقُوْمُ بِهَا مَعَانِيْهِ
Artinya : Beberapa lafazh
Hadis yang membentuk beberapa makna
Matan Hadis ini sangat
penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan syariat Islam untuk
dijadikan petunjuk dalam beragama.
Mukharrij
Kharrij atau Periwayat
Hadis Kata Mukharrij isim fa`il (bentuk
pelaku) dari kata Takhrîj
atau istikhrâj dan ikhrâj yang dalam bahasa diartikan;
menampakkan, mengeluarkan dan menarik. Maksud Mukharrij di sini adalah adalah
seorang yang menyebutkan suatu Hadis dalam kitabnya dengan sanadnya. Dr. Abd
Al-Muhdî menyebutkan:
فَالْمَخْرَجُ
هُوَ ذَاكِرُ الرِّوَايَةِ كَالْبُخَارِي
Mukharrij adalah penyebut
periwayatan sepert al-Bukhari.
Misalnya jika suatu Hadis
mukharrij-nya al-Bukhari berarti Hadis tersebut dituturkan al-Bukhari dalam kitabnya
dengan sanadnya. Oleh karena itu biasanya pada akhir periwayatan suatu Hadis
disebutkan أخرجه البخاري Hadis
di-takhrîj oleh alBukhârî dan seterusnya. Atau untuk menyatakan perawi suatu
Hadis dikatakan dengan kata: رواه البخاری Hadis
diriwayatkan oleh al-Bukhârî.
Bagi perawi yang menghimpun
Hadis ke dalam suatu kitab tadwîn disebut dengan perawi dan disebut pula
Muddawin (orang yang menghimpun dan membukukan Hadis), demikian juga ia disebut
Mukharrij, karena ia yang menerangkan para perawi dalam sanad dan derajat Hadis
itu ke dalam bukunya.
Dari kata Mukharrij
keluarlah kata ‘Takhrîj‛ yang berarti menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan,
meneyebutkan dan menumbuhkan. Maksudnya menampakkan sesuatu yang tidak nampak
atau sesuatu yang masih tersembunyi, atau tidak kelihatan dan masih samar.
Takhrij memerlukan tenaga dan pikiran seperti makna kata istikhraj
yang diartikan istinbâth yakni mengeluarkan hukum dari teks Hadis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar