Senin, 07 Desember 2020

Puasa Wajib

Puasa (صوم) dalam pengertian bahasa adalah menahan dan berhenti dari sesuatu, sedangkan dalam istilah agama artinya adalah menahan dari makan, minum, dan hubungan intim atau kelamin, mulai waktu fajar sampai waktu magrib, karena mencari rindlo Allah semata.

Sedang menurut Ulama lain di sebutkan (Zakiyah: 11-1993); puasa menurut bahasa artinya: mencegah dari sesuatu. Menurut istilah artinya: mencegah sesuatu yang tertentu dari orang tertentu dengan syarat –syarat tertentu.

Ada juga yang menyatakan bahwa puasa dari segi bahasa menahan (imsak) dan mencegah (kaff) dari sesuatu . Misalnya, dikatakan ,artinya menahan dari berbicara (Zuhaili: 84-1995). Allah berfirman sebagai pemberitahuan tentang kisah Maryam: Artinya: Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah ( Q.S. 19.26 ).

Maksudnya, diam dan menahan diri dari berbicara. Orang Arab lazim mengatakan, "Shama an-Nahar” maksudnya, perjalanan matahari berhenti pada batas pertengahan siang, (seorang penyair mengatakan, "kuda yang terkendali dan kuda yang tidak terkendali. Diam terkendali dan yang lain tidak terkendali”) (Ali: 224-1992).

Sedang menurut hadis yang di riwayatkan Abu Hurairah Nabi Muhammad saw bersabda: Artinya: "Puasa adalah perisai seseorang untuk membentengi dirinya, maka barang siapa (yang berpuasa) janganlah dia mengucapkan kata-kata yang membual (omong kosong), atau janganlah dia bertingkah laku lalai; dan bila seseorang mengajak bertengkar atau memakinya, maka katakanlah: Saya berpuasa, dua kali. Dan demi Dia yang jiwaku di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dalam pandangan Allah daripada bau kesturi-dia telah menghindari makan dan minum, nafsu (syahwat)-nya demi Aku; puasa itu bagi-Ku dan Aku akan memberikan pahalanya; dan. kebajikan ini mendatangkan pahala sepuluh kali lipat" (Fathoni: 187-1987).


1. MACAM – MACAM NAFSU

Bagaimanapun dalam melaksanakan puasa wajib, selain menahan makan minum dan hubungan badan, namun ada beberapa bagian nafsu yang harus kita hindari pada saat berpuasa yaitu:

a.) Nafsu Amarah Bissu'. Nafsu ini selalu melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau menentang, bahkan patuh tunduk saja pada nafsu syahwat dan panggilan syetan. Nafsu itu selalu menyuruh ataupun mengajak kepada kejahatan (Amarah Bissu) kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah. Dan banyak sekali manusia yang menjadikan nafsunya sebagai illah (yang di patuhi dan di turuti saja).

Manusia yang seperti itu lebih sesat dari binatang yang punya hanya nafsu saia, karena mereka tidak mau menggunakan indra dan akalnya untuk memahami kebenaran; barangsiapa tersesat tidak akan mendapat petunjuk-Nya. Oleh karena itu kita jangan mengikuti nafsu tanpa ilmu pengetahuan, karena dapat menyimpang dari kebenaran. Perlu diketahui dan diingat bahwa hawa nafsu itu akan menyesatkan manusia dari jalan Allah.

b.) Nafsu Lawwamah. Nafsu ini tidak atau belum sempurna ketenangannya karena selalu menentang atau melawan kejahatan tetapi suatu saat teledor dan lalai berbakti kepada Allah, sehingga di cela dan di sesalinya.

c.) Nafsu Mutma’innah. Nafsu ini tenang pada suatu hal dan jauh dari keguncangan yang di sebabkan oleh bemacam-macam tantangan dan dan bisikan syetan.12

Sedangkan Ibnu Abbas berkata sebagai berikut: Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw, adalah orang yang paling dermawan, dan dia paling dermawan pada bulan Ramadan, ketika Jibril bertemu dengannya, dan dia menemuinya pada setiap malam Ramadan serta membaca Al Qur’an bersamanya; Maka Rasulullah saw. Dalam berbuat kebajikan lebih dermawan daripada angin yang di hembuskan (pada setiap orang)" (Hadiri, 225:1996).

Ibadah puasa merupakan ibadah Mahkdoh, suatu kewajiban yang sudah ada nash al Qur’an-nya seperti yang terdapat dalam surat al Baqoroh ayat 183 di bawah ini:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu bertaqwa. (Q.S.I.183) Sebagai orang yang beriman kita wajib menjalankan perintah Allah SWT, agar senantiasa kita mendapat rahmat serta hidayah -Nya, karena perintah Allah merupakan pertolongan untuk kita kelak di akhirat, hanya dengan mengharap  pahala yang banyak agar kita selamat dari api neraka jahanam. Seperti halnya yang terdapat dalam surat An-Nur ayat 51 yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya: "Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka di panggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan," kami mendengar dan kami patuh" (Nadawi, 206:1992). Sedangkan hadis yang menguatkan di wajibkannya ibadah puasa di bulan Ramadan, berbunyi sebagai berikut:

Artinya: ”Islam itu didirikan atas lima sendi: (1) Bersaksi Tidak ada Tuhan selain Allah SWT, dan Muhammad utusan Allah SWT, (2) menegakkan sholat, (3) Mengeluarkan zakat, (4) menunaikan ibadah Haji dan (5) Puasa di bulan Ramadan". (H.R. Bukhori).9


2. MACAM-MACAM PUASA
a. Puasa bila di tinjau dari segi pelaksanaan hukumnya dibedakan atas:

1). Puasa wajib yang meliputi puasa bulan Ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar dan puasa qodlo.

2). Puasa Sunnat atau puasa Tathowu'yang meliputi, puasa enam hari bulan syawal, puasa senin kamis, puasa hari arafah (tanggal 9 Dzulhijjah kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah haji tidak di sunnatkan), puasa hari Suro (10 Muharrom), puasa bulan Sya’ban , puasa tengah bulan (tanggal 13, 14, dan 15 bulan komariah)

3). Puasa Makruh yaltu puasa yang di lakukan terus menerus sepanjang masa kecuali bulan Haram, di samping itu makruh puasa pada setiap hari sabtu saja atau tiap jum'at saja.

4). Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu:

a) Hari Idul Fitri (1 syawal)
b) Hari Idul Adha ( 10 Dzulhyjah
c) Hari Tasri 11,12,13, Dzulhijjah).

b. Puasa wajib

1. Puasa bulan Ramadhan

Landasan hukum diwajibkan puasa bulan Ramadhan adalah: Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu bertaqwa. (Q. S. 1. 183).

2. Puasa Kifarat

Puasa (puasa tebusan) adalah puasa yang dikerjakan karena melanggar aturan yang telah ditentukan yaitu :

a. Jika orang Islam dengan tidak sengaja membunuh orang islam lain dan ia tidak bisa menebus dendanya maka apa yang terdapat dalam surat Annisa ayat 92, mengatakan: Artinya: "Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta membayar dia yang diserahkan kepada keluarganya yang si terbunuh itu, kecuali jika merdeka (keluarga terbunuh) bersedakah.

b. Jika seorang suami melakukan zhihar terhadap istrinya seperti yang terdapat dalam surat al Mujaddah ayat 3 berbunyi sebagai berikut: Artinya: Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur.

c. Jika seorang bersumpah dengan sengaja dan kemudian melanggarnya.

d. Jika seseorang membunuh dengan sengaja membunuh binatang buruan kecuali burung gagak, elang, kalajengking, tikus, anjing, dan ular.

3. Puasa nazar

Puasa nazar adalah puasa yang wajib dilakukan bagi orang yang benazar sebanyak hari yang di nazarkan. Seperti yang terdapat dalam nazarnya Siti Maryam sebagai berikutt: Artinya: “Sesungguhnya Aku telah benazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah… (Q.S. 19.26).

4. Puasa qodlo

Puasa qodlo adalah puasa yang wajib dikerjakan karena meninggalkan puasa di bulan Ramadan karena udzur, sakit atau bepergian sebanyak yang hari yang ditinggalkan seperti frman Allah yang berbunyi sebagai berikut; Artinya: … maka jika ada diantara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditiaggalkan itu pada hari-hari yang lain).

B. SYARAT RUKUN PUASA WAJIB

1. Syarat Wajib dan Puasa Ramadhan

Rukun Puasa ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Dalam hal ini, Mazhab Maliki dan Syafi’i menambahkan satu rukun yang lain, yaitu, beniat yang dilakukan pada malam hari (Zuhaili,150:1987). Kewajiban berpuasa berhubungan erat dengan muslim. Hanya orang islam saja yang diwajibkan berpuasa, dengan syarat-syarat:

a. Orang Islam

b. Baligh

c. Berakal

d. Kuat (sehat)1

Orang Islam, Mazhab Hanafi Islam merupakan syarat-sah. Dengan demikian, puasa tidak diwajibkan atas orang kafir. Sebab puasa, ibadah seorang kafir bukanlah ahli ibadah, karenanya tidak berkewajiban puasa, puasanya tidak sah.14

Baligh dan berakal, karena puasa tidak wajib bagi anak kecil, orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk, karena mereka tidak dikenai Khitab Taklifty, mereka tidak berhak berpuasa, pendapat ini berdasar pada hadis Nabi saw, berikut:

Artinya: "Pena diangkat dazi tiga orang: dari anak kecil sampai dia dewasa, dari orang gila sampai dia sadar, dan dan orang tidur sampai dia terjaga. Kuat (sehat), puasa tidak diwajibkan atas orang sakit atau musafir. Walaupun demikian, mereka wajib mengqadlanya. Kewajiban mengqadla puasa bagi keduanya ini telah disepakati oleh para ulama, tetapi jika keduanya ternyata berpuasa, puasanya di pandang sah. Dalilnya ialah ayat: Artinya: "Tiga orang terlepas daripada hukum: Orang yang sedang tidur sehingga ia bangun, orang gila sampai sembuh, kanak-kanak sampal baliqh”. (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).17

a) Menurut Mazhab Hanafi mensyaratkan tiga hal untuk ke sahan puasa yaitu:

1. Niat

2. Tidak ada hal yang menafikan puasa, baik karena haid maupun nifas.

3. Tidak ada hal yang membatalkan puasa.

4. Jika seorang wanita mengeluarkan darah haid, maka dia harus berbuka dan mengqadha puasanya

b) Mazhab Maliki berpendapat bahwa syarat-sah puasa ada empat:

1. Niat

2. Suci dari haid dan nifas,

3. Islam

4. Waktu yang layak untuk berpuasa, puasa tidak sah dilakukan pada hari Raya.

5. Mereka juga mengajukan syarat lain, yaitu berakal Puasa tidak sah dilakukan oleh orang pingsan.

c) Mazhab Syafi’i juga berpendapat bahwa syarat-sah puasa ada empa yaitu:

1. Islam

2. Berakal

3. Suci dan haid dan Nifas sepanjang siang, serta

4. Berniat

5. Puasa tidak sah dilakukan oleh orang kafir, orang gila, anak kecil yang belum mumayiz, wanita haid, dan wanita nifas.

d) Menurut madzhab Hambali, syarat sah puasa ada tiga, yaitu

1. Islam

2. Berniat, serta

3. Suci dari haid

Dari uraian di atas, tampaklah bahwa para ulama madzhab sepakat atas persyaratan niat serta suci dari haid dan nifas. Adapun, islam dijadikan syarat sah oleh jumhur, dan syarat wajib oleh madzhab Hanafi.

2. Rukun Puasa Ramadhan

Rukun Puasa ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkamya. Dalam hal ini, Mazhab Maliki dan Syafi’i menambahkan satu rukun yang lain, yaitu, berniat yang dilakukan pada malam hari.18 Dalam menjalankan kewajiban yang  arus di taati selama berpuasa ada 5 perkara:

a. Niat Mencegah makan dan minum

b. Mencegah bersenggama

c. Menjaga muntah

d. Mengetahui waktu

Puasa harus dengan niat; kalau tidak, puasanya tidak sah. Tempat niat di hati dan di lakukan pada malam harinya (menjelang berpuasa). Dam boleh niat sekali untuk satu bulan (menurut sebagian pendapat). Sesudah niat, boleh makan atau minum ataupun bersenggama sampai menjelang fajar. Niat yang bersamaan dengan terbitnya fajar, tidak boleh; sebab tidak di malam hari.

Orang yang bapuasa harus menjaga diri dari hal-hal yang membatalkannya, seperti: makan, minum, bersenggama, muntah yang disengaja. Yang dimaksud dengan makan ialah memasukkan sesuatu kedalam tubuh lewat lobang-lobang tubuh dengan sengaja dan ingat sedang berpuasa. Sedangkan bagi orang yang lupa maka tidak batallah puasanya, seperti yang terdapat dalam hadis di bawah ini:

Artinya : "Barang siapa yang lupa, sedangkan ia berpuasa, kemudian makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum". (Bukhoii dan Muslim).

Selanjutnya yang membatalkan puasa keluar darah haid dan nifas adalah sebagal konsekwensi syarat sahnya puasa (suci dan haid dan nifas), bila syarat telah tidak terpenuhi, maka gugurlah puasa tersebut. Begitu juga dengan gila, gila yang datangnya waktu sedang menjalankan puasa. Batalnya puasa karena gila adalah juga sebagai konsekwensi syarat wajib puasa yaitu salah satunya berakal, bila yang bersangkutan hilang akalnya maka salah satu syarat wajib puasa tidak terpenuhi, maka gugurlah puasa tersebut.

C. ORANG YANG UDZUR BERPUASA SAMPAI MENINGGAL DUNIA

Orang yang meninggalkan puasa (hutang puasa) sampai meninggal belum terpenuhi, ada 2 ketentuan: Belum memenuhi kewajiban puasa yang ditingggalkan, oleh karena belum ada kesempatan, seperti; belum pernah sembuh dari sakitnya, belum datang dari kepergiannya, maka tidak ada kewajiban apapun, tidak membayar fidyah dan tidak menggantikan puasanya, dan tidak berdosa. 19

Sudah ada kesempatan tetapi tidak di gunakan, hal ini ada dua pendapat:

1. Di ambilkan hartanya tiap harinya satu mud.

2. Walinya harus mengganti dengan puasa. Sedangkan menurut Imam Syafi’i berpendapat sebagai berikut: "Siapa yang sakit, lalu ia tidak sehat sehingga meninggal. Maka tidak qadha atasnya. Sesungguhnya qadha itu apabila ia telah sehat, kemudian teledor. Siapa yang meninggal dan teledor pada mengqodhokannya, maka di beri makanan untuk setiap hari daripadanya satu mud makanan untuk orang miskin (As-Syafii, 66)

Yang di perkuat oleh hadis dari riwayart Siti 'Aisyah r.a yang berbunyi sebagai berikut berdasar pada ketentuan sebagai berikut: Artinya : “Barang siapa meninggal dunia sedangkan ia memiliki tanggungan puasa, maka walinya wajib berpuasa untuknya.

Al-Bazzar meriwayatkan dengan tambahan “Jika ia mau”. Jadi, puasa seorang wali untuk si mayit sebagai kebaikan baginya, bukan kewajiban atasnya. Ini di dukung oleh riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a. Ia berkata bahwa seseorang datang menemui Nabi Muhammad saw. Lalu berkata, "Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dunia dengan membawa hutang puasa sebulan, apakah Saya bisa membayarnya?" Nabi Muhammad Saw. Menjawab: “Ya, Hutang (kepada) Allah lebih berhak untuk di bayarkan (Qardhawi, 99:2001).

 

Daftar Pustaka


Drajat Zakiyah, Prof. Dr., Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental, Cet. 4. (Jakarta: Ruhama,
1993)

Dr. Wahbah Al Zuhaili, Puasa dan I’tikaf. (Kajian Berbagai Madzab), Cet. 1, Bandung:

Rosda Group, 1995.

Maulana Muhammad Ali, Kitab Hadis Pegangan, Cet. 1., Daarul Kutubil Islamiyah: Jakarta:
1992

H. Abdurrohim Fathoni Ed –1, Syari’at Islam: Tafsir Ayat – Ayat Ibadah, Cet.1, Jakarta:
Rjawali, 1987

Choirudin Hadiri Sp, Klasifikasi Kandungan Al Qur’an, Gema Insani Press: Jakarta, 1996

Dr. A.A.A.H. Al Hasani An Nadawi, Empat Sendi Agama Islam, di sadur: Drs. Zaenudin.
At, Cet.1, Rineka Cipta: Jakarta, 1992.

Al Imam Muhammad bin Idris as Syafi’i , Al Umm, Juz. 6, Beirut Libanon: Daarul kutub al
Alamiyah.

Dr. Yusuf Qardawi, Fiqih Puasa, Darrush Syahwah, Darul Wafa’, Era Intermedia,. 2001,

 

Selasa, 01 Desember 2020

Mitos Menabrak Kucing

Pengemudi memiliki tanggung jawab besar atas apa yang dikemudikannya. Maka seseorang harus memiliki lisensi untuk dapat mengemudikan kendaraan yang biasanya disebut SIM (Surat Ijin Mengemudi). Untuk mendapatkan SIM harus melalui beberapa tahap tes teori maupun praktik. Lisensi tersebut bertujuan untuk menjamin keamanan pengendara dan masyarakat yang berada di sekitar jalan.

Namun, meski pengemudi memiliki SIM, kecelakaan masih sering terjadi. Kecelakan tersebut didominasi oleh kecerobohan pengguna jalan. Kecerobohan pengemudi selain merugikan diri sendiri juga akan merugikan orang lain. Jika sampai terjadi kecalakaan, selain pengemudi, kerugian juga akan dialami orang lain. Kecelakaan dapat menyebabkan seseorang menjadi cacat sehingga tidak dapat melakukan aktivitasnya secara sempurna. Dari sini dapat kita ketahui bahwa pengemudi sejatinya mengemban tanggung jawab yang besar.

Salah satu kecerobohan dalam berkendara adalah mengantuk. Memang, mengantuk seperti sebuah sesuatu yang tidak disengaja, ia datang tanpa kita kehendaki. Namun, kecelakaan karena mengantuk tetap dianggap sebagai kecerobohan dan kelalaian pengemudi yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain, sehingga terdapat pasal yang menjeratnya.

Dalam sebuah wawancara, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubu mengatakan, berkendara dalam keadaan mengantuk dan kelelahan sama bahayanya dengan berkendara dalam kondisi mabuk. "Sebab, otak terlambat memberikan tanggapan akan tangkapan indera kita. Ketika dalam kondisi berkendara, tidak fokus selama beberapa detik saja bisa berakibat fatal".

Hal itulah yang saya alami pada 10 November 2020 lalu. Yaitu ketika melakukan perjalanan ke Nganjuk mengantar keluarga dan pada saat perjalanan pulang, mobil yang saya kendarai menabrak pohon karena mengantuk. Syukur alhamdulillah saya sebagai pengemudi hanya luka ringan di bibir, janggut, lidah, dan dahi.

Kami berangkat dari rumah setelah Maghrib dan sampai nganjuk pukul 20.30 WIB. Lalu pada pukul 22.00 WIB saya kembali pulang ke Tulungagung sendirian. Sudah memahami diri saya sendiri, jika mengantuk sulit dikendalikan. Maka ketika sampai daerah Ngadiluwih mata saya terasa mulai pedas kemudian saya berhenti untuk tidur sejenak. Setelah menepi dan tidur, saya terbangun kemudian melanjutkan perjalanan. Ketika masuk Kabupaten Tulungagung, saya merasa ngantuk lagi dan langsung menepi. Ada warung kopi di sebelah jalan, dalam hati kecil ada keinginan untuk mampir ngopi, namun saya memilih menidurkan fisik ini.

Tak lama kemudian saya terbangun karena mendengar suara truk yang mendekat dari arah belakang. Setelah saya amati ternyata truk tersebut akan parkir di depan mobil untuk mengontrol ban. Merasa pandangan sudah terang saya lanjutkan perjalanan. Namun naas, sampai depan GOR Rejoangung mobil saya hilang kendali dan menabrak pohon. Saya tersadar ketika dibangungkan oleh pengendara truk tronton yang berhenti. Ketika saya sadar saya langsung saja starter mobil, dan ketika melihat ke depan saya melihat kap mesin mobil menjulang ke atas, lalu baru mengerti kalau sedang mengalami laka.

Saya turun dengan kesadaran penuh. Memeriksa kondisi mobil yang rusak parah di bagian pojok depan, tepat depan kabin kemudi. Lalu dalam kondisi dikerubungi orang, saya minta tethering ke salah satu penolong untuk menelfon rumah. Tak lama kemudian polisi datang dan turut mengevakuasi. Tak lama berselang mobil derek dari Unit Laka datang, disusul dengan paman dan adik yang datang dari rumah.

Dari kejadian tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ketika konfisi fisik mengantuk dan sudah mengistirahatkan, bukan jaminan rasa kantuk tersebut benar-benar pergi. Bisa jadi sesaat kemudian akan kembali menghinggapi. Berdasarkan diskusi dari beberapa pembesuk, terdapat beberapa tips untuk mengusir rasa kantuk, terutama saat dalam perjalanan. Yaitu; pertama kita harus berhenti, turun, dan melakukan senam kecil. Kedua, mampir ke warung kopi dan minum kopi. Ketiga, makan makanan ringan atau ngemil. Kalau memang sudah tidak kuat, keempat, berhenti dan tidur sampai pulas. Kalau malam hari, bila perlu sampai pagi.

Tidur satu detik saat mengemudi tetap berbahaya. Sekali lagi, bahaya tersebut tidak hanya mengancam jiwa kita sendiri, namun juga jiwa pengguna jalan lainnya. Setiap orang memiliki tanggung jawab di rumah masing-masing, barangkali mereka memiliki tanggungan anak, orang tua, atau pembiayaan lainnya. Dengan kecerobohan yang dilakukan pengemudi, akan berefek panjang pada kehidupan banyak orang.

Yang menarik dari peristiwa ini adalah ketika dalam perjalanan berangkat ke Nganjuk saya menabrak kucing. Saya berhenti lalu turun untuk memeriksa. Kucing tersebut sudah ditepikan pengendara lain, kondisinya mati. Lalu orang tersebut menawarkan apakah akan saya bawa untuk dikubur di rumah atau dikuburkan olehnya. Setelah saya tanyakan bahwa rumah pengendara tersebut tidak jauh dari tempat kejadian, saya meminta tolong untuk menguburkannya, dengan memberikan uang sebagai imbalan.

Perjalanan berangkat berjalan dengan lancar dan aman, meski diliputi rasa was-was dan kehati-hatian. Lalu sebelum berangkat pulang, doa-doa sebelum perjalanan sudah saya baca, namun kecelakaan tidak bisa dihindarkan.

Menabrak kucing menjadi mitos yang penuh misteri. Bagi orang Jawa, kucing adalah salah satu hewan yang paling keramat. Sebagian orang Jawa meyakini menabrak kucing dalam perjalanan sebagai tanda akan terjadinya kesialan. Sebelumnya saya tidak begitu percaya, karena bagaimanapun setiap yang terjadi sudah menjadi kehendak Illahi. Tapi setelah peristiwa tersebut, keyakinan-keyakinan nenek moyang perlu diperhatikan.

Menurut orang-orang yang menggenggam teguh keyakinan orang terdahulu, ketika mereka menabrak kucing yang dilakukannya adalah mencopot baju yang dipakai saat itu sebagai kain kafan kucing. Pengemudi harus menguburkannya sendiri dengan kain kafan dari baju yang dia kenakan. Untuk kebenaran tentu masih dapat diragukan. Namun perlu diketahui juga bahwa ilmu orang Jawa dulu adalah ilmu titen, yaitu hasil dari penyimpulan atas peristiwa yang terjadi berulang dalam jangka panjang.

Saya sangat beruntung dalam kecelakaan tersebut tidak menyebabkan celaka orang lain. Keberuntungan berikutnya saya hanya luka ringan. Semoga peristiwa ini dapat menjadi pelajaran bagi saya pribadi dan bagi para pembaca sekalian.






Senin, 23 November 2020

Puasa Wajib dan Sunnah

Puasa atau yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah shaum merupakan salah satu ibadah yang dijalankan umat Islam di seluruh dunia. Ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari makan dan minum mulai terbit fajar sampai terbenam matahari ini tidak hanya dilakukan di bulan Ramadan. Selain puasa Ramadan, ada beragam jenis puasa sunnah yang juga utama untuk dilakukan dalam Islam. Berikut ini adalah puasa wajib:

1. Puasa Ramadhan

Yakni puasa yang dilaksanakan selama bulan suci Ramadhan. "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas anda berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum anda agar anda bertakwa , (Yaitu) lebih dari satu hari tertentu. " (QS. AL-Baqoroh : 183-184)

2. Puasa Qodho Ramadhan

Yakni puasa yang wajib dilaksanakan untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkannya dikarenakan udzur, sakit, atau berpergian sebanyak hari yang ditinggalkannya.

"(yaitu) dalam lebih dari satu hari yang tertentu. Maka barangsiapa satu diantara anda ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu terkecuali anda mengetahui." (QS. AL-Baqoroh : 184)

3. Puasa kafarot, kifarat atau kafarat

Yakni puasa yang dilaksanakan untuk menebus dosa akibat melakukan :

a. pembunuhan

"Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), terkecuali dikarenakan tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dikarenakan tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan juga membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), terkecuali terkecuali mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.

Jika ia (si terbunuh) berasal dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) pada mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) dan juga memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat berasal dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui kembali Maha Bijaksana. " (QS. An-Nisa' : 92)

b. melanggar sumpah

"Allah tidak menghukum anda disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum anda disebabkan sumpah-sumpah yang anda sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yakni berasal dari makanan yang biasa anda memberikan kepada keluargamu, atau memberi baju kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.

 

Barang siapa tidak dapat melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikianlah itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu misalnya anda bersumpah (dan anda langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar anda bersyukur (kepada-Nya)." (QS. Al-Maidah : 89)

4. Puasa Nadzar

Yakni puasa yang wajib dilaksanakan oleh orang yang bernadzar puasa sebanyak hari yang dinadzarkan. Nabi Muhammad Rusulullah saw bersabda :

"Apabila seseorang bernadzar menggerakkan puasa, maka nadzar itu wajib dipenuhinya." (HR Bukhori).

Meskipun ada puasa-puasa sunnah tertentu yang boleh dilakukan kapan saja, ternyata ada waktu di mana puasa tidak dianjurkan bahkan dilarang.  Waktu yang tidak dianjurkan untuk berpuasa antara lain:

Berpuasa Arafah bagi yang melaksanakan ibadah Haji. Puasa Arafah dianjurkan untuk orang-orang yang sedang tidak berhaji.

Hanya berpuasa di hari Jumat saja (kecuali jika hari Jumat bertepatan dengan jatuhnya hari saat kita berpuasa Daud)

Ketika hanya berpuasa di hari Sabtu saja. Hanya melakukan puasa di hari Sabtu ternyata hukumnya makruh karena hari Sabtu adalah hari yang dianggap suci oleh orang-orang Yahudi

Berpuasa di akhir bulan Sya’ban (kecuali harinya bertepatan dengan pelaksanaan puasa Daud atau puasa Senin Kamis.

Waktu yang dilarang (haram) untuk melakukan puasa sunnah yakni:

Berpuasa di dua hari besar, Idul Fitri dan Idul Adha. Khusus untuk Idul Adha, kita dianjurkan untuk tidak makan dan minum sampai kembali dari salat hari raya

Berpuasa di pertengahan bulan Dzulhijjah (tanggal 11, 12 dan 13). Puasa yang dianjurkan di bulan Dzulhijjah jatuh pada 10 hari pertama saja

Wanita yang sedang menstruasi atau nifas (setelah melahirkan)

Berpuasanya seorang wanita tanpa izin suami

Seseorang yang sakit sehingga membahayakan keselamatan dirinya.

Berpuasa sunnah merupakan salah satu cara kita mendekatkan diri kepada Allah di luar ibadah-ibadah wajib yang diperintahkan. Ini karena Allah menyukai orang-orang yang melakukan kebaikan selain yang telah diwajibkan-Nya. Karena saat berpuasa kita dianjurkan untuk menghindari hal-hal yang dilarang, ini akan menjadi sarana latihan bagi kita untuk semakin mendekat kepada Allah SWT.

Selain puasa Ramadan, ada beragam jenis puasa sunnah yang juga utama untuk dilakukan dalam Islam. Meskipun hukumnya dianjurkan untuk dilakukan di waktu-waktu tertentu, puasa sunnah tidak boleh dilakukan berturut-turut tanpa berbuka sama sekali (dilakukan setiap hari). Jika puasa Ramadan hukumnya wajib dan merupakan ibadah inti, maka puasa sunnah adalah ibadah pelengkap. Sama dengan salat wajib yang dilengkapi salat sunnah, puasa sunnah juga tidak wajib dilakukan namun memiliki banyak keutamaan bagi yang melaksanakannya.

Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Apalagi jika ajaran itu berbentuk ibadah. Lebih dari sekadar mendapatkan pahala, semua ibadah memiliki hikmah dan manfaat bagi yang menjalankannya.  Hal ini disampaikan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang setimpal. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya, karena seseorang itu telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sesungguhnya aroma mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada harum minyak kasturi.”

Ada banyak sekali hikmah dan kebaikan yang akan kita dapatkan dari berpuasa antara lain:

1. Melatih Diri Mengendalikan Hawa Nafsu

Puasa sunnah dilakukan dengan cara menahan diri dari segala hal yang berhubungan dengan nafsu dunia mulai dari Subuh hingga azan Maghrib berkumandang. Larangan untuk makan, minum dan berhubungan suami istri adalah sebuah latihan untuk membuat kita mampu mengelola hawa nafsu dan emosi. Puasa sunnah juga mengajarkan kita untuk sabar dan makan dengan jumlah yang sewajarnya saat sahur dan berbuka.

2. Melatih Kesederhanaan Hidup

Normalnya ketika kita berpuasa, konsumsi makanan akan berkurang dibanding hari-hari biasa. Ini bisa melatih kita untuk hidup sederhana dan bercermin pada nasib orang lain yang tidak seberuntung kita. Dengan melakukan puasa kita bisa lebih mudah berempati serta merasakan hal yang sama dengan orang-orang yang kurang beruntung.

3. Menjaga Kesehatan Tubuh

Puasa sudah lama diketahui bisa membuat tubuh membuang racun-racun di dalamnya. Dengan melakukan puasa, tubuh secara otomatis akan melakukan detoksifikasi sekaligus beristirahat dari segala macam makanan dan minuman yang tidak menyehatkan.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa puasa bisa membantu menurunkan kadar gula dan kolesterol dalam darah. Penderita penyakit seperti diabetes dan obesitas dianjurkan oleh ahli kesehatan untuk sesekali berpuasa. Puasa sunnah bisa menjadi pilihan ibadah yang menyehatkan untuk kita.

4. Membiasakan Diri untuk Taat Beribadah

Puasa sunnah ada banyak jenisnya. Dan karena hukumnya tidak wajib, banyak orang yang pasti merasa berat melakukannya. Memilih salah satu dari jenis puasa sunnah dan melakukannya secara konsisten akan membuat kita terbiasa dalam beribadah. Dengan melaksanakan ibadah sunnah, ibadah wajib pun akan menjadi semakin mudah dilaksanakan.

5. Meniru Kebiasaan Mulia Rasulullah SAW

Seperti yang telah disebutkan dalam Al Quran, Rasulullah adalah sebaik-baiknya suri tauladan. Segala kebaikan yang dilakukan oleh beliau adalah contoh yang patut kita tiru, termasuk kebiasaannya melakukan puasa sunnah. Saat ibadah sunnah dilakukan secara konsisten, ini akan menjadikan kita pengikut Rasulullah yang beruntung.

Perlu diingat bahwa Allah lebih menyukai ibadah yang sedikit namun dilakukan terus-menerus daripada yang banyak tapi hanya dilaksanakan sekali saja.Ada banyak sekali jenis puasa sunnah yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Masing-masing puasa ini memiliki keutamaannya masing-masing. Simak beberapa di antaranya berikut ini!

 Puasa Senin Kamis

Ibadah puasa sunnah yang paling umum dan paling sering kita dengar adalah puasa Senin Kamis. Puasa yang dilaksanakan setiap hari Senin dan hari Kamis ini merupakan ibadah puasa sunnah yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW. Ada beberapa hadis yang menyebutkan tentang puasa Senin Kamis.

Dari Abu Qotadah Al Anshori RA, Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab, “Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.”(HR. Imam Muslim No. 1162).

Keutamaan puasa di hari Senin dan Kamis juga disebutkan dalam hadis lain yakni:

“Pintu surga dibuka pada hari Senin dan kamis. Setia hamba yang tidak berbuat syirik pada Allah sedikit pun akan diampuni (pada hari tersebut) kecuali seseorang yang sedang bermusuhan atau memiliki masalah dengan saudaranya. Kelak akan dikatakan pada mereka, ‘Akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Imam Muslim No. 2565).

Ada dua keutamaan yang bisa kita dapatkan dengan melakukan puasa Senin Kamis. Yang pertama adalah mendapatkan pahala karena beramal di waktu yang diutamakan (hari Senin dan Kamis merupakan hari di mana catatan amal kita dilaporkan kepada Allah SWT) dan yang kedua adalah kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat setiap minggunya.

Puasa Daud

Puasa Daud dikatakan sebagai puasa sunnah yang paling berat. Ibadah ini dicontohkan oleh Nabi Daud AS dan juga dilakukan oleh Rasulullah SAW. Caranya yakni dengan melakukan selang-seling dalam berpuasa (sehari berpuasa dan sehari tidak). Puasa Daud juga merupakan ibadah puasa sunnah yang paling disukai Allah SWT. Hal ini sesuai dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

“Sebaik-baik salat di sisi Allah adalah salatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Dan sebaik-baik puasa di sisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dulu tidur di pertengahan malam dan beliau salat di sepertiga malamnya kemudian tidur lagi di seperenamnya. Sedangkan puasa Daud adalah puasa sehari dan tidak berpuasa di hari berikutnya.”

 Karena puasa Daud dilakukan hampir setiap hari, Rasulullah tidak menganjurkan kita untuk menambah puasa sunnah lainnya (jika sudah melakukan puasa Daud).

Puasa Syawal

Seperti namanya, puasa sunnah ini adalah puasa yang dilakukan di bulan Syawal (setelah bulan Ramadan). Puasa Syawal dilakukan sebanyak 6 hari, boleh berturut-turut dan boleh tidak. Salah satu keutamaan puasa Syawal disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka pahala yang dia dapatkan seperti orang yang berpuasa setahun penuh.”

Keutamaan lainnya disebutkan dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

“Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah SAW, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fitri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan yang sama besarnya.”

Puasa Ayyamul Bidh

Ibadah sunnah lain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah puasa yang dikerjakan sebanyak 3 hari di bulan Hijriyah (kalender Islam). Puasa yang dikenal dengan nama Ayyamul Bidh ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15. Karena dilaksanakan saat bulan bersinar penuh, puasa ini juga disebut dengan puasa hari putih.

Adapun hadis yang menjadi referensi dalam pelaksanaan puasa Ayyamul Bidh adalah:

Dari Ibnu Milhan Al Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434).

Puasa Dzulhijjah

Dzulhijjah merupakan ibadah puasa sunnah yang dilakukan sebanyak 10 hari di bulan Dzulhijjah. Puasa ini dilakukan sebanyak 9 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Di hari kesepuluh yang bertepatan dengan pelaksanaan hari raya kurban, kita hanya diminta untuk berpuasa hingga selesai melaksanaan salat hari raya. Setelahnya, kita tidak diperbolehkan melanjutkan puasa karena hukumnya menjadi haram.

Keutamaan puasa Dzulhijjah bisa kita temukan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi yang berbunyi, “Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah untuk dipakai beribadah lebih dari sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Berpuasa pada siang harinya sama dengan berpuasa selama satu tahun dan salat pada malam harinya sama nilainya dengan mengerjakan salat pada malam lailatul qadar.”

Puasa Arafah

Puasa Arafah berhubungan langsung dengan puasa Dzulhijjah karena dilaksanakan pada hari kesembilan di bulan Dzulhijjah atau menjelang hari raya Idul Adha. Dinamakan puasa Arafah karena di hari tersebut umat Islam yang berhaji sedang melaksanakan ibadah wukuf di Arafah. Puasa Arafah memiliki satu keistimewaan yang sangat besar yakni dihapuskan dosanya setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.

Ini sejalan dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah Al Anshari RA, “Dan Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari Arafah. Maka, Rasulullah bersabda, ‘Puasa ini dapat menebus dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang’.” (HR Imam Muslim).

Puasa Asyura

Puasa Asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan setiap tanggal 10 di bulan Muharram. Keutamaan puasa Asyura disebutkan dalam sebuah hadis.

“Keutamaan puasa Asyura adalah dihapuskan dosa-dosa kecil pada tahun sebelumnya.” (HR. Imam Muslim).

Puasa Muharram

Puasa Muharram pada dasarnya merupakan sebutan untuk semua ibadah puasa sunnah yang dilakukan pada bulan Muharram. Di zaman dulu, orang-orang Yahudi dan Nasrani juga melakukan puasa setiap tanggal 10 Muharram.  Agar tidak sama dengan ibadah mereka, Rasulullah lantas menganjurkan umat Islam untuk mengiringi puasa Asyura dengan puasa tambahan sehari sebelum atau sesudahnya. Ini merupakan bagian dari puasa Muharram.

Keistimewaan berpuasa di bulan Muharram disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi, “Puasa Muharram adalah puasa yang paling utama setelah puasa di bulan Ramadan.”

Puasa Sya’ban

Bulan Sya’ban adalah bulan yang istimewa karena setelahnya umat Islam menyambut datangnya Ramadan.  Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah tidak banyak berpuasa di bulan-bulan lain kecuali bulan Sya’ban.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh An Nasa’i disebutkan, “Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, tuhan semesta alam. Karenanya, aku suka berpuasa saat amalanku dinaikkan ke hadapan-Nya.”

Tidak ada tanggal khusus yang dianjurkan untuk melakukan puasa Sya’ban. Kita boleh melakukannya tanggal berapa saja dan dengan jumlah hari yang kita sanggupi. Puasa di bulan Sya’ban juga disebut sebagai ibadah latihan sebelum kita memasuki bulan Ramadan saat umat Islam diwajibkan berpuasa sebulan penuh.

Puasa di Bulan-bulan Haram

Yang dimaksud dengan bulan-bulan haram adalah bulan yang dihormati. Di bulan-bulan tersebut kita dianjurkan untuk melakukan ibadah sebanyak-banyaknya, termasuk berpuasa. Adapun yang termasuk kategori bulan haram adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Hal-hal yang membatalkan puasa

Beberapa hal yang membatalkan puasa adalah:

"(1) Masuknya benda kedalam tubuh dengan sengaja melalu lubang yang terbuka (mulut, hidung, dan lain-lain), atau (2) melalui jalan yang tertutup, seperti benda yang masuk ke otak melalui kepala. Yang dikehendaki dalam hal ini adalah bahwa orang yang berpuasa mencegah sesuatu yang bisa masuk kedalam anggota tubuh. (3) Mengobati orang yang sakit melalui dua jalan (qubul dan dzubur). (4) Muntah dengan sengaja, namun apabila tidak disengaja maka puasanya tidak batal. (5) Bersetubuh dengan sengaja. Namun tidak batal apabila lupa (kalau sedang puasa). (6) Keluar mani karena bertemunya dua kulit (antara laki-laki dan perempuan) walaupun tanpa berjima’. Diharamkan apabila mengeluarkannya dengan tangan, namun tidak diharamkan seumpama dikeluarkan dengan tangan istrinya atau budaknya (tapi tetap batal). Pengarang kitab (mushannif) telah memisahkan apabila keluar mani disebabkan karena mimpi maka itu tidaklah batal. (7) Haid, (8) Nifas, (9) Majnun (gila), (10) Murtad. Maka, apabila salah satu dari yang disebutkan itu terjadi, batallah puasa seseorang.”

 Disamping 10 hal yang membatalkan puasa diatas. Ada juga hal-hal lain yang membatalkan pahala puasa. Pembatal pahala puasa ini patut di cermati, agar puasa yang dilakukan tidak hanya memperoleh lapar dan dahaga saja. Sebagaimana yang pernah disabda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alayhi wa Sallam :

 رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

"Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali hanya lapar” (HR. Ibnu Majah)

 رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ

“Betapa ada orang yang berpuasa yang didapat daripuasanya hanya lapar saja” (HR. Al-Hakim)

 Maksud dari ungkapan hadits tersebut adalah tidak ada pahala puasa baginya, namun taklif (beban) kewajiban puasa baginya gugur. Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa hal itu terjadi karena orang yang puasa ketika berbuka dengan perkara yang haram, atau berbuka disertai melakukan ghibah, atau orang tersebut tidak menjaga anggota badannya dari perkara-perkara dosa.

 Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

 من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan yang zuur (buruk) dan mengamalkannya, maka tidak ada hajat bagi Allah dalam hal ia meninggalkan makannya dan minumnya (yakni Allah tidak butuh pada puasanya)” (HR Al-Bukhari)

 الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ

“Puasa adalah perisai, maka janganlah seseorang berbicara kotor dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang menggangumu atau mencacimu, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa” dua kali”. (HR. Bukhari)

 Dari hadits diatas, perkara-perkara yang buruk menjadi sebab batalnya pahala puasa. Maka, wajar saja jika ulama juga membawakan riwayat yang jika ditinjau dari sisi sanadnya memang perlu dikaji ulang, sebagian mengatakan dloif, namun jika ditinjau dari sisi matannya adalah shahih, sebab tersebut memang hal-hal yang membatalkan pahala puasa. Riwayat tersebut adalah;

 خمس يفطرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة

“5 hal yang merusak puasa seseorang (maksudnya merusak pahala puasa seseorang), yakni :

1. Bohong

2. Ghibah (gosip)

3. Namimah (mengadu domba)

4. Bersumpah palsu

5. Memandang dengan syahwat”.

 Riwayat diatas terdapat dalam kitab Ihya’ Ulumuddin Al Ghazali, dan beberapa kitab fiqih juga menyebutkan riwayat senada dengan diatas, seperti Mughni Muhtaj dan lain sebagainya.

 Namun, hal yang merusak pahala puasa tidak hanya itu, sebab perkara yang tidak baik itu banyak. Seperti berbicara kotor (jorok), bertikai, dan lain sebagainya.