Puasa (صوم) dalam pengertian bahasa adalah menahan dan berhenti dari sesuatu, sedangkan dalam istilah agama artinya adalah menahan dari makan, minum, dan hubungan intim atau kelamin, mulai waktu fajar sampai waktu magrib, karena mencari rindlo Allah semata.
Sedang menurut Ulama lain di sebutkan (Zakiyah: 11-1993); puasa menurut
bahasa artinya: mencegah dari sesuatu. Menurut istilah artinya: mencegah sesuatu
yang tertentu dari orang tertentu dengan syarat –syarat tertentu.
Ada juga yang menyatakan bahwa puasa
dari segi bahasa menahan
(imsak) dan mencegah (kaff) dari
sesuatu . Misalnya, dikatakan
,artinya menahan dari berbicara (Zuhaili:
84-1995). Allah berfirman sebagai pemberitahuan tentang kisah Maryam: Artinya:
Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah ( Q.S.
19.26 ).
Maksudnya, diam dan menahan diri dari
berbicara. Orang Arab lazim
mengatakan, "Shama an-Nahar” maksudnya,
perjalanan matahari berhenti pada batas pertengahan siang, (seorang penyair mengatakan,
"kuda yang terkendali dan kuda yang tidak terkendali. Diam terkendali dan
yang lain tidak terkendali”) (Ali: 224-1992).
Sedang menurut hadis yang di
riwayatkan Abu Hurairah Nabi Muhammad saw bersabda: Artinya: "Puasa adalah
perisai seseorang untuk membentengi dirinya, maka barang siapa (yang berpuasa)
janganlah dia mengucapkan kata-kata yang membual (omong kosong), atau janganlah
dia bertingkah laku lalai; dan bila seseorang mengajak bertengkar atau
memakinya, maka katakanlah: Saya berpuasa, dua kali. Dan demi Dia yang jiwaku
di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dalam pandangan
Allah daripada bau kesturi-dia telah
menghindari makan dan minum, nafsu (syahwat)-nya demi Aku; puasa itu bagi-Ku
dan Aku akan memberikan pahalanya; dan. kebajikan ini mendatangkan pahala
sepuluh kali lipat" (Fathoni: 187-1987).
1.
MACAM – MACAM NAFSU
Bagaimanapun dalam melaksanakan puasa wajib, selain menahan makan minum dan hubungan badan, namun ada beberapa bagian nafsu yang harus kita hindari pada saat berpuasa yaitu:
a.) Nafsu Amarah Bissu'. Nafsu ini selalu melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau menentang, bahkan patuh tunduk saja pada nafsu syahwat dan panggilan syetan. Nafsu itu selalu menyuruh ataupun mengajak kepada kejahatan (Amarah Bissu) kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah. Dan banyak sekali manusia yang menjadikan nafsunya sebagai illah (yang di patuhi dan di turuti saja).
Manusia yang seperti itu lebih sesat dari binatang
yang punya hanya nafsu saia, karena mereka tidak mau menggunakan indra dan
akalnya untuk memahami kebenaran; barangsiapa tersesat tidak akan mendapat
petunjuk-Nya. Oleh karena itu kita jangan mengikuti nafsu tanpa ilmu
pengetahuan, karena dapat menyimpang dari kebenaran. Perlu diketahui dan
diingat bahwa hawa nafsu itu akan menyesatkan manusia dari jalan Allah.
b.) Nafsu
Lawwamah. Nafsu ini tidak atau belum sempurna ketenangannya karena
selalu menentang atau melawan kejahatan tetapi suatu saat teledor dan lalai
berbakti kepada Allah, sehingga di cela dan di sesalinya.
c.) Nafsu Mutma’innah. Nafsu ini tenang pada suatu hal dan jauh dari keguncangan yang di sebabkan oleh bemacam-macam tantangan dan dan bisikan syetan.12
Sedangkan Ibnu Abbas berkata sebagai berikut: Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw, adalah orang yang paling dermawan, dan dia paling dermawan pada bulan Ramadan, ketika Jibril bertemu dengannya, dan dia menemuinya pada setiap malam Ramadan serta membaca Al Qur’an bersamanya; Maka Rasulullah saw. Dalam berbuat kebajikan lebih dermawan daripada angin yang di hembuskan (pada setiap orang)" (Hadiri, 225:1996).
Ibadah puasa merupakan ibadah Mahkdoh, suatu kewajiban yang sudah ada nash al Qur’an-nya seperti yang terdapat dalam surat al Baqoroh ayat 183 di bawah ini:
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu bertaqwa. (Q.S.I.183) Sebagai orang
yang beriman kita wajib menjalankan perintah Allah SWT, agar senantiasa kita
mendapat rahmat serta hidayah -Nya, karena perintah Allah merupakan pertolongan
untuk kita kelak di akhirat, hanya dengan mengharap pahala yang banyak agar kita selamat dari api
neraka jahanam. Seperti halnya yang terdapat dalam surat An-Nur ayat 51 yang
berbunyi sebagai berikut:
Artinya: "Sesungguhnya jawaban
orang-orang mukmin, bila mereka di panggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar
Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan," kami mendengar
dan kami patuh" (Nadawi, 206:1992). Sedangkan hadis yang menguatkan di
wajibkannya ibadah puasa di bulan Ramadan, berbunyi sebagai berikut:
Artinya: ”Islam itu didirikan atas
lima sendi: (1) Bersaksi Tidak ada Tuhan selain Allah SWT, dan Muhammad utusan
Allah SWT, (2) menegakkan sholat, (3) Mengeluarkan zakat, (4) menunaikan ibadah
Haji dan (5) Puasa di bulan Ramadan". (H.R. Bukhori).9
1). Puasa wajib yang meliputi puasa bulan Ramadhan, puasa
kifarat, puasa nazar dan puasa qodlo.
2). Puasa Sunnat atau puasa Tathowu'yang
meliputi, puasa enam hari bulan syawal, puasa senin kamis, puasa hari arafah
(tanggal 9 Dzulhijjah kecuali bagi orang yang sedang
mengerjakan ibadah haji tidak di sunnatkan), puasa hari Suro (10 Muharrom),
puasa bulan Sya’ban , puasa tengah bulan (tanggal 13, 14, dan 15 bulan
komariah)
3). Puasa Makruh yaltu puasa yang di lakukan terus menerus
sepanjang masa kecuali bulan Haram, di samping itu makruh puasa pada setiap hari
sabtu saja atau tiap jum'at saja.
4). Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu:
b. Puasa wajib
1. Puasa bulan Ramadhan
Landasan hukum diwajibkan puasa bulan Ramadhan adalah: Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu bertaqwa. (Q. S. 1. 183).
2. Puasa Kifarat
Puasa (puasa tebusan) adalah puasa yang dikerjakan karena melanggar aturan
yang telah ditentukan yaitu :
a. Jika orang Islam dengan tidak
sengaja membunuh orang islam lain dan ia tidak bisa menebus dendanya maka apa
yang terdapat dalam surat Annisa ayat 92, mengatakan: Artinya:
"Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min (yang lain),
kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang
mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman
serta membayar dia yang diserahkan
kepada keluarganya yang si terbunuh itu, kecuali jika merdeka (keluarga terbunuh)
bersedakah.
b. Jika seorang suami melakukan
zhihar terhadap istrinya seperti yang terdapat dalam surat al Mujaddah ayat 3
berbunyi sebagai berikut: Artinya: Orang-orang yang menzhihar istri mereka,
kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya)
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur.
c. Jika seorang bersumpah dengan
sengaja dan kemudian melanggarnya.
d. Jika seseorang membunuh dengan
sengaja membunuh binatang buruan kecuali burung gagak, elang, kalajengking,
tikus, anjing, dan ular.
3. Puasa nazar
Puasa nazar adalah puasa yang wajib
dilakukan bagi orang yang benazar sebanyak hari yang di nazarkan. Seperti yang
terdapat dalam nazarnya Siti Maryam sebagai berikutt: Artinya:
“Sesungguhnya Aku telah benazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah… (Q.S.
19.26).
4. Puasa qodlo
Puasa qodlo adalah puasa yang wajib
dikerjakan karena meninggalkan puasa di bulan Ramadan karena udzur, sakit atau
bepergian sebanyak yang hari yang ditinggalkan seperti frman Allah yang
berbunyi sebagai berikut; Artinya: … maka jika ada diantara kamu yang sakit
atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa
sebanyak hari yang ditiaggalkan itu pada hari-hari yang lain).
B. SYARAT RUKUN PUASA WAJIB
1. Syarat Wajib dan Puasa Ramadhan
Rukun Puasa ialah menahan diri dari
dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya menahan
diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Dalam hal ini, Mazhab Maliki dan
Syafi’i menambahkan satu rukun yang lain, yaitu, beniat yang dilakukan pada
malam hari (Zuhaili,150:1987). Kewajiban berpuasa berhubungan erat dengan
muslim. Hanya orang islam saja yang diwajibkan berpuasa, dengan syarat-syarat:
a. Orang Islam
b. Baligh
c. Berakal
d. Kuat (sehat)1
Orang Islam, Mazhab Hanafi Islam
merupakan syarat-sah. Dengan demikian, puasa tidak diwajibkan atas orang kafir.
Sebab puasa, ibadah seorang kafir bukanlah ahli ibadah, karenanya tidak
berkewajiban puasa, puasanya tidak sah.14
Baligh dan berakal, karena puasa
tidak wajib bagi anak kecil, orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk, karena
mereka tidak dikenai Khitab Taklifty, mereka tidak
berhak berpuasa, pendapat ini berdasar pada hadis Nabi saw, berikut:
Artinya: "Pena diangkat dazi
tiga orang: dari anak kecil sampai dia dewasa, dari orang
gila sampai dia sadar, dan dan orang tidur sampai dia terjaga. Kuat (sehat),
puasa tidak diwajibkan atas orang sakit atau musafir. Walaupun demikian, mereka
wajib mengqadlanya. Kewajiban mengqadla puasa bagi keduanya ini telah
disepakati oleh para ulama, tetapi jika keduanya ternyata berpuasa, puasanya di
pandang sah. Dalilnya ialah ayat: Artinya:
"Tiga orang terlepas daripada hukum: Orang yang sedang tidur sehingga ia
bangun, orang gila sampai sembuh, kanak-kanak sampal baliqh”. (HR. Abu Dawud
dan Nasa'i).17
a) Menurut Mazhab Hanafi mensyaratkan
tiga hal untuk ke sahan puasa yaitu:
1. Niat
2. Tidak ada hal yang menafikan
puasa, baik karena haid maupun nifas.
3. Tidak ada hal yang membatalkan
puasa.
4. Jika seorang wanita mengeluarkan
darah haid, maka dia harus berbuka dan mengqadha puasanya
b) Mazhab Maliki berpendapat bahwa
syarat-sah puasa ada empat:
1. Niat
2. Suci dari haid dan nifas,
3. Islam
4. Waktu yang layak untuk berpuasa,
puasa tidak sah dilakukan pada hari Raya.
5. Mereka juga mengajukan syarat
lain, yaitu berakal Puasa tidak sah dilakukan oleh orang pingsan.
c) Mazhab Syafi’i juga berpendapat
bahwa syarat-sah puasa ada empa yaitu:
1. Islam
2. Berakal
3. Suci dan haid dan Nifas sepanjang
siang, serta
4. Berniat
5. Puasa tidak sah dilakukan oleh
orang kafir, orang gila, anak kecil yang belum mumayiz, wanita haid, dan wanita nifas.
d) Menurut madzhab Hambali, syarat
sah puasa ada tiga, yaitu
1. Islam
2. Berniat, serta
3. Suci dari haid
Dari uraian di atas, tampaklah bahwa
para ulama madzhab sepakat atas persyaratan niat serta suci dari haid dan
nifas. Adapun, islam dijadikan syarat sah oleh jumhur, dan syarat wajib oleh
madzhab Hanafi.
2. Rukun Puasa Ramadhan
Rukun Puasa ialah menahan diri dari
dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan
diri dari segala sesuatu yang membatalkamya. Dalam hal ini, Mazhab Maliki dan
Syafi’i menambahkan satu rukun yang lain, yaitu, berniat yang dilakukan pada
malam hari.18 Dalam menjalankan kewajiban yang arus di taati selama berpuasa ada 5 perkara:
a. Niat Mencegah makan dan minum
b. Mencegah bersenggama
c. Menjaga muntah
d. Mengetahui waktu
Puasa harus dengan niat; kalau tidak,
puasanya tidak sah. Tempat niat di hati dan di lakukan pada malam harinya
(menjelang berpuasa). Dam boleh niat sekali untuk satu bulan (menurut sebagian
pendapat). Sesudah niat, boleh makan atau minum ataupun bersenggama sampai
menjelang fajar. Niat yang bersamaan dengan terbitnya fajar, tidak boleh; sebab
tidak di malam hari.
Orang yang bapuasa harus menjaga diri
dari hal-hal yang membatalkannya, seperti: makan, minum, bersenggama, muntah
yang disengaja. Yang dimaksud dengan makan ialah memasukkan sesuatu kedalam
tubuh lewat lobang-lobang tubuh dengan sengaja dan ingat sedang berpuasa.
Sedangkan bagi orang yang lupa maka tidak batallah puasanya, seperti yang
terdapat dalam hadis di bawah ini:
Artinya : "Barang siapa yang
lupa, sedangkan ia berpuasa, kemudian makan dan minum, maka hendaklah ia
menyempurnakan puasanya sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan
minum". (Bukhoii dan Muslim).
Selanjutnya yang membatalkan puasa
keluar darah haid dan nifas adalah sebagal konsekwensi syarat sahnya puasa
(suci dan haid dan nifas), bila syarat telah tidak terpenuhi, maka gugurlah
puasa tersebut. Begitu juga dengan gila, gila yang datangnya waktu sedang
menjalankan puasa. Batalnya puasa karena gila adalah juga sebagai konsekwensi
syarat wajib puasa yaitu salah satunya berakal, bila yang bersangkutan hilang
akalnya maka salah satu syarat wajib puasa tidak terpenuhi, maka gugurlah puasa
tersebut.
C. ORANG YANG UDZUR BERPUASA SAMPAI
MENINGGAL DUNIA
Orang yang meninggalkan puasa (hutang
puasa) sampai meninggal belum terpenuhi, ada 2 ketentuan: Belum memenuhi kewajiban puasa
yang ditingggalkan, oleh karena belum ada kesempatan,
seperti; belum pernah sembuh dari sakitnya, belum datang dari kepergiannya,
maka tidak ada kewajiban apapun, tidak membayar fidyah dan tidak menggantikan
puasanya, dan tidak berdosa. 19
Sudah ada kesempatan tetapi tidak di
gunakan, hal ini ada dua pendapat:
1. Di ambilkan hartanya tiap harinya
satu mud.
2. Walinya harus mengganti dengan
puasa.
Sedangkan
menurut Imam Syafi’i berpendapat sebagai berikut: "Siapa yang sakit, lalu
ia tidak sehat sehingga meninggal. Maka tidak qadha atasnya.
Sesungguhnya qadha itu apabila ia telah sehat, kemudian teledor. Siapa yang
meninggal dan teledor pada mengqodhokannya, maka di beri makanan untuk setiap
hari daripadanya satu mud makanan untuk orang miskin (As-Syafii, 66)
Yang di perkuat oleh hadis dari
riwayart Siti 'Aisyah r.a yang berbunyi sebagai berikut berdasar pada ketentuan
sebagai berikut: Artinya : “Barang siapa meninggal dunia sedangkan ia memiliki
tanggungan puasa, maka walinya wajib berpuasa untuknya.
Al-Bazzar meriwayatkan dengan
tambahan “Jika ia mau”. Jadi, puasa seorang wali untuk si mayit sebagai kebaikan
baginya, bukan kewajiban atasnya. Ini di dukung oleh riwayat Imam Bukhori dan
Muslim dari Ibnu Abbas r.a. Ia berkata bahwa seseorang datang menemui Nabi
Muhammad saw. Lalu berkata, "Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dunia
dengan membawa hutang puasa sebulan, apakah Saya bisa membayarnya?" Nabi
Muhammad Saw. Menjawab: “Ya, Hutang (kepada) Allah lebih berhak untuk di
bayarkan (Qardhawi, 99:2001).
Daftar Pustaka
Dr. Wahbah Al Zuhaili, Puasa dan I’tikaf. (Kajian Berbagai Madzab), Cet. 1, Bandung:
Rosda Group, 1995.
Choirudin Hadiri Sp, Klasifikasi Kandungan Al Qur’an, Gema Insani
Press: Jakarta, 1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar