Pendidikan di Negara kita Indonesia sudah mengajarkan kerukunan umat beragama semenjak Sekolah Dasar (SD). Sebagaimana yang kita pelajari pada waktu SD di sana terdapat tri kerukunan umat beragama, atau tiga kerukunan umat bergama. Yaitu pertama, kerukunan intern umat beragama. Maksudnya ialah kerukunan umat dalam satu agama yang sama. Kedua, kerukunan ekstern umat beragama, maksudnya adalah kerukunan antar umat beragama yang berbeda agama. Ketiga, kerukunan umat beragama dengan pemerintah.
Tiga konsep kerukunan umat beragama tersebut sesuai dengan kondisi negara Indonesia yang terdapat lima agama resmi. Agama-agama tersebut adalah Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Khonghucu. Kemudian akhir-akhir tahun ini muncul berbagai varian aliran kepercayaan, menjadikan bertambahnya keragaman kepercayaan masyarakat di Indonesia.
Mengingat keragaman kepercayaan tersebut, tri kerukunan umat bergama menjadi salah satu faktor penting dalam terciptanya kerukunan umat beragama, yang artinya menjadi aspek penting dalam menciptakan persatuan dan kesatuan, serta kegotongroyongan masyarakat sesuai dengan falsafah pancasila “berbeda-beda tapi tetap satu jua”.
Dalam kenyataannya masih banyak kita jumpai kerusuhan dan percekcokan dalam masyarakat umat bergama di Indonesia. Seperti yang terjadi di kota Batu, penistaan agama Islam oleh orang-orang kristen di gereja, begitu sebaliknya pengeboman gereja di daerah-daerah lain oleh orang Islam, serta penyerangan aliran-aliran sesat yang menimbulkan kerusakan materi maupun non materi. Fakta-fakta tersebut menjadi bukti bahwa tri kerukunan umat beragama belum dilakukan.
Bulan Ramadhan, sebagai bulan suci bagi umat Islam dimana seluruh umat Islam menjalankan ibadah puasa, diwajibkan untuk menahan segala perbuatan yang tidak baik karena Ramadhan adalah bulan yang dimuliakan. Di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa agung bagi umat seluruh alam, yaitu terdapat Lailatul Qadar dimana satu malam lebih baik dari seribu bulan, diturunkannya Al-Quran, dan disebutnya Ramadhan sebagai bulan penuh berkah.
Kita sebagai umat Islam pasti menghendaki kedamaian dan ketenangan dalam setiap bulan Ramadhan. Ketika bulan Ramadhan berjalan dengan tanpa ada perselisihan dengan agama lain, atau dengan sesama agama, nikmat sekali rasanya menjalankan ibadah puasa. Hati akan tenang sehingga kita bisa menjalanakan setiap amalan ibadah dalam bulan Ramadhan dengan khusuk.
Ketenangan dan kedamaian dalam bulan Ramadhan hanya akan terwujud jika masyarakat menerapkan sikap toleransi antar sesama, terutama umat agama lain yang tidak melakukan ibadah puasa pada bulan tersebut.
Hal itu akan terasa sama ketika agama non Islam menjalankan ibadah sesuai dengan ajarannya, atau merayakan hari raya, dan kita sebagai orang Islam bertoleransi dengan memberikan kebebasan serta tidak membuat gaduh selama kegiatan berlangsung. Mereka akan melaksanakan ibadah dengan tenang.
Di dalam al-Qur’an Allah SWT menganjurkan umat Islam bertolerasi kepada umat agama lain dengan berlaku adil sebagaimana ayat berikut:
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”(QS. Al-Mumtahanah : 8-9)
Ayat di atas mewajibkan umat Islam untuk berlaku adil sesama umat Islam maupun dengan selain umat Islam. Berlaku adil artinya adalah berlaku dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya, saling menghargai dan menghormati. Toleransi termasuk salah satu contoh sikap yang mencerminkan keadilan dalam memberikan kebebasan untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan. Ketika agama lain merayakan hari raya agamanya misalnya, atau melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaannya, maka bagi orang Islam wajib untuk menghormati. Dengan demikian, maka ketika orang Islam sedang melakukan ibadah tentu agama lain juga akan menghormatinya.
Ketika sikap toleransi antar sesama tidak dapat terwujud akan terdapat hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukan dalam menjalankan ibadah, seperti bukanya warung-warung makan, orang-orang non muslim makan diantara orang-orang yang berpuasa, masih dibukannya tempat-tempat hiburan malam, maka kita umat Islam tidak dapat menjalankan segala ibadah dalam bulan Ramadhan dengan baik.
Sebagaimana ketika agama lain menjalankan ibadahnya dan kita sebagai orang Islam tidak menghargai serta mengganggu keberlangsungan ibadah tersebut, maka mereka pun akan mengganggu saat kita menjalankan ibadah. Sebagaimana dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan …” (QS. Al-An’am : 108). Ayat tersebut mengandung arti bahwa ketika kita tidak bertoleransi kepada agama lain dalam menjalankan ibadah, maka mereka juga tidak bertoleransi kepada kita umat Islam.
Meskipun toleransi sangat dianjurkan bagi umat Islam, namun Islam memberi batasan-batasan toleransi tersebut. Seperti dalam surat alkafirun yang artinya: “1. Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, 2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. 3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. 4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. 6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun : 1-6)
Ayat di atas sebagai penegasan bahwa Islam mengharamkan umatnya untuk mencampuradukkan keimanan dan ritual Islam dengan agama lain. Kita sering terperangkap dengan jebakan “toleransi antar umat beragama”, yang diartikan dengan mencampuradukkan ritual keagamaan. Bila umat Kristen merayakan hari Natal misalnya, kitapun dianjurkan mengikutinya. Padahal sikap ini merupakan pengkhianatan terhadap keimanan dan ritual kita.
Banyak diantara kita yang memahami toleransi dengan mencapuradukkan tauhid dan ritual keagamaan. Padahal tidaklah demikian. Kita hanya boleh bertoleransi hanya dalam hal dunia, misalnya bisnis ataupun studi. Al-Qur’an juga tidak membenarkan kita tidak berlaku adil kepada selain Islam karena kebencian terhadap mereka, meskipun seharusnya tidak boleh membenci. Yakni dalam QS. Al-Maidah : 8 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dari ayat di atas, dalam berhubungan dengan umat selain Islam kita diwajibkan untuk bertoleransi dan berlaku adil. Namun dalam hal tauhid dan ibadah, kita harus mengetahui batasan-batasan secara jelas.
Demikianlah sikap toleransi yang perlu kita terapkan demi terwujudnya kehidupan sosial yang bahagia dan sejahtera. Setidaknya dalam bulan Ramadhan ini kita bisa merefleksikan pentingnya sikap toleransi umat beragama untuk menghargai hak-hak manusia sebagai umat beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar