Setiap instansi negara, sekolah, dan masyarakat umumnya pada hari Rabu 17 Agustus 2011 kemarin melaksanakan upacara bendera dengan khitmad. Mereka melakukan upacara tersebut dengan atribut lengkap, berseragam, bersepatu, serta menghayati setiap sesi upacara dengan tegap seakan mengingat-ingat kebesaran bangsa Indonesia ini.
Kami, segenap warga Aliansi Masyarakat Miskin Malang belum bisa seperti itu. Pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat kemerdekaan masih selalu menggelayut dalam sanubari kami. Apakah substansi dari kemerdekaan itu? Apa sebatas bebas dari koloni? Apakah ketika rakyat miskin ditelantarkan negara itu merdeka? Apakah kasus-kasus korupsi yang masih mencubiti tengkuk ini juga bisa dikatakan merdeka? Rakyat jauh dari kesejahteraan? Rakyat miskin enggak bisa sekolah lantaran biaya?
Agustus tahun lalu kami melaksanakan upacara bendera dengan bendera ukuran mini, sekitar 5X10 cm dengan baju seadanya tanpa sepatu, tanpa membaca UUD 45 dan pancasila yang kami rasa masih jauh tercapainya. Berbeda dengan Agustus tahun lalu, Agustus tahun ini kami melaksanakannya dengan tiduran (jawa: gletakan).
Upacara yang diikuti sekitar 50 orang yang terdiri dari anak-anak, mahasiswa UIN, UNMER, Univ Kanjuruhan, UM, serta pengurus AMMM berjalan sederhana sekali. Hanya dengan pengibaran merah-putih disertai menyanyikan Indonesia Raya, kami hormat kepada bendera sambil tidur-tiduran.
Hormat pada bendera sambil tiduran bagi kami merupakan cerminan hilangnya nasionalisme mayarakat terhadap bangsa Indonesia. Maraknya kasus suap dan korupsi yang terjadi hampir di setiap instansi negara maupun swasta menandakan bahwa nasionalisme kita sudah habis kikis. Memori anak-anak kita yang berisi lagu-lagu cinta cabul menggeser lagu-lagu perjuangan bangsa, juga salah satu indikasi merosotnya nasionalisme pada bangsa ini.
Nasionalisme berarti sifat dan sikap kebangsaan. Penyelewengan kekuasaan para pemimpin kita di pemerintahan dengan tindak korupsi, maka kesejahteraan masyarakat tidak akan terwujud. Ketika masyarakat tidak sejahtera maka yang terjadi adalah ketidakcintaan pada bangsanya. Menurut Nurani Soyomukti, “Kesadaran akan pentingnya tanah dan air baru muncul ketika mereka menyadari saat tanah dan air Indonesia (nusantara) begitu penting untuk bertahan hidup dan mengembangkan hidupnya”. Bagaimana nasionalisme akan tumbuh saat bangsa tidak bisa menjadi tempat bernaung yang baik namun yang terjadi sebaliknya, membuat rakyatnya menderita!
Yang wajib kita lakukan sekarang adalah menepis fenomena tersebut dengan gerakan penyadaran. Yang menjadi guru, tepislah dengan menanamkan nasionalisme pada anak-anak didik. Yang menjadi aktifis pergerakan, tepislah dengan menanamkan nasionalisme pada rekrutmen anggota baru. Yang menjadi guru agama, tepislah dengan menyisipkan nasionalisme dalam dakwah. Yang menjadi penyanyi, tepislah dengan lirik lagu. Yang menjadi sastrawan, tepislah dengan kekuatan kata-kata. Yang menjadi desainer busana, tepislah dengan karya busana. Karena menepis katiadaannasionalisme pada yang sedang berkuasa di panggung pemerintahan terasa semakin sukar keberhasilannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar