Oleh Mochammad Faizun
Bagian I
Malam yang dingin,
segerombolan arwah bangkit dari kuburnya. Arwah tersebut berupa hantu-hantu.
(suara-suara serem, kemudian hantu-hantu keluar dengan teatrikal).
Gendruwo (Marcuet):
Apa aku benar-benar
sudah mati? (mangamati tangan dan tubuhnya)
Drakula:
Benar Marcuet. Kamu
sudah mati. Tiga hari yang lalu.
Gendruwo:
Oh, ternyata di kubur
sepi sekali.
Suster ngesot:
Ya jelas, kalo rame
itu di pasar.
Gendruwo:
Tau tidak, kawan?
Semua:
Apa?
Gendruwo:
Selama hidup, aku
tidak pernah pacaran.
Pocong:
Kasihaaan deh lo. Aku
aja udah 5 kali putus.
Gendruwo:
Bahkan, aku tak
pernah merasakan bagaimana itu cinta.
Suster ngesot:
Cinta itu manis
sekali, Marcuet. Seperti madu.
Drakula:
Tapi, sayang sekali
kau sudah mati.
Gendruwo:
Meskipun sudah mati,
aku tetap ingin pacaran. Tapi, gimana ya?
Pocong:
Tidak bisa. Kamu
sudah mati. Siapa yang mau?
Drakula:
Kamu mau suster ini?
(menunjuk suster ngesot)
Gendruwo:
Aku pingin manusia,
goblok!
Suster ngesot:
Lagian, siapa yang
mau Gendruwo jelek kaya' kamu.
Pocong:
Sudah.. sudah...
jangan ribut! Sekarang kita cari ide untuk teman kita yang kebelet pacaran ini!
Suster ngesot:
Oo, aku ada ide.
Semua:
Apa?
Suster ngesot:
Bagaimana kalau kamu
menyamar jadi manusia?
Gendruwo:
Apa bisa?
Suster ngesot:
Bisa. Namanya jurus
membo-membo. Dengan kekuatan kita, kamu bisa menyamar jadi manusia tampan.
Pocong:
Ide bagus.
Drakula:
Sip. Ayo teman-teman,
kita bantu Marcuet biar jadi manusia tampan.
Semua:
Oke dech (semua
bergegas mengitari gendruwo)
Gendruwo:
Stop.. tunggu dulu.
(semua pause) Aku pingin wajahku asli saja. Karena aku bangga dengan diriku
sendiri.
Semua:
Oke boss!
(Semua melingkar
mengitari Gendruwo dengan teatrikal disertai melafalkan mantra-mantra. Maka
jadilah Gendruwo sesosok laki-laki yang gagah rupawan. Marcuet)
Gendruwo:
Sungguh sempurna.
Kini aku menjadi manusia. Hahaha...
Black Out
Bagian II
(Dua perempuan
penjual jamu keluar dengan genit. Mereka menawarkan jamu-jamu yang mereka bawa.
Kemudian duduk istirahat di tempat yang rindang)
Zaenab:
Mbak Yu, kita ini
sudah berjalan luama lho, tapi kok ngaak ada pembeli satu pun ya?
Anjela:
Ah, bawel lu. Kalo
mau laris jualan di alun-alun sono, biar ketangkep Sapol PP
Zaenab:
Duuh, Mbak yu kok
marah sih gitu aja
Anjela:
Ya jelas marah lah.
Udah jamu nggak laku, lu sambat melulu. Hidup bukan untuk mengaduh dan mengeluh
Zaenab:
Waah, Mbak yu ini
puitis juga, deh
Anjela:
Udah, ngak banyak
omong. Kita nikmati semilir angin ini
Zaenab:
Mbak yu, baunya kok
agak enggak enak ini apa ya? (mengendus sekitar. Anjela ikut mengendus-endus.
Keduanya berakhir di ketek Zaenab)
Anjela:
Gila, lu. Ketekmu bau
jengkol. Jorok, ih.
Zaenab:
Hehehe... Maap. Ya
sudah, saya tak minum jamu sambiluto dulu, biar enggak bau (hendak menuangkan
jamu ke gelas, gendruwo tampan muncul)
Gendruwo:
Oo, jamu.
Zaenab &
Anjela:
Iya tuan.
Anjela:
Mau beli jamu, Tuan?
Zaenab:
Beras kencur apa
kunir asem, Tuan?
Gendruwo:
Oh, aku ingin kamu.
Anjela:
Apa!
Gendruwo:
Eh, tidak. Maksudku
aku ingin Beras Kencur dan Kunir Asem.
Zaenab &
Anjela:
Oo, begitu. (saling
padang)
(Zaenab dan Anjela
menuangkan jamu)
Anjela:
Ini Tuan, Kunir Asem.
Zaenab:
Ini Tuan, Beras
Kencur.
(Gendruwo segera
menerima dan meneguk sampai habis dua gelas sekaligus)
Gendruwo:
Waah, jamu
sampean-sampean ini bener nikmat. Seger. O ya, kalau boleh tau siapa nama
neng-neng cakep ini?
Anjela:
Saya Angela Dwi
Sekarwati
Zaenab:
Saya Zaenab bin
Zanibun.
Gendruwo:
Kalian ini
bener-bener cantik banget. Laksana bidadari nyasar ke bumi. Atau kuntum-kuntum
bunga yang baru bersemi.
Zaenab &
Anjela:
Waah, Tuan bisa aja
(manja).
Gendruwo:
O ya, sepertinya
sudah waktunya saya ke kantor. 2 gelas tadi berapa harga?
Angela:
Semua Rp. 5000, Tuan.
Gendruwo:
O ya, baiklah. (ia
mengeluarkan dompet dan maju ke depan melakukan solilokui)
Dua gadis itu sangat
cantik. Kedua-duanya. Pilih mana ya! (Menghitung kancing baju; zaenab anjela
zaenab anjela, dan sebaliknya. Kemudian berpikir sejenak) Anjela city editioan;
gaul, modis, pokoknya Kekota-kotaan. Zenab tradision edition; lemah lembut,
kalem, pokoknya kedesa-desaan. Ah, tapi sepertinya Zaenab lebih romantis.
Hehe... (kembali ke penjual jamu)
Duh, maaf ya. Saya
Cuma bawa uang Rp. 2500. Maklum, Semarang musim copet dan jambret. Jadi, lebih
baik uang saya taruh di bank. Lebih aman.
Anjela:
Trus, gimana donk!
Gendruwo:
Mm.. Gini aja.
Sekarang saya bayar mbak Anjela dulu, untuk mbak Zaenab besok saja datang ke
rumah ambil uang sekalian saya mau beli jamu lagi.
Zaenab:
Ke rumah Tuan!
Gendruwo:
Iya. Ke rumah saya.
Ini alamatnya. (menyodorkan kartu nama)
Anjela:
Ya sudah. Ayok kita
cabut. Keburu sore ntar. Bos kok Cuma bawa 2500 perak. Bos somprettt…
Zaenab:
Permisi dulu Tuan ya…
(Zaenab & Anjela exit)
Gendruwo:
Ya.. ya… sampai
besok.
Ahhh, lega rasanya.
Zaenab emang nyahok. Udah gak sabar aku menungu besok. (menari ekspresif)
Hahaha… (exit)
Bagian III
(Gendruwo tampan
sudah berdandan rapi menunggu zaenab di sebuah ruang tamu)
Zaenab:
Jamu.. jamu.. (Dari
luar)
Gendruwo:
Oh, Zaenab. Ya..
silakan masuk aja!
Zaenab:
Benar ini rumah Tuan
Marcuet? (enter)
Gendruwo:
Ya… Mari silakan
duduk!
Zaenab:
Trimakasih Tuan. Tuan
pengin minum jamu apa?
Gendruwo:
Jamu kuat! Ya, jamu
kuat.
Zaenab:
Saya kasih Kunir Asem
aja, biar tambah banyak makan, tambah bertenaga. (menuangkan jamu)
Gendruwo:
Kamu hari ini
terlihat beda selaki Zaenab. Sungguh cantik sekali.
Zaenab:
Ah.. Tuan bisa aja.
Ini, jamunya (menyodorkan jamu)
Gendruwo:
Bener. Suer. Biar
samber gledek deh kalau bohong. (meminum jamu). Ah.. nikmat banget. Seperti
kamu.
Zaenab:
Ah.. Tuan bisa aja.
Gendruwo:
Zaenab, kedua
bibirmu, semerah setrawbery. Kedua matamu sebulat buah Duku. Hidungmu, seperti
Pisang Ambon. Dan pipimu, seperti Apel Manalagi. Keningmu, selaksa belah
semangka. Sungguh wajahmu, seperti pasar buah. (intonasi deklamasi dengan
berdiri berjalan mendekati tempat duduk
Zaenab)
Zaenab:
Ah... jadi enggak
enak, Tuan.
Gendruwo:
Kamu cantik sekali.
Manis. (memegang janggut Zaenab)
Zaenab:
Jangan, Tuan. Enggak
enak dilihat banyak orang.
Gendruwo:
Banyak orang! Mana!
Mereka itu cuma batu-batu. (memegang pipi Zaenab)
Zaenab:
Enggak, Tuan
(melepaskan tangan Gendruwo)
Gendruwo:
Benar. Kamu cantik
sekali (merapat ke posisi Zaenab)
Zaenab:
Tidak, Tuan. Saya
pulang saja. Sekarang Tuan bayar jamunya, dan saya akan pulang (hendak berdiri)
Gendrwo:
Tunggu dulu, lah. Mau
kemana? (menahan tangan Zaenab hingga Zaenab duduk kembali)
Zaenab:
Sudah, jamu tidak
usah dibayar saja, saya pulang sekarang.
Gendruwo:
Tunggu dulu.
Dengarkanlah saya dulu. Saya mau bicara.
Zaenab:
Ya, silahkan. Tapi
tangan Tuan jangan kemana-mana. Tuan silahkan duduk di sana.
Gendruwo:
Ya.. ya.. Baiklah.
(Gendruwo duduk di
kursi sebelah Zaenab. Keduanya duduk dengan tenang)
Gendruwo:
Ketauhilah, Zaenab.
Selama hidup saya tak pernah merasakan bagaimana indahnya cinta. Saya belum
sama sekali pacaran.
Zaenab:
Cinta! Murahan.
Rombeng. Comber. Tuan begitu murah menghargai cinta (dengan nada marah, tapi
tetap lembut).
Gendruwo:
Tapi, tapi kamu
memang cantik. Aku cinta kepadamu. Maukah kamu jadi pacarku?
Zaenab:
Bandit! Masih berani-beraninya
Tuan bilang itu lagi pada saya. Murahan. Tidak sesuai dengan pakaian Tuan yang
seperti orang terdidik itu.
Gendruwo:
Tapi... (akan
berdiri)
Zaenab:
Stop! Tetep di situ.
(Gendruwo duduk kembali). Tau saja, Tuan. Pertama kami, saya dan Angela melihat
Tuan, kami sungguh terkagum pada Tuan. Seorang pengusaha muda, tampan nan kaya
raya. Dan juga pasti terdidik. Saat itu pula hati kami tergetar, yang sebenarnya
itu adalah benih-benih cinta.
Gendruwo:
Oh ya, berarti...
(hendak berdiri)
Zaenab:
Stop! Tetep di situ,
atau aku akan pergi! Tuan dengarkan dulu.
Gendruwo:
Ya... ya... Baiklah
(duduk kembali)
Zaenab:
Tapi kami adalah
orang-orang yang mengagungkan cinta. Menghargai cinta. Maka kami menanggapi
cinta itu dengan senyuman, perkataan halus, kedipan mata, dan hati
berdetak-detak.
Gendruwo:
Senyuman, kedipan
mata, apa arti semua itu! Cinta itu hanya bisa dirasakan dengan bermesraan.
Berduaan di bawah bulan purnama. Membelai rambut, mengecup pipi.
Zaenab:
Hah, murahan.
Murahan. Ternyata Tuan tak lebih dari seekor domba yang hanya bisa kawin,
kawin, dan kawin. Tak ubahnya domba.
Gendruwo:
Apa katamu!
Zaenab:
Cinta itu indah,
tuan. Cinta itu mulia. Cinta itu dalam hati. Hanya bisa dirasakan oleh hati,
dan diwujudkan dengan kebaikan dan
kesetiaan. Bukan melecehkan seperti itu.
Gendruwo:
Melecehkan! Kalau
suka sama suka. Sama-sama mau. Ikhlas.
Zaenab:
Hanya perempuan lacur
yang mau diperlakukan seperti itu. Itu bukanlah cinta, Tuan. Itu hanya nafsu
birahi. Hanya nafsu.
Gendruwo:
Aku ingin kamu jadi
pacarku.
Zaenab:
Pacaran! Apa itu
pacaran. Cinta sama sekali tidak mengenal pacaran. Pacaran itu hanya alasan
orang-orang yang mengumbar nafsunya. Alasan para lelaki yang ingin menikmati
tubuh wanita. Dan wanita yang mau pacaran adalah wanita paling rugi. Karena
tubuhnya dieksploitasi laki-laki dan ia menyerahkan begitu saja. Tubuhnya
diraba, dilumat. Wanita tolol.
Gendruwo:
Ah, persetan dengan
semua itu. Aku ingin cintamu (berdiri ingin memeluk Zaenab)
Zaenab:
Stop! Stop!
Gendruwo:
Persetan dengan
ocehanmu (akan mencium pipi Zaenab)
Zaenab:
Laki-laki bajingan!
(menampar Gendruwo)
Gendruwo:
Haha.. tangan yang
halus. Lihatlah, cinta sudah mengijinkan aku menciumnya. (memegang kuat-kuat
tangan Zaenab dan memaksa untuk diciumnya)
Gendruwo:
(batuk-batuk, ingin
muntah) Bau apa tanganmu, Zaeanab?
Zaenab:
Bawang Putih. Kenapa?
Mau muntah? Muntah saja. Kebetulan aku baru beli dari pasar. Nih, mau!
(mengambil segenggam bawang putih kemudian dijejalkan ke dalam mulutnya. Saat
itu juga Gendruwo meraung-raung kepanasan. Musik tegang)
Gendruwo:
Panas... panas...
ampun... ampun... Teman-teman... tolong aku… toloooong... (berubah wujud
menjadi Gendruwo. Zaenab ketakutan dan pingsan. Hantu-hantu dengan teatrikal
keluar, namun tak menghiraukan Gendruwo. Mereka berlalu saja. Suasana hening.
Lampu redup, kecuali satu lampu menyorot Gendruwo)
Cinta. Bagaimana itu
cinta. Pasti susah mengartikan. Ternyata cinta tak semurah yang kukira. Kalian
pun, mungkin juga tak banyak tau tentang cinta. Cinta itu ada di hati. Hanya
hati yang bisa merasakan. Bukan ciuman dan pelukan. Melakukan kemesuman atas
nama cinta itu hina. Hina.
Black out.
Tamat
Malang, 090909
keren pakk....
BalasHapusbisa mengimajinasi fikiran saya.