Teori Kognisi Oswald Kroh Dalam Tokoh Cerpen Surga Anak-Anak Karya Najib Mahfudz
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oswald kroh, dalam bukunya “die psycologie des grindschulkindes” mengatakan bahwa pada usia 7 sampai 8 tahun anak mengalami periode sintese-fantastis. Artinya segala hasil pengamatan merupakan kesan total atau global, sedangkan sifatnya masih samar-samar. Selanjutnya kesan-kesan tersebut dilengkapi dengan fantasi anak. Dengan keglobalan pandangan anak tentu kita akan kesulitan menjelaskan permasalahan yang bersifat abstrak, misalkan, agama. Anak sudah dapat memahami bahwa ini sebuah pena, namun ia belum bisa membedakan mana yang mata pena, tinta pena karena pandangannya yang masih bersifat global. Sedangkan agama merupakan suatu yang global dan membutuhkan pemahaman unsur-unsur agama untuk memahaminya.
Di dalam cerpen Surga Anak-anak karya Najib Mahfudz, salah seorang sastrawan besar dalam sastra modern mesir ini menceritakan tentang pertanyaan-pertanyaan seorang anak kecil kepada kedua orang tuanya. Pertanyaan-pertanyaan itu mengalir begitu peliknya tentang agama, Tuhan dan kematian. Anak-anak yang masih ceria dengan nyanyian dan permainan, yang masih sering menangis manja, kini melontarkan beberapa pertanyaan tentang agama. Hal ini tentu menjadi ambiguitas antara celoteh dan pemahaman kata-kata saat anak mengucapkan perkataan tertentu. Terlebih lagi ketika pembicaraan itu mengenai agama, tuhan dan kematian yang mana orang dewasa masih perlu lebih memutar otak untuk memahaminya.
Tokoh anak kecil dalam cerpen ini mulai bergaul dengan guru dan teman dalam lingkungan sosial yang lebih luas di sekolahannya. Interaksi tersebut akan lebih memperkaya pengetahuan dalam pemikirannya. Namun, pada fase ini fantasi anak juga turut mendominasi pemikirannya. Pada saat seperti ini sulit bagi kita untuk membedakan mana perkataan anak yang memang benar sudah dimengertinya atau hanya celoteh semata yang timbul dari fantasi anak yang mempengaruhi pikirannya.
Pikiran anak yang masih didominasi fantasi, meskipun sudah dapat berpikir secara kongkret, penjelasan tentang agama kepada anak menjadi rentan menyesatkan. Karena pengamatan anak terhadap penjelasan akan diolah dengan konsep-konsep dalam pikirannya yang sarat dengan fantasi, sehingga hasil konsep tersebut akan menghasilkan persepsi yang tidak objektif, karena terjadi penambahan ataupun pengurangan.
Ingatan anak-anak pada usia 8 sampai 18 tahun mencapai intensitas paling besar dan paling kuat. Maka dari itu orang tua harus lebih hati-hati saat menjawab setiap pertanyaan anak, terutama pada permasalahan ketauhidan. Masalah ini menjadi rumit karena fantasi anak-anak akan bisa menyesatkan pemahaman mereka yang nantinya akan membahayakan bagi diri mereka.
Penelitian cerpen kali ini akan menerapkan teori kognisi Oswald kroh dalam cerpen surga anak-anak karya najib mahfud. Seperti yang dikemukakan oleh wellek dan warren (1990) psykologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Pertama adalah psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi. Kedua, studi proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan yang keempat mempelajari dampak sastra terhadap pembaca.
Anak-anak bukanlah barang mainan yang dapat dengan mudah memperlakukanya. Apapun yang kita berikan pada anak-anak akan tersimpan pada otak bawah sadar hingga ia tumbuh dewasa kelak. Menurut teori tabula rasa John Lock bahwa anak bagai kertas putih bersih. Apabila kita coretkan tinta hitam, maka akan hitam pula warna kertas itu dan jika kita coretkan tinta merah, akan merah pula kertas itu. Harapan kami, penelitian ini dapat membantu orang tua dan pendidik anak dalam menanggapi berbagai pertanyaan yang diajukan anak, terutama mengenai masalah keagamaan. Dan bagi kesusastraan, dengan penelitian ini semoga cerpen surga anak-anak karya najib mahfud akan lebih terintepretasi sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat pembaca
B. Rumusan masalah
1. Apakah teori kognitif Oswald Kroh dapat diterapkan pada tokoh anak kecil dalam cerpen Surga Anak-anak karya Najib Mahfudz?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui sejauh mana kesesuaian teori kognitif Oswald Kroh pada tokoh anak kecil pada cerpen Surga Anak-anak karya Najib Mahfudz.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui pola berpikir anak sehingga para orang tua dan pendidik anak dapat menanggapi pertanyaan dan tindakan anak sesuai dengan kemampuan berpikirnya
E. Metodologi penelitian
1. Obyek penelitian
Obyek yang digunakan pada penelitian sastra ini adalah cerpen yang berjudul Surga Anak-anak karya Najib Mahfudz.
2. Batasan penelitian
Dalam penelitian sastra terdapat dua wilayah yang dapat diteliti. Wilayah tersebut adalah segi ekstrinsik dan intrinsik sastra. Pada dasarnya psikologi sastra juga dapat dilakukan dari segi ekstrinsik, yaitu wilayah sosiologi pengarang dan pembaca serta wilayah intrinsik sastra yang meneliti tentang psikologi tokoh dalam cerita. Penelitan kali ini akan bergulir sekitar pemikiran dan pengamatan pada tokoh dalam karya sastra yang merupakan segi intrinsik sastra.
3. Metode pengumpulan data.
Untuk pengumpulan data peneliti menggunakan data-data dalam cerpen tersebut yang berhubungan dan diperlukan sebagai data-data penelitian.
4. Metode penelitian
Penelitian cerpen surga anak-anak ini menggunakan penelitian perpustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan di kamar kerja peneliti atau di ruang perepustakaan dimana peneliti memperoleh data dan inforamasi tentang obyek penelitiannya lewat buku-buku atau alat-alat audio visual lainya. Adapun metode kerja pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang dikaji secara empiris.
BAB II
LANDASAN TEORI
Abrams, dalam bukunya “The mirror and the lamp; romantice theory and the critical tradition” mengklasifikasikan 4 pendekatan dalam penelitian sastra yaitu, pendekatan obyektif yang memperhatikan aspek karya, pendekatan ekspresif yang menitikberatkan pada pengarang, pendekatan mimetik yang menitikberatkan pada aspek semesta dan pendekatan pragmatik yang menitikberatkan pada hubungan karya sastra dengan pembaca.
Dalam penelitian ini peneliti akan menganalisa sisi intrinsik yaitu analisa unsur-unsur dalam karya sastra, dengan pisau analisis teori kognitif Oswald Kroh. Istilah kognitif berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan ( Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Kognisi adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati.
Teori Oswald Kroh dalam bukunya “Die Psychology logie des grindschilkindes” (Psikologi anak sekolah dasar) menyatakan adanya 4 periode dalam perkembangan fungsi pengamatan pada anak.
a. Periode sintese-fantastis, 7-8 tahun. Artinya, segala hasil pengamatan merupakan kesan totalitas atau global, sedang sifatnya masih samar-samar. Selanjutnya, kesan-kesan tersebut dilengkapi dengan fantasi anak. Asosiasi dengan ini anak suka sekali pada dongeng, sage, mitos, legenda, kisah-kisah dan cerita khayalan.
b. Periode relisme naïf, 8-10 tahun. Anak sudah bisa membedakan bagian atau onderdil, tetapi belum mampu menghubungkannya satu dengan lain dalam hubungan totalitas. Unsur fantasi sudah banyak berganti dengan pengamatan kongkrit.
c. Periode realisme kritis, 10-12 tahun. Pengamatannya bersifat realistis dan kritis. Anak sudah mengadakan sintese logis, karena munculnya pengertian, wawasan dan akal yang sudah mencapai taraf kematangan. Anak kini bisa menghubungkan bagian-bagian menjadi satu kesatuan atau menjadi satu struktur.
d. Periode subyektif, 12-14 tahun. Unsur emosi atau perasaan muncul kembali dan kuat sekali mempengaruhi penilaian anak terhadap semua pengamatannya. Masa ini ditandai dengan gejala puberitas muda.
Pada sintesis-fantasis pengamatan anak bersifat global. Artinya anak memahami sesuatu secara keseluruhan. Ia tidak bisa membedakan unsur-unsur yang membangun keseluruhan tersebut. Apabila kita tunjukkan ini mobil, anak sudah faham. Tapi ketika kita bertanya mana yang setir, kaca sepion, gardan, dan sebagainya anak tidak dapat menyebut itu semua, kecuali kita beri tahu terlebih dahulu. Pada periode ini unsur fantasi anak masih tinggi. Kesan-kesan global dari pengamatannya akan dokombinasikan dengan fantasinya. Maka dari itu anak suka sekali dengan dongeng-dongeng karena cerita-cerita tersebut penuh dengan fantasi.
Pada periode refisme naif anak sudah mampu membeda-bedakan antar bagian tapi ia belummampu menghubungkannya dalam sebuah totalitas. Misalnya anak sudah mengerti ini apel, ini pohon, ini daun, tapi ia tidak bisa menjelaskan hubungan antar bagian tersebut. Selanjutnya ketidakmampuan menghubungkan bagian-bagian tersebut diluapkan dengan keingintahuan yang tinggi. Pada umumnya keingintahuan yang tinggi pada anak diungkapkan dengan pertanyaan.
Pada realisme kritis anak sudah mampu menghubungkan bagian-bagian dalam sebuah satu struktur. Pada periode ini anak sudah mampu menyimpulkan sesuatu secara logis karena wawasan dan akal sudah mencapai taraf kematangan. Pada periode ini pelajaran agama mendapatkan porsi lebih dalam pendidikan anak.
Pada periode subyektif anak mampu merasakan sesuatu dengan perasaannya. Perasaan atau emosi anak mempengaruhi pengamatan dan perilakunya. Anak mulai menyukai lawan jenis. Masa ini adalah masa awal puberitas muda.
BAB III
PEMBAHASAN
Psikologi kognitif memfokuskan studi-studinya pada bagaimana pikiran manusia memproses informasi sehingga menjadi pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, kemudian menggunakan pengetahuan itu di dala melakukan tugas-tugas atau akitifitasnya. Oleh karena itu pengetahuan ini diperoleh melalui iformasi yang diproses lebih lanjut, maka psikologi kognitif juga sering disebut pemrosesan informasi (Information procesing psychology, Glass dan Holoyak, 1986)
Dalam cerpen berjudul “Surga Anak-anak” karya Najib Mahfudz ini menceritakan seorang anak kecil yang bertanya tentang ketuhanan dan kematian. Dilihat dari ungkapan sang bapak pada akhir cerita, “tak bisa kubayangkan, pertanyaan-pertanyaan ini bisa didiskusikan pada taraf umur segitu” kita ketahui bahwa umur anak dalam cerpen ini relatif kecil. Dengan asumsi tersebut kita tentukan anak itu berumur 7-8 tahun untuk memudahkan menganalisisnya. Pada taraf umur itu di dalam diskusi panjang tentang ketauhidan dan kematian menjadi sebuah pertanyaan besar, apakah anak benar-benar mengerti kata-kata yang ia ucapkan maupun informasi dari jawaban yang ia terima. Kita akan mencoba mengupasnya dengan teori Oswald Kroh untuk mengetahui hat tersebut.
Pada dasarnya perkembangan sosial dan kepribadian usia pra sekolah sampai akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga, ia semakin mendekatkan diri pada orang lain di samping anggota keluarganya. Meluasnya lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang ada di luar pengaruh orang tua. Ia bergaul dengan teman-teman, ia mempunyai guru-guru yang mempunyai pengaruh sangat besar dalam proses emansipasi. Dalam proses emansipasi dan individu maka teman-teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar.
Pada tahap masa sekolah anak mulai mengenal guru dan teman-teman sebayanya. Pada saat ini persahabatan menjadi suatu hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Anak kecil (selanjutnya AK) memang sedang dalam interaksi sosial luar dan menjalin persahabatan dengan Nadia dalam kutipan "Saya dan teman saya Nadia selalu bersama-sama" dan "Di kelas, pada waktu istirahat dan waktu makan siang". Pada saat hati anak tertumpu pada seorang teman dan terdapat perbedaan dalam suatu hal, hati anak tidak merasa nyaman.
Dalam tokoh AK, tuntutan emansipasi tersebut diluapkan dengan protes berupa pengaduan kepada orang tuanya tentang pemisahannya dengan sahabatnya pada pelajaran agama, "tapi waktu pelajaran agama, saya di satu kelas dan ia di kelas lain". Selain ungkapan tersebut merupakan luapan dari kekecewaan AK atas pemisahannya dengan Nadia, ungkapan itu mencerminkan pemikiran kritis pada AK. Menurut Oswald Kroh pemikiran kritis akan terjadi pada anak usia 10-12 tahun. Namun demikian tidak menutup kemungkinan AK yang berumur lebih kecil menampakkan tahap itu. Pemikiran-pemikiran kritis juga tampak pada pembicaraan sebagai berikut:
“Tiap agama baik. Orang Islam menyembah Allah, dan orang Kristen menyembah Allah juga.”
“kenapa ia menyembah Allah di satu kelas dan saya di kelas lain?”
Pada pemikiran kritis oleh AK di sini merupakan suatu hal yang istimewa. Karena perkembangan kognitif AK lebih tinggi dari umur layaknya. Biasanya hal seperti ini dialami anak yang cerdas. Meskipun AK mencapai pemikiran kritis, namun pada beberapa percakapan ia memunculkan fantasi-fantasinya. Pada percakapan:
“Bapak dan ibu orang Islam. Sebab itu kau juga orang Islam.”
“Dan Nadia?”
“Bapak dan ibunya Kristen. Sebab ia juga Kristen.”
“Apa karena bapaknya berkacamata?”
Pada ungkapan tersebut AK melakukan penyimpulan silogisme dengan asumsi bapak AK Islam, ia tidak berkacamata dan bapak Nadia Kristen, ia berkacamata. Dengan kesalahan generalisasi yaitu menyatakan bahwa sesuatu itu umum padahal tidak umum, kesalahan pengambilan kesimpulanpun akan salah. Hal ini juga membuktikan bahwa pengamatan AK merupakan kesan totalitas dan sifatnya masih samar-samar, karena ia melihat ayah Nadia dari segi keseluruhan bentuknya yaitu berkacamata.
Kesalahan pengambilan silogisme akibat pengamatan AK yang bersifat totalitas juga tercermin pada tanggapan atas jawaban ibunya bahwa orang Islam dan orang Kristen juga baik dengan ungkapan AK, “Apa boleh saya berlaku seperti Kristen, agar kami bisa selalu bersama-sama.”. Pemikiran AK sudah dapat mengadakan sintese logis namun karena ia tidak dapat membedakan unsur-unsur atau bagian-bagian sesuatu kesimpulan yang di ambil AK tidak benar. Pada ungkapan di atas AK memproses pengamatan totalitasnya dengan pengetahuannya bahwa setiap sesuatu yang baik boleh dilakukan. Dan juga pada pembandingannya tentang meninggalnya Yesus dengan kakeknya:
“Kakekmu sudah meninggal.”
“Apa orang-orang juga membunuhnya.”
“Tidak, ia meninggal sendiri.”
“Bagaimana?”
“Ia sakit, kemudian meninggal.”
“Dan adikku juga akan meningal karena ia sakit?”
Begitu juga pada:
“Dan kenapa kakek meninggal?”
“Sakit dalam ketuaannya.”
“Bapak pernah sakit dan bapak juga sudah tua. Kenapa idak meninggal?”
Pengamatan pada AK di atas bersifat bagian-bagian atau, dan ia berusaha menerapkannya pada sesuatu yang umum, sehingga terjadi kesalahan pada kesimpulannya.
Kita akan mengalami kesulitan menghadapi pertanyaan anak yang membutuhkan jawaban dimana jawaban tersebut terlalu tinggi untuk dapat dicapai pemahaman seorang anak. Apabila dijawab dengan jawaban sebenarnya, anak akan lebih banyak bertanya karena jawaban tersebut menambah ketidaktahuan anak, tetapi ketika kita jawab menggunakan simbol-simbol anak hanya akan melihat totalitas dari simbol-simbol itu dan tidak dapat menghubungkannya dengan jawaban sebenarnya. Ketika ibu menyimbulkan antara Islam dan Kristen dengan dua buah mode, AK hanya mampu memahami mode tersebut secara totalitas. Pada ungkapannya, “Apakah dapat saya katakan pada Nadia, bahwa ia mode lama dan saya mode baru?” AK hanya mampu menangkap “Mode” sebagai mode pakaian atau sejenisnya.
Fantasi anak akan mengembangkan pengamatan kongkretnya. Hal ini menyebabkan keingintahuan anak melejit tinggi karena pengamatan konkrit tersebut akan dimanipulasi oleh fantasi yang bebas tak terbatas. Pada cuplikan pertanyaan AK yang mengalir begitu derasnya penciptaan Makhluk oleh Tuhan:
“Ia yang menciptakan dunia seluruhnya.”
“Seluruhnya?”
“Ya, seluruhnya.”
“Apa artinya mencipta?”
“Yang membuat segala sesuatu.”
“Bagaimana caranya?”
“Dengan kekuasaan yang agung sekali.”
“Di mana ia tinggal?”
Percakapan tersebut merupakan hasil keingintahuan secara bagian-bagian dimaksudkan AK untuk membangun satu struktur pemahaman yang untuh. Atau saat pengamatan kongkret tidak mampu memberikan pemahaman, unsur fantasi anak yang masih memegang peranan penting sebagai solusinya. Seperti pada keinginan AK untuk meliah Tuhan:
“Saya ingin melihatNya.”
“Tidak bisa.”
“Meskipun melalui televisi?”
Karena keterbatasan pengetahuan dalam mengolah informasi, ia akan mencoba mencari pemahaman dengan pengetahuan yang tersedia dalam otaknya. Begitu pula pada keingintahuan AK tentang turunnya wahyu kepada nabi dalam percakapan:
“Siapa yang kasih tau Ia di atas?”
“Para Nabi.”
“Para Nabi?”
“Ya, seperti Nabi Muhammad.”
“Bagaimana caranya?”
“Dengan kesanggupan yang khas padanya.”
“Kedua matanya tajam sekali?”
Pada percakapan di atas pemikiran AK dalam mengolah pengamatannya tidak mampu memberikan pemahaman, sehingga ia menyamakan dengan pengetahuan yang dimilikinya, bahwa mata yang tajam dapat melihat lebih cermat. Hal ini membuktikan bahwa unsur fantasi masih sangat dominan pada pemikiran anak.
Berpikir kritis AK tampak lagi pada pengamatannya terhadap perbedaan antara pernyatan satu dengan yang lainnya. Seperti pada informasi kematian Tuhan dari Nadia dan tidak matinya Tuhan oleh ibu AK. Begitu juga pada ketidakkonsekuen bapak dalam menjelaskan tentang menyenagkan atau tidaknya kematian pada:
”Apa mati itu menyenangkan?”
“Tidak, sayang.”
“Kenapa Tuhan menghendaki sesuatu yang tidak menyenangkan?
“Selama Tuhan yang menghendaki begitu, itu artinya baik dan menyenangkan.”
AK dapat menemukan kejanggalan jawaban bapak dengan sintese logisnya meskipun pengetahuannya masih terbatas.
Ketidakmampuan Ak dalam menghubungkan sebuah bagian dengan yang bagian lainnya tampak pada saat ibu menghardiknya karena ucapan AK menyinggung kematian bapaknya pada: “Tiba-tiba ibunya menghardiknya. Anak itu menjadi jadi heran tak mengerti, sebentar matanya ditujukan pada ibunya, sebentar lagi pada ayahnya.”
Saat bapak mencoba menutup pembicaraan dengan ungkapan “Nanti tahun depan kau akan mengetahuinya, atau tahun berikutnya lagi. sekarang cukup tahu saja, bahwa orang islam itu menyembah Allah dan orang kristen juga menyembah Allah”, seakan-akan bapak tahu dan menerapkan teori kognitif Oswald Kroh yang mengatakan setelah anak mampu melakukan pengamatan kongkret pada awal sekolah atau usia 7-8 tahun, selanjutnya pengertian dan akal mencapai taraf kematangan yaitu pada dua tahun setelah masa sintese-fantasi yaitu pada umur 10-12 tahun, dimana pada usia ini anak sudah mampu mengadakan sintese secara logis dan mencapai kematangan pikirannya.
Dengan kekongkritan pengamatan AK lebih menggebu-gebu untuk Tahu, Siapa sih Allah itu? kenapa Dia disembah? dimana Dia? AK ingin tahu, ingin melihatnya. Perbendaharaan AK sebagai batu loncatan untuk memenuhi keingintahuannya. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pertanyaan-pertanyaan AK menunjukkan minatnya pada agama? Karena menurut Hurlock, cara paling awal anak menunjukkan minat pada agama dengan bertanya. Misalnya, siapakah Tuhan? Dimana surga itu? Apa arti kematian? Apakah malaikat itu? dan sebagainya.
Pada cepen karya Najib Mafudz ini banyak pertanyaan AK mengenai agama. Mulai siapa Tuhan, Dimana Tuhan, Nabi dan kematian. Akan tetapi saat AK mulai jenuh dengan pertanyan-pertanyaan itu AK berseru “Saya ingin selalu bersama Nadi, Meski dalam pelajaran agama sekalipun”. Dari ungkapan tersebut AK menampakkan maksud dari semua pertanyaan yang ia ajukan demi persahabatan dan kebersamaannya dengan Nadia. Karena menurut Lagaipa (1970) tiga sifat inti persahabatan. Pertama, loyalitas (Jujur dan setia). Kedua, rasa simpati (tidak ada distansi). Ketiga, tulus (tidak ada rasa aman). Sifat inti persahabatan tersebut ditemukan pada masa remaja, namun sudak tampak pada anak-anak. Sifat-sifat ini akan mengesampingkan perbedaan agama pula, seperti yang diinginkan AK.
Pengungkapan AK atas diskriminasinya dengan Nadia pada pelajaran agama menjadi pertanyaan-pertanyaan yang melebar hingga soal Tuhan dan kematian. Seorang anak selama periode antara TK dan SMA perbendaharaan kata meningakat dengan pesat. pembicaraan maju, sintaksis lebih lengkap, penggunaan variasi yang luas dan struktur tata bahasa dan arti lebih menyerupai orang dewasa. Pada saat bersamaan, kesadaran metalinguistik seorang anak meluas dan bahasa sendiri merupakan sebuah bahan baginya untuk direfleksikan, dimengerti, dibicarakan dan dimainkan. Pada usia 8 tahun anak-anak mengerti bahwa beberapa kata mempunyai arti dan fungsi. Dengan perkembangan kebahasaan anak tersebut perkembangan pengamatan kongkret dan unsur fantasi yang masih berpengaruh dalam pengamatannya membangun sebuah bahasa yang kadang-kadang sesuai dengan persepsi bahasa itu sendiri dan kadang pula merupakan pemahaman secara totalitas maupun bagian sesuai dengan pengetahuan yang ada pada diri anak.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari analisis cerpen Surga Anak-anak karya Najib Mahfudz yang peneliti lakukan dapat diambil kesimpulan sementara sebagai berikut:
1. Dari beberapa pengamatan dan ungkapan anak kecil dalam cerpen Surga Anak-anak ada yang sesuai dengan persepsi dari konsep pengamatan dan ungkapannya dan ada juga yang menyesuaikan dengan pengetahuan anak melelui fantasinya. Dari sini kita ketahui bahwa pengamatan Anak kecil dalam cerpen sesuai dengan teori kognitif Oswald kroh yang mengatakan bahwa anak-anak tahap awal sekolah sudah mampu melakukan pengamatan kongkret, sedangkan unsur fantasi masih menjadi peranan penting dalam pemikirannya.
Daftar pustaka
Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, Angkasa, Bandung, 1990.
Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak jilid II, Erlangga, Jakarta, Tanpa tahun.
Kartini Kartono, Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan), CV Mandar Maju, Bandung, 2007.
Paul Herry Mussen. John Janeway Chonger. Jerome Kagan. Aletha Carol Huston, Perkembangan dan Kepribadian Anak, Erlangga, Tanpa tahun.
Siti Rahayu Haditono. Monks, FJ. Knoers, AMP, Psikologi Perkembangan, pengantar dalam berbagai bagiannya, Gajah mada University Press, Yogyakarta, 2004.
Suharnan, Prof. Dr. MS, Psikologi Kognitif, Srikandi, Surabaya, 2005.
Wendoko (editor), Antologi Cerpen Nobel, PT Bentang Pustaka, Yogyakarta, 2004.
Wijayatmi, Pengantar Kajian Sastra, Pustaka, Yogyakarta, 2006.
Yoseph Yapi Taum, Pengantar Teori Sastra, Nusa Indah, Bogor, 1997.
http// teori_kognitif_perkembangan_files, 04 Juli 2008.
Peneitian ini dikaji ulang secara serius dan diterbitkan dalam jurnal penelitian ilmiah, bisa dibaca pada link berikut ini: