PENGETIAN I’JAZ AL-QUR’AN DAN MU’JIZAT
I’jaz berasal dari kata ‘ajaza
yang berarti lemah atau melemahkan, kata ‘Ijaz Al-Qur’an mengandung arti:
pengokohan al-Qur’an sebagai sesuatu yang mampu melemahkan berbagai tantangan
untuk menciptakan karya sejenis. Dengan demikian, al-Qur’an sebagai mu’jizat
bermakna bahwa al-Qur’an merupakan sesuatu yang mampu melemahkan tantangan
menciptakan karya yang serupa dengannya.
Mu’jizat adalah suatu kejadian yang
di luar dari kebiasaan disertai dengan tantangan, namun tantangan tersebut
tidak mungkin dapat dipenuhi. Jadi, mu’jizat al-Qur’an adalah perkara yang
menjadikan al-Qur’an melemahkan golongan yang memusuhi atau menantangnya.
Sebagai bukti bahwa al-Qur’an adalah firman Allah bukan syi’ir atau sihir Nabi
Muhammad saw, sebagaimana yang dituduhkan orang-orang kafir kepada beliau.
Sesuatu dapat dikatakan mu’jizat
apabila memenuhhi beberapa persyaratan sbb:
1. Tidak ada seorangpun selain
Allah yang dapat melaksanakannya
2. Di luar dari kebiasaan
3. Merupakn bukti kebenaran
4. Terjadi bersamaan dengan
pengakuan seorang utusan Allah dan hanya terjadi pada
Rasul Allah, bukan manusia biasa.
Dalam hal ini al-Shuyuti membagi
mukjizat menjadi dua macam, yaitu:
1. Mukjizat hissi, merupakan
mukjizat yang dapat digapai melalui panca indra, yang ditujukan kepada manusia
biasa yang tidak terbiasa menggunakan kecerdasan mereka. Misalnya, mukjizat
Nabi Musa dengan tongkatnya yang ditujukan keepada Bani Israil.
2. Mukjizat ‘aqli, adalah mukjizat yang tidak mungkin dicapai melalui kekuatan panca indra, tetapi melalui kekuatan akal dan kecerdasan pikirannya.
a. Tujuan Ijaz Qur’an
I‟jaz merupakan kemampuan untuk
menundukkan dan menunjukkan dirinya melebihi yang lainnya. Ketika istilah ini
disematkan kepada Alquran, maka menuntut agar Kitab Suci yang dibawa oleh
Rasulullah ini dapat menundukkan seluruh tulisan-tulisan yang pernah ada,
sekaligus juga menobatkan Alquran menjadi Kitab paling mulia dan tidak
terbantahkan. Adapun tujuan ijaz Qur’an dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Membuktikan bahwa Nabi
Muhammad SAW yang membawa mukjizat kitab Al Qur’an itu adalah benar-benar
seorang Nabi/ Rasul Allah.
2. Membuktikan bahwa kitab Al
Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT, bukan buatan Malaikat Jibril,
dan juga bukan tulisan Nabi Muhammad.
3. Menunjukkan kelemahan mutu
sastra dan balaghah bahasa manusia, karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra
dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu menandingi Al Qur’an.
Mahmud Syakir menjelaskan istilah
i’jaz Qur’an dan mu‟jizat Al Quran dengan menekankan perhatian kepada awal
munculnya kedua istilah ini. Pertama, istilah i‟jaz Quran dan mu‟jizat Nabi
tidak terdapat baik dalam Al Quran maupun hadis Rasul SAW. Bahkan istilah ini
juga tidak terdapat pada perkatan sahabat, juga tidak muncul dalam
ungkapan-ungkapan tabi‟in. Istilah ini mulai muncul pada abad ke-3, kemudian
berkembang dengan sangat pesat pada abad-abad selanjutnya hingga masa kita
sekarang ini. Maka dikatakannya bahwa kedua istilah ini merupakan kata yang
muhdas (kata jadian) dan muwallad (istilah baru yang dimunculkan).
Kedua, kata lainnya yang semakna
dan menyertai kemunculan kata i‟jaz adalah at-tahaddil. Kata ini juga merupakan
kata yang muhdats dan muwallad. Tidak
terdapat baik di dalam Alquran mau pun hadis Rasulullah, juga tidak terdapat
pada perkatan para sahabat dan tidak ditemukan dalam ungkapan-ungkapan tabi‟in.
Selanjutnya, i‟jaz Alquran menjadi istilah yang popular digunakan untuk
mengusung pembicaraan seputar keunggulan Alquran selaku firman Allah yang
diwahyukan kepada Rasulullah saw.
Di mulai pada abad ke-3, Ulama
dan sarjana-sarjana muslim telah banyak membahas persoalan i‟jaz Alquran. Ibn
Sayyar an-Nazzam, seorang teolog Mu‟tazilah menegaskan adanya sarfah
(pengalihan) dalam kemampuan manusia untuk tidak mampu menandingi bahasa yang
dipergunakan oleh Alquran. Teori ini menyatakan bahwa manusia sebenarnya
memiliki kemampuan untuk meniru dan mengimitasi Alquran, baik dari sisi
substansi mau pun redaksionalnya. Hanya saja, kemudian Tuhan melakukan
intervensi kepada manusia dengan mengalihkan kemampuan tersebut sehingga
menjadikannya tidak mampu meniru Alquran meskipun satu ayat saja.
Teori sharfah merupakan tempat
pijakan an-Nazzam dalam menjelaskan ijaz Alquran. Maka dengan demikian
an-Nazzam memandang bahwa i‟jaz Alquran tidaklah berada pada keunggulan
ungkapan, struktur kalimat, maupun gaya bertutur, akan tetapi berada pada
posisinya sebagai bahasa yang bersumber dari Tuhan. Dengan demikian, Alquran
sebagai teks tidaklah berbeda dengan teks lainnya, keunggulannya terletak pada
isi (content) yang dibawa dalam ungkapan al-Qur’an tersebut, baik sesuatu yang
gaib pada masa sekarang atau pun akan datang, yang tidak dapat diketahui oleh
manusia. Sedangkan Ali ibn Isa ar-Rummani, seorang teolog yang juga beraliran
Mu’tazilah berpendapat bahwa
i’jaz Alquran terletak pada dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari Alquran
itu sendiri. Keduanya yakni; (1) status Alquran sebagai bahasa Tuhan dan (2)
struktur serta gaya tutur atau stilistik yang dimiliki oleh Alquran itu
sendiri. Ditambahkannya juga, i’jaz Alquran terletak pada harmoni yang
menakjubkan antara statusnya sebagai firman tuhan dan gaya tutur yang
digunakan, serta aspek-aspek linguistik lainnya yang tersusun dengan cermat di
dalam Alqur’an.
Abu Bakar al-Baqillani, seorang
ulama yang anti terhadap Mu‟tazilah menegaskan menegaskan bahwa i’jaz Alquran
terkandung di dalamnya, dan bukanlah I‟jaz itu muncul dari intervensi Allah
terhadap manusia berupa sharfah atau tindakan untuk mengalihkan bangsa Arab
agar tidak mampu membuat yang semisal dengan Alquran (melakukan imitasi
terhadap Alquran). Meski pun ia tidak menafikan keunggulan Alquran dalam
mengungkap berita-berita gaib, akan tetapi al-Baqillani lebih menyoroti bahwa
i‟jaz Alquran lebih jelas terlihat dari sisi kebahasan dan susunan
kata-katanya. Akan tetapi, dalam hal ini al-Baqillani masih dipandang belum
tuntas untuk menjelaskannya sehingga terlihat ia hanya mengungkap keindahan
bahasa Alquran
Macam-macam Ijazul Qur’an
Dalam sebuah buku yang berjudul “Al-I’jaz fi Al Qur’ani fi
wujuhil muktasyifah” macam-macam ijaz yang terungkap antara lain ijaz balaghi
(berita mengenai hal ghaib), ijaz tasyri ( perundang- ndangan), ijaz ilmi, ijaz
lughowi (keindahan redaksi Al Qur’an), ijaz thibby ( kedokteran ), ijaz falaky
( astronomi ), dan terakhir ijaz thabi’i ( fisika ).
a. Ijaz Balaghi
Sebagian ulama mengatakan bahwa salah satu mukjizat Al
Qur’an adalah berita ghaibnya. Salah satu contoh berita ghaibnya kisah Fir’aun
yang mengejar Nabi Musa AS, hal ini diceritakan dalam Q.S Yunus:92.
b. Ijaz Lughowi
Menurut Quraish Shihab didalam bukunya, memandang segi kemukjizatan
pada tiga hal, diantaranya segi keindahan dan ketelitian redaksi Al Qur’an.
Dalam Al Qur’an sendiri banyak dijumpai contoh keseimbangan dan keserasian
diantara kata-kata yang digunakan, keseimbangan jumlah bilangan kata dan
antonim, keseimbangan kata dengan sinonim atau makna yang dikandungnya, keseimbangan
antara jumlah kata dengan jumlah yang menunjukkan akibatnta.
c. Ijaz Ilmi
Di dalam Al Qur’an Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu. Jumlah
ayat-ayat ilmi dalam Al Qur’an mencapai sekitar 750 ayat yang mencakup berbagai
cabang ilmu pengetahuan. Beberapa mukjizat tersebut secara global adalah :
1. Ilmu Astronomi
Q.S Nuh ayat 38-40
Q.S Nuh ayat 16
Q.S Al An’am ayat 125
2. Ilmu Geologi
Q.S An Nazi’at ayat 30
Q.S Az Zumar ayat 5
Q.S An Naba’ayat 7
Q.S Ar Ra’du ayat 41
3. Ilmu Gronomi
Q.S Al Baqarah ayat 256
Q.S Al Hijr ayat 22
d. Ijaz Tasyri
Dalam sejarah kehidupanya, manusia telah banyak mengenal
berbagai macam doktrin , pandangan hidup, sistem perundang-undangan yang
bertujuan membangun hakikat kebahagiaan individu didalam masyarakat. Namun
tidak satupun daripadanya yang dapat mencapai seperti yang dicapai Al Qur’an
dalam kemukjizatan tasyri nya.
Diantaranya hukum-hukum ini adalah masalah hutang-piutang
Q.S Al Baqarah ayat 282, tentang makanan yang halal dan Haram Q.S An Nisa ayat
29, tentang sumpah Q.S An Nahl ayat 94, tenyang perintah memelihara kehormatan wanita
Q.S Al Ahzab ayat 59, dan perkawinan Q.S An Nisa ayat 22, dan masih banyak
lagi.
Segi-segi Ijaz Qur’an
1. Ijaz Qur’an dalam segi
kebahasaan
Al qur'an datang ke Arab pada
masa jaya - jayanya suatu bahasa. Bahasa yang disajikan dalam al qur'an mampu
mengungguli kesastraan masyarakat jahiliah pada waktu itu. Hingga ketika al
qur'an datang hendak menantang para sastrawan - sastrawan sombong masyrakat sombong
jahiliyah yang menganggap bahwa al qur'an sebuah karya nabi muhammad. Tapi
semua itu tak ada satupun hasil dari masyarakat jahiliah tersebut untuk
mengungguli bahasa dalam al-qur'an.
Contoh dari aspek kemukjizatan al
qur'an dari segi bahasa adalah Majas dalam al qur'an. Majas adalah Sebuah gaya
bahasa. Dalam agama islam majas masuk dalam bahasa ilmu bayan. Di antara contoh
majas di dalam al qur'an (Q. S ibrahim:1)
Maksud dari kata لمت ظ ال dan نور ال dalam ayat tersebut, bukanlah bermakna
gelap dan cahaya, sebagaimana makna yang ada dalam kamus, tetapi kesesatan dan
petunjuk.
2. Ijaz Qur’an dalam segi
peristiwa masalalu
Kemujizatan Al Qur‟an tentang
peristiwa masalalu, dapat ditemukan pada kemampuan Al-Qur‟an mengungkap
peristiwa pada masalalu. Misalnya saja tentang jasad fir'aun yang diselamatkan.
Maksud kami tentang jasad fir'aun yang diselamatkan adalah ketika peristiwa Fir'aun
mengejar nabi musa dan terjadilah tengelam nya fir'aun dilaut merah. Dalam
tragedi tersebut al qur'an menyatakan bahwa tubuh fir'aun diselamatkan dalam
artian tidak hancur, karena akan menjadi pelajaran umat manusia setelahnya.
Allah Swt. Berfirman dalam. Q. S Yunus [10] : 90- 92 menyatakan bahwa.
“Dan kami
memungkinkan Bani Israil melintasi laut. Mereka pun diikuti oleh Fir’aun dan tentaranya,
karena mereka hendak menganiaya dan menindas (Bani Israil). Ketika Fir’aun
telah hampir tenggelam, berkatalah dia, “Saya percaya bahwa tidak ada tuhan
melainkan Tuhan yang disembah oleh Bani Israil dan saya termasuk orang-orang
yang berserah diri (kepada-Nya).”
(Allah menyambut ucapan Fir’aun
ini dengan berfirman), “Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal
sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu dan hari ini Kami selamatkan badanmu,
supaya kamu menjadi pelajaran bagi (generasi) yang akan datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”.
Kejadian diatas tadi memunculkan
bukti -bukti kebenaran akan tidak hancurnya jasad fir'aun setelah lewat dari
3000 tahun yang lalu. Dan ditahun itu jasad firaun ditemukan dengan keadaan
tidak hancur. Sekarang mayat fir'aun bisa ditemui di musium kairo.
3. Ijaz Qur’an dalam segi
peristiwa masa yang akan datang
Di dalam Al Qur‟an terdapat
beberapa ayat yang menyatakan sesuatu yang akan datang. Diantaranya ialah
ayat-ayat yang berbicara tentang kemenangan Kerajaan Bizantiun terhadap Kerajaan
Persia, tentang kemenangan para sahabat nabi Muhammad dalam perang Badar dan tentang
masuknya nabi dan para pengikutnya kedalam Masjidil Haram. Semua prediksi ini terbukti
benar.
Tentang kemenangan Kerajaan
Bizantiun terhadap Kerajaan Persia, dapat dilihat dalam Q.S Al-Rûm [30]:1-5,
yang artinya:
“Alif Lâm
Mîm (1) telah dikalahkan bangsa Romawi (2) di negeri yang terdekat; dan mereka
setelah dikalahkan itu akan menang (3) dalam beberapa tahun (antara tiga sampai
sembilan tahun ). Bagi Allah ketetapan urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang), dan di hari (kemenangan ) itu orang-orang Mukmin bergembira (4) karena
pertolongan Allah. Allah menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia Mahaperkasa
lagi Maha Penyayang (5)”.
Prediksi Al Qur‟an yang dipandang
sebagai kebenaran Al Qur‟an tentang peristiwa yang akan datang, dapat dilihat
dari kemenangan kembali Kerajaan Romawi dalam pertempuran melawan Kerajaan
Persia. Pada tahun 602 M. Kisra II sebagai Kaisar Kearjaan Persia, tidak lama sebelum
Nabi Muhammad dilantik menjadi rasul, menyerang Kerajaan Romawi di mana lascar Romawi
digilas habis oleh laskar Persia. Namun setelah itu, dunia Kristen bangkit
membantu Romawi dan hanya dalam waktu sembilan tahun dari kekalahannya, Romawi
berhasil kembali menghancurkan Kerajaan Persia, yang mana kemenangan mutlak
Romawi tercapai pada tahun 627 M. Setelah Kisra II dibunuh oleh anak
kandungknya sendiri. Ayat tersebut turun pada tahun 616 M. ketika Rasulullah
berhijrah ke Madinah, yaitu 7 tahun setelah sudah ramalan Alquran.
Tentang kemenangan umat Islam
dalam perang Badar, Alquran surah Al-Qamar [54]: 44- 46 berikut, yang artinya :
Atau Apakah mereka mengatakan:
"Kami adalah satu golongan yang bersatu yang pasti menang." Golongan
itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. Sebenarnya hari
kiamat Itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat
dan lebih pahit.
Menurut Ibn „Abbâs dalam Haytû
(1989:16), ayat ini telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad di Mekah tujuh tahun
sebelum perang Badar terjadi . Pada masa turunnya wahyu, jumlah umat Islam
sangat sedikit. Mereka diperlakukan secara kejam oleh kaum kafir. Mereka ditekan
bukan saja dalam hal perekonomian, tetapi juga hal perlakuan fisik. Banyak di
antara mereka yang dibaikot melakukan perdagangan; banyak pula yang
diperlakukan secara kejam.
Bahkan banyak yang dibunuh secara
sadis. Memperhatikan situasi ini, Nabi mengatakan kepada kaum kafir:
“Sungguh-sungguh, saya akan datang untuk membunuh kalian“. Selanjutnya, Allah mewahyukan
kepada Muhammad ayat tersebut di atas, Ibn Abî H�âtim
memberikan informasi kepada kita bahwa „Ikrima melaporkan bahwa ketika ayat
tersebut diwahyukan, „Umar berkata:
“kelompok
mana yang akan dikalahkan?” „Umar selajutnya ketika perang Badar terjadi, saya melihat
nabi mengenakan terompah sambil membaca ayat tersebut.
Tentang masuknya Nabi dan
sahabatnya ke Mekkah Adapun tentang masuknya nabi dan para sahabat ke Mekah Al
Qur‟an surah Al-Fath [48]:27 menyebutkan, yang artinya:
Sesungguhnya Allah akan
membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya
(yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah
dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang
kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan
Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.
Ayat ini menginformasikan bahwa
sebelum nabi berangkat ke Madinah untuk perjanjian Hudaibiyah pada pada tahun
ke-6 Hijriah, ia telah bermimpi bahwa ia dan para sahabatnya, akan memasuki
Mekah dengan aman. Ketika para sahabat mendengar hal ini, mereka sangat senang,
dan percaya bahwa mereka akan mencapai Mekah pada tahun itu. Akan tetapi,
ketika mereka kembali dari pembicaraan perdamaian Hudaibiyah antara nabi
sebagai wakil dari kaum Muslimin, dan Suhayl ibn „Amr sebagai wakil dari kaum
Quraisy, pejanjian tersebut menjadikan beberapa orang dari kaum Muslimin tidak senang.
Oleh karena itu, „Umar mendatangi Abû Bakr dan yang lainnya untuk menanyakan
alasan-alasan kesepakatan itu yang menurut dia, memuat persyaratan-persyaratan
yang tidak disetujui oleh Islam dan kaum Muslimin .Abû Bakr kemudian berkata
kepada: “Apakah nabi memberitahukan kamu bahwa kamu akan memasuki Mekah tahun
ini ? „Umar menjawab, “Tidak”. Abû Bakr menjawab, Sungguh, kamu akan memasuki
Mekah dan akan melakukan tawaf di sana. Sekarang kita mengetahui bahwa bulan Zulkaidah
tahun itu, mimpi nabi masuk ke Mekah akhirnya menjadi kenyataan. Ketiga contoh kebenaran
informasi Alquran tentang peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan
datang, menunjukkan bahwa Alquran adalah wahyu dari Allah swt.
Sebagai kesimpulan dari tulisan
ini dapat dikemukakan bahwa Alquran adalah kitab suci yang benar-benar
merupakan wahyu dari Allah swt. Hal ini dapat dilihat dari tantangan Alquran terhadap
orang- orang yang ingin menandingi struktur kebahasaan Alquran. Bahkan bukan
saja dari aspek kebahasaan, Alquran juga sarat dengan informasi tentang
peristiwa masa lampau, seperti jasad Fir‟aun yang diselamatkan oleh Allah
sebagai tanda kemukjizatan Alquran bagi umat manusia di sepanjang. Dan
peristiwa yang akan terjadi pada masa yang akan datang seperti kemenangan
kekaisaran Bizantiun atas kekaisaran Persia; tentang kemenangan umat Islam
dalam perang Badar, dan tentang masuknya nabi ke Mekah setelah melakukan
perjanjian Hudaibiyah, untuk melakukan fath al-Makkah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar