Selasa, 20 Desember 2022

Stasiun Tulungagung, Dulu dan Kini

Pada tahun 2017, saya dan Dafik (owner the Hasan Video) melakukan beberapa pemotretan stasiun Tulungagung dalam mengikuti lomba Foto Kereta Api Indonesia. Lomba tersebut diadakan dalam memperingati 150 tahun perkeretaapian Indonesia yang jatuh pada tahun 2017. Untuk memperingatinya, PT Kereta Api Indonesia (Persero) mengadakan lomba foto dengan tema "The Journey is A Treasure". Pada tahun ini saya bongkar-bongkar file, ternyata masih ada foto-foto hasil jeperetan lomba saat itu. Supaya foto-foto tersebut dapat bercerita, saya sertakan sejarah singkat stasiun Tulungagung dari berbagai sumber. 

Pintu utama stasiun Tulungagung dengan Bangunan era Kolonial
Perusahaan kereta api negara Staatssporwegen (SS) memulai pembangunan jaringan kereta api pertamanya di Indonesia pada tahun 1875. Pertama pembangunan dilakukan di wilayah timur yaitu mulai dari Surabaya-Pausuruan sepanjang 63 km pada 1878. Kemudian pembangunan dilanjutkan sampai ke Malang, Blitar, Tulungagung, dan Kediri. Pembangunan stasiun Tulungagung dimungkinkan sejalan dengan pembangunan lintasan kereta api tersebut yaitu sekitar tahun 1879. 
Bangunan teras kolonial yang masih bertahan hingga saat ini
Pada masa kolonial Belanda, stasiun Tulungagung adalah stasiun besar yang memiliki beberapa sarana dan prasarana pendukung kereta api seperti jembatan timbang, menara air, turntable, dan dipo lokomotif. Bahkan pada saat itu memiliki 6 hingga 7 jalur dalam satu emplasemen. Pada tahun 1995 menjadi 5 jalur, pada 2009 masih 4 jalur, dan hari ini menyisakan 3 jalur.

Turun melalui pintu terdekat dengan stasiun dan naik melalui
sisi terjauh, merupakan metode efektif untuk mempersingkat
sirkulasi penumpang
Dulu stasiun Tulungagung merupakan stasiun percabangan Tulungagung Blitar, Tulungung Kediri, dan Tulungagung Trenggalek. Jalur percabangan Tulungagung-Trenggalek merupakan upaya pemerintah saat itu dalam membuka daerah pedalaman yang terisolasi untuk kesejahteraan masyarakat. Jalur tersebut adalah jalur yang diperuntukkan kereta api jenis Trem, yaitu kereta api dengan lokomotif dan gerbong berukuran lebih kecil, kecepatan lebih rendah, kapasitas pengangkutan yang lebih kecil, serta jarak tempuh yang lebih dekat.

Kereta api Trem, yang menapak di jalur Tulungagung-Trenggalek-Tugu
Jalur Tulungagung-Trenggalek membentang sepanjang 48 km, dibangun melalui tiga tahap. Pertama dati Tulungagung menuju Campur Darat sepanjang 14 km diselesaikan pada 15 Juli 1921. Selanjutnya Campurdarat-Trenggalek sepanjang 25 km selesai pada 1 Juli 1922. Terakhir pada 3 Januari 1923 keseluruhan jalur sudah diselesaikan dengan dihubungkannya Trenggalek-Tugu sepanjang 9 km.

Jam dinding yang menjadi pedoman kedatangan
dan pemberangkatan kereta api
Untuk menjangkau beberapa daerah yang dilewati jalur kereta api tersebut dibangun beberapa stasiun atau halte. Berturut mulai dari Tulungagung yaitu Jepun, Beji, Boyolangu, Pojok, Pelem, Campur darat, Duwet, Bandung, Bandung Pasar, Bulus, Kedunglurah, Bendo, Ngetal, Ngpeoh, Trenggalek, Nglongsor, Winong, dan Tugu. Dari Stasiun Tulungagung hingga Stasiun Tugu dapat ditempuh sekitar 2,5 jam.

Kursi khas stasiun tempat bersandar penumpang dalam penantian
Sayang sekali jalur Tulungagung-Trenggalek tidak lama beroperasi. Tepatnya pada 1 November 1932 jalur tersebut resmi ditutup karena faktor krisis ekonomi pada tahun 1930an. Untuk relnya jalur Campurdatar-Tugu telah dicabut Jepang pada tahun 1943, sedang gundukan tananhnya dikeruk untuk meninggikan jalan raya Campurdarat-Bandung yang memiliki peran penting untuk mobilitas rakyat dan tentara pada era perang revolusi.

Kran air yang terhubung dengan menara air untuk mengisi ketel kereta api uap
Sumber:
1. PT KAI Heritage
2. Wikipedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar