Kamis, 14 Maret 2013

Ideologi Vespa Ekstrem

Vespa ini saya beli dua tahun yang lalu, atau sekitar akhir tahun 2011. Meski sebenarnya sudah lama sekali berkeinginan untuk mempunyai Vespa Ekstrem, tapi pada saat itu baru terealisasikan. Vespa Ekstrem merupakan salah satu aliran modifikasi Vespa dengan berciri khas mengalami perubahan sedemikian rupa pada bentuk bodi hingga tampilan ke-Vespaan-nya hampir tidak terlihat.

Modifikasi Vespa di Indonesia sangat banyak dan beragam. Dari ragam modifikasi tersebut yang masuk dalam kategori ekstrem adalah Vespa Sampah (Gembel), Vespa Rosok, Vespa Cooper, Vespa Trikel, Vespa modif mobil, Vespa Ceper, Vespa Panjang, dan lain-lain.

Aliran gembel mengangkat tema kumuh, di setiap sudut bodinya terdapat sampah sehingga jika berjalan layaknya bak sampah berjalan. Aliran Rosok adalah aliran yang mengangkat tema bernuansa tak terpakai. Bisanya Vespa Rosok mempunyai kesan karatan, keropos, penuh debu, seperti motor tua yang lama tidak terpakai. Ada pun Aliran Cooper cenderung pada mode gost rider. Sedangkan aliran trikel adalah aliran Vespa beroda tiga.

Pada dasarnya, aliran-aliran modifikasi ektrem tersebut merupakan wujud dari terapan ideologi perlawanan ideologi kapitalisme dan budaya pop pada ranah otomotif. Menurutnya, untuk tampil necis itu tidak harus mewah dan baru. Tampil keren itu bisa dibangun dengan kreatifitas sendiri dengan memanfaatkan barang-barang bekas tanpa membeli baru. Maka tak heran jika modifikasi Vespa dengan aliran-aliran tersebut menggunakan barang-barang bekas sebagai assesoris untuk bahan modifikasi. Dengan kreatifitas diri, maka para scoteris ektrim, rosok dan gembel, tidak bergantung pada produk kapitalis.

Selain tidak membeli produk kapitalis, juga menerapkan kepribadian yang mandiri, melepas ketergantungan dengan pihak lain, dan menggunakan daya akalnya untuk mengatur serta membentuk Vespa sehingga tampil unik. Menciptakan kreatifitas sendiri untuk kepuasan sendiri. Menciptakan hiburan sendiri merupakan tradisi yang menganut budaya leluhur nenek moyang kita, dimana dulu mereka tanpa bergantung dengan orang lain mampu membuat dirinya dan orang-orang di sekitarnya terhibur. Seperti pada tembang dolanan, tebak-tebakan, dan permainan tradisional yang kesemuanya itu diolah dan dihasilkan dari pemikiran jenius dan kreatifitas tingkat tinggi sebagai hiburan dan pendidikan yang arif.

Maka sekuteris sejati penganut aliran tersebut bukanlah orang-orang yang mudah tersirap, mudah kaget dan gagap dengan hal-hal baru. Tidak mudah termakan slogan-slogan kapitalis yang dikemas dalam iklan-iklan produk. Mereka selalu menimbang, apakah hal baru tersebut benar-benar membawa perubahan kepada kebaikan, ataukah hanya sebagai luapan-luapan emosi hampa keikut-ikut sertaan dalam gegap gempita dunia yang diciptakan oleh iklim kapitalis.

Berangkat dari paradigma tersebut saya membeli Vespa Ekstrem. Vespa tersebut sudah menghantarkan saya ke perbagai pelosok kota di Jawa. Malang, Mojokerto, Nganjuk, bahkan sampai Jogja. Keliling kota ke kota dengan tanpa surat-surat. Adapun surat-suratnya yang tidak taat pajak memang disengaja, karena pajak hanya akan menggendutkan para pejabat negara dan semakin menggilakan mereka untuk menginjak-injak rakyat.

Vespa tersebut dipangkas dari bentuk standarnya, lalu panjang lantai ditambah sekitar 30 cm. Stang setir dari pipa-pipa air, ditambah tangki yang dirancang khusus, dan shok depan bekas punya honda CB. Plat-plat tambahan dari barang-barang yang sudah tidak terpakai, diolah, diramu, digabungkan menjadi sebuah sepeda motor nyentrik. Dikerjakan oleh kaum ploletar, para tukang las dan tukang rosok. Berikut foto dari masa ke masa:

Di KM Nol Jogjakarta

Di depan markas home shcooling Aliansi Masyarakat Miskin Malang.

Di depan gapura Ponpes Tebu Ireng Jombang, dimana Gus Dur disemayamkan.

Di perjalanan Ngantang Malang

Ditunggangi sastrawan dan penulis Riza Multazam Luthfi

Di tepian Malioboro.