Senin, 28 Desember 2020

Haid dan Nifas

Pengertian Haid

Haid menurut bahasa berarti mengalir. Adapun menurut syari'at, haid adalah darah yang mengalir keluar dari farji (kemaluan) wanita yang telah berusia sembilan tahun, bukan karena melahirkan, dalam keadaaan sehat dan warnanya merah semu hitam.

Dasar hukum haid ada dalam al-Qur'an surat al-Baqoroh ayat 222:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya :

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.

Tanda baligh bagi wanita dan laki-laki

Keluarnya darah haid juga menjadi salah satu tanda balighnya seorang wanita. Jika salah satu tanda telah terjadi maka anak wanita tersebut sudah baligh. Tanda baligh seorang wanita terdapat lima macam:

1. Sudah sampai umur 15 tahun qomariyah.
2. Keluar air mani dari kemaluan setelah umur 9 tahun qomariyah.
3. Keluar darah haid setelah umur 9 tahun qomariyah, sekitar 15 hari, walau hanya sebentar.
4. Keluar bulu kemaluan setelah umur 9 tahun qomariyah.
5. Kedua buah dadanya sudah menonjol ke depan secara jelas.

Adapun tanda-tanda baligh bagi seorang anak lelaki terdapat empat macam. Jika salah satu tanda terjadi maka anak laki-laik tersebut sudah baligh. 4 tanda itu adalah sebagai berikut:

1. Sudah sampai umum 15 tahun Qamariyah (penanggalan bulan).
2. Keluar air mani dari kemaluan setelah umur 9 tahun Qamariyah.
3. Keluar bulu kemaluan setelah umur 9 tahun Qamariyah.

Permulaan Haid Bagi Wanita

Usia paling muda waktu keluar darah haid bagi seorang anak wanita adalah ketika sekitar berumur 9 tahun. Adapun penjelasan dari “sekitar/kira-kira” adalah, apabila seorang anak wanita yang genap berumur 9 tahun kurang 16 hari dan malamnya ke atas (waktu yang cukup digunakan paling sedikitnya haid dan paling sedikitnya suci) mengeluarkan darah, maka tidak dihukumi haid, tetapi dihukumi darah istihadlah atau darah rusak (Fathul Qarib pada Hamisy Al Bajuri:1/112 dan Abyanal Hawaij: 11/268)

Adapun pada waktu mengeluarkan darah seorang wanita, sudah berusia 9 tahun kurang dibawahnya 16 hari dan malam (waktu yang tidak cukup untuk paling sedikitnya haid serta paling sedikitnya suci) maka dihukumi darah haid.

Apabila seorang wanita mengeluarkan darah beberapa hari yang sebagian sebelum waktunya bisa haid, dan yang sebagian lagi setelah waktunya bisa haid, maka darah yang pertama dihukumi darah istihadlah dan darah yang akhir dihukumi darah haid.

Lamanya Waktu Haid dan Sucinya

Seorang wanita mengeluarkan darah dihukumi haid adalah sekurang-kurangnya masa sehari semalam atau 24 jam, baik selama 24 jam itu darah keluar terus menerus, atau terputus-putus selama 15 hari dan malam. Yakni suatu tempo keluar darah di tempo lain putus darah, yang seandainya mengeluarkan darahnya itu terjumlah cukup 24 jam, hal ini dihukumi darah haid, asalkan semuanya itu masih didalam 15 hari dan malam. Sehingga, apabila darah yang keluar jumlahnya tidak cukup 24 jam, tidaklah dihukumi darah haid, melainkan dihukumi darah istiha-dlat (Minhaju al-Qawim: 29 dan Abyanal Hawaij: 11/268).

Bahwa yang dimaksud dengan terus menerus yaitu seumpama kapuk kapas dimasukkan ke dalam kemaluan wanita, masih adanya darah itu, masih dihukumi mengeluarkan darah, sekalipun darah tidak sampai ke luar ke tempat yang wajib dibasuh ketika istinja’ (ber-suci). Hasyiyah Al Turmusi ala al Minhaju al-Qawim: 1/538).

Adapun sebanyak-banyaknya seorang wanita mengeluarkan darah haid adalah 15 hari dan 15 malam. Pada kebiasaanya, mengeluarkan darah haid selama 6 atau 7 hari dan malam. Semuanya ini berdasarkan hasil penelitian Imam Syafi’i Ra kepada wanita Arab di Timut Tengah. Adapun paling lamanya seorang wanita mengeluarkan darah haid adalah 15 hari dan malam (Al Minhaju al-Qawim: 29).

Dan sekurang-kurangnya suci yang memisahkan antara satu haid dengan haid yang lain ialah 15 hari dan 15 malam. Adapaun sebanyak-banyaknya suci tidak ada batasnya, bahkan kadang sudah tidak keluar darah haid lagi, karena usia atau keadaan. Dan pada kebiasaannya suci tersebut meliha kepada kebiasaannya haid. Apabila haidnya enam hari, maka sucinya adalah 24 hari, dan apabila haidnya itu tujuh hari, maka sucinya adalah 23 hari (Qutu alHabib: 44)

Beberapa Masalah

Darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita yang sedang hamil adalah termasuk darah haid, apabila lamanya sehari semalam serta tidak lebih dari 15 hari dan malamnya, dan mengeluarkan darah tersebut sebelum melahirkan anak (Fathul Wahhab: 1/27).

Seorang wanita ketika mengeluarkan darah haid dengan terputus putus, semuanya dihukumi haid, baik ketika mengeluarkan darah atau ketika putus yang ada sela-selanya itu.

Seorang wanita, sama saja Mubtadi’at (baru sekali mengeluarkan darah) atau Mu’tadat (yang sudah pernah haid dan suci), dihukumi haid (haram melaksanakan perkara yang diharamkan kepada orang yang haid), sebab hanya mengeluarkan darah). Kemudian kalau darah terse-but ternyata putus sebelum cukup sehari semalam, maka hukumnya bukan darah haid, sehingga ia diwajibkan mengqadla shalat yang di tinggalkan selama mengeluarkan darah tersebut. Dan apabila darah itu sampai cukup sehari semalam, maka tentunya dihukumi darah haid (Hasyiyah Al Syarqawi ‘ala alTahrir: 1/152)

MASALAH DARAH NIFAS

Definisi Nifas

Bahwa Nifas menurut bahasa berarti melahirkan. Adapun menurut istilah Syara’, Nifas ialah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan (wiladah), dan sebelum melampui 15 hari dan malam dari lahirnya anak. Permulaan nifas itu dimulai dari keluarnya darah, bukan dari keluarnya anak. Darah yang keluar bersama bayi atau sebelum melahirkannya, tidak dihukumi darah nifas, tetapi termasuk darah istihadlat atau darah rusak (darah penyakit). (Fathul Qarib: 109, Bughiyatul Mustarsyidin: 22).

Dasar Hukum Nifas

Masa kebiasaan seorang wanita atas keluarnya darah nifas adalah 40 hari, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah, dimana ia berkata:

آانت النفساء على عهد رسول االله صلى االله عليه وسلم تقعد بعد نفاسها أربعين يوما او أربعين ليلة )رواه أبو داود والترمذى .(

“Pada masa Rasulullah Saw. Para wanita yang sedang menjalani masa nifas menahan diri selama empat puluh hari atau empat puluh malam.” (HR. Abu Da-wud dan Tirmidzi).

Para ulama dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. dan para tabi’in telah menempuh kesepakatan, bahwa wanita-wanita yang sedang menjalani masa nifas harus meninggalkan shalat selama empat puluh hari. Apabila telah suci sebelum masa tersebut, maka hendaklah mandi dan mengerjakan shalat, demikian dikatakan oleh Imam Tirmidzi.

Lamanya Nifas dan Sucinya

Sekurang-kurangnya seorang wanita keluar darah nifas adalah satu tetesan, kebiasaannya Nifas 40 hari dan malam, sedang sebanyak-banyaknya nifas, selama 60 hari dan malam. Semuanya ini juga dengan dasar hasil penelitian Imam Syafi’i Ra. Kepa-da wanita Arab di Timur Tengah (Hasyiyah Al-Bajuri: 1/111 dan Abyanal Hawaij: 11/268).

Paling lama nifas 60 hari tersebut, di hitung mulai dari keluarnya bayi. Adapun yang dihukumi darah nifas itu mulai dari keluarnya darah. Sehingga, seumpama seorang wanita melahirkan anak pada tanggal1 kemudian ketika mengeluarkan darah mulai tanggal 5 itu penuh 60 hari dan malamnya, dimulai tanggal 5, dan yang dihukumi darah nifas adalah mulai tanggal 5. Adapun waktu antara lahirnya bayi dengan keluarnya darah, dihukumi suci. Oleh karena itu ia tetap kewajiban shalat dan kewajiban kewajiban yang lain.

Masalah-Masalah

Batas antara lahirnya bayi dengan keluarnya darah nifas seorang wanita, paling lama 15 hari. Apabila jarak antara keduanya lebih dari 15 hari, maka tidak dihukumi darah nifas, tetapi dihukumi darah haid. Apabila seorang wanita setelah melahirkan anak kemudian mengeluarkan darah dengan terputus-putus (setelah putus lalu keluar lagi), yang masih dalam 60 hari dan terputus-putusnya darah tidak sampai 15 hari, maka semua darah yang dikeluarkan maupun putus-putus yang ada sela-selanya, darah tersebut dihukumi darah nifas (Hasyiyah Sulai-man al-Jamal ‘ala Syarhi al-Minhaj: 1/227).

Contoh-Contoh:

Seorang wanita melahirkan anak, kemudian langsung mengeluar-kan darah selama 15 hari, lalu putus selama 14 hari, lalu keluar darah lagi selama 10 hari, maka darah yang keluar serta putus di sela-selanya itu dihukumi nifas. Dan ia pada waktu berhenti tersebut diwajibkan mandi, shalat dan lain sebagainya seperti halnya orang yang suci, wala-upun akhirnya ternyata semuanya itu tidak sah, karena sebenarnya masih ada di dalam nifas. Darah yang kedua (darah keluar setelah berhenti) itu, mulai keluar darah setelah tenggang 60 hari dari lahirnya anak, maka darah yang pertama (darah sebelum berhenti) dihukumi da-rah nifas, darah kedua dihukumi darah haid dan berhentinya dihukumi keadaan suci.

Seorang wanita melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 59 hari, lalu berhenti selama dua hari, kemudian mengeluarkan darah lagi selama tiga hari, maka darah yang pertama dihukumi nifas, darah yang kedua dihukumi haid dan berhentinya dihukumi suci yang memisah antara haid dan nifas.

Dan seumpama darah yang kedua masih ada di dalamnya 60 hari, tetapi berhentinya selama 15 hari, maka darah yang pertama juga dihu-kumi nifas, darah yang kedua dihukumi haid dan berhentinya juga di hukumi suci. Contohnya: Seorang wanita melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 10 hari, lalu berhenti selama 16 hari, kemudian mengeluarkan darah lagi, selama 4 hari, maka darah yang pertama dihukumi nifas, darah yang kedua. dihukumi haid dan berhentinya dihukumi suci yang memisah antara haid dan nifas.

Peringatan!

Keadaan suci yang memisahkan antara haid dengan nifas, atau memisahkan antara nifas dengan nifas itu, tidak disyaratkan harus ada 15 hari 15 malam, melainkan bisa saja hanya sehari atau bahkan kurang dari satu hari. Berbeda dengan keadaan suci yang memisah antara haid dengan haid. Contoh keadaan waktu suci yang memisahkan antara haid dengan nifas ialah:

1. Seorang wanita hamil mengeluarkan darah 5 hari, kemudian berhenti sehari, lalu ia melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 40 hari, maka darah yang sebelum melahirkan dihukumi haid, dan darah yang sesudah melahirkan dihukumi nifas. Jadi waktu suci yang memisahkan antara haid dan nifas hanya sehari.

2. Seorang wanita melahirkan anak, kemudian mengeluarkan darah selama 60 hari, kemudian berhenti sehari, lalu keluar darah lagi selama 10 hari, maka darah yang sebelum berhenti dihukumi nifas, dan darah keluar yang setelah berhenti dihukumi haid. Jadi waktunya suci yang  memisahkannya hanya sehari.

3. Waktu keadaan suci yang memisahkan antara nifas dengan nifas: Seorang wanita melahirkan anak, kemudian disetubuhi oleh suaminya masih dalam keadaan nifas, dan akhirnya wanita itu hamil lagi, lalu setelah selesainya nifas cukup 60 hari, darahnya berhenti selama sehari, lalu ia melahirkan berupa segumpal darah, kemudian nifas lagi, maka berhenti yang lamanya sehari itu dihukumi suci, yang memisahkan antara nifas dengan nifas (Minhaju al-Qawim dengan Hasyiyah Sulaiman Kurdi :1/131, Syarhu alMihaj serta Hasyiyah Sulaiman al-Jamal: 1/227).

Aneka Macam Darah

Faidah untuk mengetahui hukum-hukum istihadlat yang akan dibicarakan, maka harus lebih dahulu mengetahui, bahwa darah itu ada yang kuat (warnanya tua) dan ada yang lemah (warnanya muda). Untuk mengetahui perbedaan antara darah yang kuat dengan darah yang lemah, harus mengetahui warna-warnanya, rupa-rupa dan sifat-sifatnya darah. Warnanya sebanyak 5 macam ialah:

1. Darah hitam,

2. Darah merah,

3. Darah merah semu kuning,

4. Darah kuning,

5. Darah keruh.

Darah hitam lebih kuat dari pada darah merah, darah merah lebih kuat dari pada darah merah semu kuning, darah merah semu kuning lebih kuat dari pada darah kuning, darah kuning lebih kuat dari pada darah keruh (Fathul Wahhab pada Hamisy Sulaiman al-Jamal: 1/247).

Sifat-Sifat Darah

Adapun sifat-sifat darah sebanyak empat macam ialah:

1. Darah kental dan bau busuk

2. Darah kental belaka

3. Darah bau busuk

4. Darah tidak kental dan tidak bau busuk.

Darah kental lebih kuat dari pada darah cair, darah berbau busuk lebih kuat dari pada darah yang tidak berbau busuk, darah hitam kental lebih kuat dari pada darah hitam tidak kental, dan darah kental berbau busuk lebih kuat dari pada darah kental saja. atau berbau busuk saja (Fathul Wahhab pada Hamisy Sulaiman al-Jamal: 1/247).

Apabila seorang wanita mengeluarkan darah dua yang sama sifat-nya, maka didahulukan darah yang keluar pertama, seperti darah hitam cair dan merah kental, darah hitam kental dan merah kental berbau dan seperti darah merah berbau busuk dan darah hitam tidak berbau busuk. Dan apabila sebagian darah mempunyai sifat yang menyebabkan kuat, dan sebagian lagi juga mempunyai sifat yang menyebabkan kuat, maka yang dihukumi darah kuat ialah darah yang lebih banyak sifat-sifatnya yang menyebabkan kuat.

MASALAH ISTIHADLAT

Definisi Istihadlat

Istihadlat, menurut bahasa artinya mengalir. Adapun menurut istilah Syara’, Istihadlat ialah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita pada waktu selain waktunya haid dan nifas, dan bukan atas ja-lan sehat (Fathul Qarib pada Hamisy Al-Bajuri: 1/109).

Seorang wanita yang mengeluarkan darah istihadlat dinamakan Mustahadlat..

Dasar Hukum Istihadlat

Masalah istihadlat ini adalah berdasarkan Hadits Nabi Muhammad Sallahu ‘Alaihi wa Sallam dari Ummu Salamah, yaitu:

 “Bahwa ia pernah meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengenai seorang wanita yang selalu mengeluarkan darah. Maka Rasulullah bersabda: Hitunglah berdasarkan bilangan hari dan malam dari masa haid pada setiap bulan berlangsungnya, sebelum ia terkena serangan darah penyakit yang menimpanya itu. Maka tinggalkanlah shalat sebanyak bilangan haid yang biasa dijalani setiap bulan. Apabila ternyata melewati dari batas yang berlaku, maka hendaklah ia mandi, lalu memakai cawat (pembalut) dan mengerjakan shalat.” (HR.Abu Dawud 

Senin, 21 Desember 2020

Haji dan Umrah

 Haji (Bahasa Arab : حج) adalah rukun Islam kelima. Secara bahasa, haji artinya berkunjung ketempat yang agung. Sedangkan secara istilah, haji berarti berziarah ke tempat tertentu pada waktu-waktu tertentu untuk melakukan amalan-amalan tertentu dengan niat ibadah. Definisi berziarah ketempat tertentu, yaitu berkunjung ke Baitullah (Ka'bah), Padang Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Defenisi waktu-waktu tertentu, yaitu ibadah haji hanya dilakukan pada bulan-bulan haji saja (Syawal, Zulkaidah dan Zulhijah). Sedangkan definisi amalan-amalan tertentu, yaitu mengerjakan serangkaian ibadah seperti rukun haji, wajib haji, tawaf, wukuf, sai, mabit di Minah dan Muzdalifah.

 Hukum Pergi Haji Pergi haji hukumnya wajib bagi setiap orang muslim dewasa yang telah memenuhi syarat. Syarat yang dimaksud adalah mampu secara fisik, ilmu dan mampu secara ekonomi untuk mengadakan perjalanan ke Baitullah, Arab Saudi minimal satu kali dalam seumur hidup. Kewajiban atas ibadah haji dijelaskan dalam firman Allah ta'ala berikut ini, yang artinya, "Menunaikan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali 'Imran: 97)

Syarat Wajib Haji Menurut para ulama syarat wajib haji ada lima. Adapun syarat-syarat tersebut yaitu;

1: Islam Orang yang mengerjakan haji wajib beragama Islam. Jika ada orang non Islam ingin berhaji, tentu saja ia harus bersyahadat terlebih dahulu, lalu melakukan kewajibannya sebagai islam seperti sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya.

2: Berakal Maksudnya waras atau tidak gila. Konsekuensinya, orang yang tidak berakal tidak terkena beban kewajiban agama. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits; "Pena Diangkat (kewajiban digugurkan) dari tiga (golongan); Orang yang tidur sampai bangun, anak kecil hingga bermimpi (baligh), dan orang gila hingga berakal (sembuh)." (HR. Abu Daud, no. 4403)

3: Baligh Baligh adalah telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan sehingga sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Artinya anak kecil yang belum baligh tidak diwajibkan untuk berhaji sampai ia menginjak usia baligh. Hal ini sudah dijelaskan dalam hadits diatas [HR. Abu Daud, no. 4403]

4: Merdeka Orang yang bebas atau bukan budak yang terikat tanggung jawab pada tuannya.

5: Mampu Syarat haji ini secara khusus disebutkan dalam firman Allah ta'ala, yang artinya; "Menunaikan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali 'Imran: 97) Mampu yang dimaksud dalam syarat haji ini, ialah: - Mampu membayar biaya perjalanan haji PP - Mampu mencukupi nafkah untuk keluarga yang di tinggalkan - Mampu melunasi hutang-hutangnya (jika ada) - Mampu secara fisik dan Ilmu Manasik Rukun Haji.

Rukun haji merupakan sebagian amalan (perbuatan) yang tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang pada saat ia sedang melaksanakan ibadah haji. Dan apabilah rukun haji tersebut ada yang tidak dekerjakan maka hajinya tidak sah. Adapun rukun haji menurut mazhab Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi, yaitu:

Mazhab Syafi'i: Ihram, Wukuf di Arafah,Tawaf Ifadhah, Sa'I, Tahalul, tertib

Mazhab Maliki: Ihram, Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadhah, Sa'i

Mazhab Hambali: Ihram, Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadhah, Sa'i

Mazhab Hanafi: Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadhah

Rukun Haji ke-1: Ihram Ihram, yaitu beniat dari miqat ketika hendak memulai kegiatan ibadah haji, seperti mengucapkan Lafaz: لَبَيْكَ اللَهُمَ حَجًا Yang artinya: "Ya Allah, kupenuhi panggilan-Mu untuk berhaji"

Rukun Haji ke-2: Wukuf di 'Arafah Yang dimaksud Wukuf di Arafah ialah berdiam di padang Arofah dengan memperbanyak zikir dan istighfar kepada Allah SWT. Waktu wukuf di arafah bermula dari tergelincirnya matahari di Hari Arafah, yaitu pada tanggal 9 Zulhijah, sampai terbit fajar pada Hari Raya Kurban. Apabila seseorang berwukuf di Arafah di luar waktu tersebut, sama saja ia belum berwukuf. Itulah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.

Rukun Haji ke-3: Thawaf Ifadhah Tawaf ziarah atau tawaf ifadah merupakan bagian dari rukun haji yang dilakukan setelah wukuf di arafah. Kefarduan tawaf ini telah dikukuhkan dengan Al-Quran, Sunnah, dan ijmak. Dalam Al Quran surat Al Hajj: 29, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “…Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah Ka'bah).” Dengan teks Al-Quran tersebut para ulama sepakat bahwa itu adalah perintah untuk melakukan tawaf ziarah (tawaf ifadah). Tawaf ifadah berjalan mengelilingi Ka'bah nan agung sebanyak 7 kali putaran dengan syarat; suci dari hadas dan najis baik badan maupun pakaian, menutup aurat, Kakbah berada di sebelah kiri kita saat mengelilinginya, dan kita harus memulai tawaf dari hajar aswad (batu hitam) yang terletak di salah satu pojok Ka'bah.

Rukun Haji ke-4: Sa’i Dalam hadits riwayat Ahmad (XII/76, no. 277), Rasulullah SAW bersabda “Kerjakanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian”. Sa’i adalah berjalan dari bukit Safa ke bukit Marwah sebanyak tujuh putaran dan berakhir di bukit Marwah. Dalam haji, Sa'i dilakukan setelah tawaf qudum. Rukun Haji ke-5: Tahalul Tahalul, adalah mencukur atau memotong rambut paling sedikit tiga helai rambut di sekitar bukit Marwa (tempat terakhir melaksanakan sa'i).

Rukun Haji ke-6: Tertib Tertib, artinya rukun-rukun haji diatas harus dilakukan secara berurutan, yaitu dengan mendahulukan ihram atas rukun lainnya, kemudian wukuf, lalu tawaf dan seterusnya. Aktivitas Wajib Haji Yaitu melakukan beberapa aktivitas yang diperintahkan pada saat berhaji. Jika aktivitas-aktivitas tersebut ada yang tidak dikerjakan karena lupa maka diharuskan menggantinya dengan membayar dam. Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah berikut ini, “Barang siapa meninggalkan suatu ibadah wajib dalam haji atau lupa, maka dia wajib menyembelih kurban”. (Hadits Riwayat Malik)

 

Berikut aktivitas-aktivitas yang termasuk dalam kegiatan wajib haji menurut empat mazhab:

Mazhab Syafi'i: Ihram dari Miqat, Sa'I, Mabit di Muzdalifah, Melontar jumrah Mabit di Mina, Tawaf Wada'

Mazhab Hanafi: Wukuf di Muzdalifah, Melontar jumrah, Mencukur rambut, Tawaf Wada'

Mazhab Maliki: Haji Ifrad Ihram dari Miqat, Mebaca talbiyah, Tawaf Qudum Mabit di Muzdalifah, Melontar jamarat, Mencukur Rambut, Shalat thawaf, Al-Jam'u di Arafah dan Muzdalifah

Mazhab Hambali: Ihram dari Miqat, Mabit di Muzdalifah, Melontar Jamrah, Mabit di Mina, Tawaf Wada', Mabit di Mina, Wukuf di Arafah, Mencukur rambut

Sunnah Haji Sunnah haji maksudnya adalah jenis amalan ibadah yang dapat menambah pahala bila dikerjakan. Amalan ini sebagai pelengkap pelaksanaan haji. Bila tidak dikerjakan juag tidak mengapa karena tidak berdosa. Apa saja yang termasuk amalan sunnah dalam haji? Berikut diantaranya:

1.  Mandi besar sebelum berniat dan mengenakan ihram.

2.  Menggunakan wangi-wangian sebelum ihrom bagi laki-laki.

3.  Melantunkan Talbiyah berulang kali.

4.  Melantunkan doa saat memasuki kota Mekkah.

5.  Mengucapkan doa saat memasuki Masjidil Haram.

6.  Memanjatkan doa saat melihat Ka’bah.

7.  Melakukan Thawaf Qudum. Tarwiyah di Mina.

8.  Mencium Hajar Aswad.

9.  Sholat di Hijr Ismail.

10.        Minum air Zam-zam.

11.        Melaksanakan thawaf sunnah selama di Mekkah.

Keutamaan Ibadah Haji Ada banyak sekali keutamaan dalam ibadah haji, beberapa diantaranya yaitu:

1. Haji adalah amalan yang paling utama. Dari Abu Hurayrah r.a. Rasulallah saw ditanya : "Apa amalan yang paling utama?" Beliau menjawab, "Beriman kepada Allah." Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "jihad dijalan Allah." Kemudian apa lagi?" "Haji mabrur", jawab Rasullallah. (H.R Bukhari no 1519)"

2. Orang Berhaji dijamin masuk Surga jika Mabrur. 'Abdullah Ibn Mas'ud r.a. meriwayatkan bahwa Rasulallah saw. pernah bersabda, yang artinya: “Iringilah haji dengan umrah, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa laksana api yang menyala-nyala mencairkan besi, emas, serta perak, dan tiada pahalah untuk haji yang mabrur selain surga." (HR. al-Tirmizi serta disahihkan oleh al-Nasa'i dan Ibn Majah) Baca Juga: Kiat Meraih Haji Mabrur Dari Para Ulama

3. Orang Berhaji adalah tamu Allah yang Do'anya akan dikabulkan. Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, yang artinya: “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)"

Cara Pelaksanaan Haji Secara umum pelaksanaan haji bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu haji Ifrad, haji Qiran, dan haji Tamattu'. Berikut penjelasan terkait tiga cara pelaksanaan haji tersebut:

1. Haji Ifrad Maksud dari haji Ifrad adalah orang yang berhaji melakukan ihram hanya untuk haji saja. Bagi mereka yang akan melaksanakan umroh wajib ataupun sunah boleh dilakukan setelah kegiatan hajinya selesai.

2. Haji Qiran Haji Qiran adalah proses pelaksanaan haji yang digabung dengan mengerjakan amalan umrah dalam waktu bersamaan. Adapun amanlan pelaksanaan haji Qiran yang digabung dengan amalan umroh tersebut, yaitu tawaf dan sai. Gambaran pelaksanaan haji Qiran menurut mazhab Hanafi adalah berihram untuk umroh dan haji dari batas miqat, dengan mengucapkan niat haji dan umrah, "Ya Allah, aku hendak berhaji dan umrah. Mudahkanlah keduanya bagiku dan terimalah keduanya dariku"

3. Haji Tamattu Haji Tamaattu' adalah proses pelaksanaan haji dengan mengerjakan ibadah umrah terlebih dahulu baru kemudian melaksanakan ibadah haji.

Waktu Pelaksanaan Haji Waktu pelasksanaan ibadah haji telah ditentukan dalam syariat, yaitu pada bulan-bulan haji saja (Syawal hingga sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah). Waktu pelaksanaan haji ini merujuk firman Allah ta'ala berikut ini; ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ Yang artinya; "Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi” (QS. Albaqarah; 197)". Maksud dari bulan yang dimaklumi pada ayat diatas adalah bulan Syawwal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Puncak pelaksanaan ibadah haji adalah wuquf di Arafah, mulai 9 Dzulhijjah hingga matahari terbit di 10 Dzulhijjah.

Perbedaan Haji dan Umrah

Haji dan umrah merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Keduanya memiliki banyak persamaan meliputi syarat wajib, syarat sah, kesunnahan, hal-hal yang membatalkan, dan perkara-perkara yang diharamkan saat melakukan dua ibadah tersebut. Meski demikian, keduanya juga memiliki beberapa titik perbedaan. Berikut ini penjelasannya.

 Hukum   Haji merupakan ibadah yang wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib haji, hal ini berdasarkan firman Alah subhanahu wata’ala:

ولِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ 

Dan bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98).   Dan haditsnya Ibnu Umar:

بُني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وحج البيت، وصوم رمضان

 “Islam didirikan atas lima hal, bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah subhanahu wata’ala dan sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam utusan Allah, mendirikan shalat, melaksanakan zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dari ayat dan hadits di atas ulama merumuskan bahwa hukumnya haji adalah wajib dan tergolong persoalan al-mujma’ ‘alaihi al-ma’lum min al-din bi al-dlarurah (yang disepakati hukumnya oleh seluruh mazhab dan diketahui oleh semua kalangan, baik orang awam dan khusus). Oleh karenanya seseorang yang mengingkari kewajiban haji dihukumi murtad (keluar dari Islam), kecuali bagi orang yang sangat awam, jauh dari informasi keagamaan. Syekh Khathib al-Syarbini berkata:

   وهو إجماع يكفر جاحده إن لم يخف عليه 

Kewajiban haji disepekati ulama, kufur orang yang mengingkarinya bila kewajiban haji tidak samar baginya.” (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 206).   Sedangkan hukum umrah diperselisihkan ulama. Menurut pendapat al-Azhhar (yang kuat) hukumnya wajib, hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:

   وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ

 “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196). Dan haditsnya Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anh:

 عن عائشة قالت قلت يا رسول الله هل على النساء جهاد؟ قال: نعم، جهادٌ لا قتال فيه؛ الحج والعمرة 

Dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anh, beliau berkata wahai Rasulullah apakah wajib bagi para perempuan untuk berjihad? Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa adanya peperangan yakni haji dan umrah,” (HR. Ibnu Majah dan al-Bihaqi dan selainya dengan sanad-sanad yang shahih). 

Sementara menurut pendapat muqabil al-Azhhar (yang lemah), hukum umrah adalah sunnah. Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi menegaskan:

   وكذا العمرة فرض في الأظهر ومقابله أنها سنة

 “Demikian pula umrah, hukumnya fardlu menurut qaul al-Azzhar. Sedangkan menurut pendapat pembandingnya, umrah adalah sunnah.” (Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi, al-Siraj al-Wahhaj, hal.151). 

Pendapat ini berlandaskan kepada beberapa dalil, di antaranya hadits:

  سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن العمرة أواجبة هي قال لا، وأن تعتمر خير لك 

Nabi pernah ditanya mengenai umrah, Apakah umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan ketika kau umrah maka itu lebih baik bagimu.” (HR. al-Turmudzi). 

Al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ menyatakan bahwa para pakar hadits sepakat bahwa hadits al-Tirmidzi di atas adalah lemah (dha’if), bahkan Ibnu Hazm menyatakan hadits tersebut adalah bathil. Syekh Abdul Hamid al-Syarwani berkata:

   عبارة الأسنى والمغني وأما خبر الترمذي عن جابر «سئل النبي - صلى الله عليه وسلم - عن العمرة أواجبة هي قال لا وأن تعتمر خير لك» فضعيف قال في المجموع اتفق الحفاظ على ضعفه ولا يغتر بقول الترمذي فيه حسن صحيح وقال ابن حزم إنه باطل قال أصحابنا ولو صح لم يلزم منه عدم وجوبها مطلقا لاحتمال أن المراد ليست واجبة على السائل لعدم استطاعته

 “Dan ungkapan kitab al-Nihayah dan al-Mughni 'Sedangkan haditsnya al-Turmudzi dari Jabir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya mengenai umrah, apakah umrah wajib? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab tidak, dan kalau kamu umrah maka lebih baik bagimu.” Hadits at-Turmudzi adalah hadits yang lemah (dhaif). Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ berkata bahwa para hafidh hadits sepakat akan status lemah hadits tersebut dan janganlah sampai terbujuk oleh ungkapan al-Turmudzi bahwa hadits itu adalah hasan shahih. Syekh Ibnu Hazm berkata bahwa hadits itu adalah salah (bathil). Beberapa pengikut Imam al-Syafi’i berkata andai saja hadits itu shahih, maka tidak lantas memastikan ketidakwajiban umrah secara mutlak, sebab kemungkinan yang dikehendaki adalah tidak wajib bagi si penanya karena tidak adanya kemampuan berangkat umrah.” (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hawasyi al-Syarwani, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz 5, hal. 6). 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban haji adalah disepakati oleh seluruh ulama, sementara umrah masih diperselisihkan.   Rukun   Dalam bab manasik, rukun adalah ritual tertentu yang menjadi penentu keabsahan haji atau umrah (batal bila tidak dilakukan), dan tidak bisa diganti dengan dam (denda). Rukun haji ada lima yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut. Sedangkan rukun umrah ada empat, niat ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut.   Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami berkata:

أركان الحج خمسة: الإحرام، والوقوف بعرفة، والطواف، والسعي، والحلق. وأركان العمرة أربعة وهي: الإحرام، والطواف، والسعي، والحلق 

Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut,” (Syeh Abdullah Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 55).   Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa haji dan umrah berbeda pada satu rukun yaitu wuquf di Arafah yang hanya menjadi rukun haji, bukan umrah. 

Waktu

Pelaksanaan Haji memiliki waktu pelaksanaan yang lebih sempit dari umrah. Waktu pelaksanaan haji terbatas pada rentang waktu mulai dari awal bulan Syawal sampai subuhnya hari raya Idul Adlha (10 Dzulhijjah). Sedangkan umrah bebas untuk dilaksanakan kapan saja.   Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:

   والوقت وهو في الحج من ابتداء شوال إلى فجر يوم النحر وفي العمرة جميع السنة 

Dan waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang tahun. (Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, al-Haromain, hal. 201). 

Kewajiban   Kewajiban haji dan umrah merupakan rangkaian ritual manasik yang apabila ditinggalkan tidak dapat membatalkan haji atau umrah, namun wajib diganti dengan dam (denda). Kewajiban haji ada lima, yaitu niat ihram dari miqat (batas area yang telah ditentukan menyesuaikan daerah asal jamaah haji/ umrah), menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, tawaf wada’ (perpisahan) serta melempar jumrah. Sedangkan kewajiban umrah ada dua, niat ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram.   Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari berkata:

   وواجباته: ١- إحرام من ميقات، ٢- ومبيت بمزدلفة، ٣- وبمنى، ٤- وطواف الوداع، ٥- ورمي بحجر 

Kewajiban-kewajiban haji yaitu ihram dari miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan melempar batu,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini, al-Haramain, hal. 210). 

Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:

   وأما واجبات العمرة فشيئان الإحرام من الميقات واجتناب محرمات الإحرام 

Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada dua yaitu ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, al-Haramain, hal. 239).

Simpulannya, haji dan umrah memiliki perbedaan dalam hukum, rukun, waktu pelaksanaan dan kewajibannya. Secara hukum, haji hukumnya wajib dan tidak ada perbedaan ulama, sedangkan umrah kewajibannya diperselisihkan. Di lihat dari rukun, haji dan umrah berbeda dalam rukun wuquf di Arafah. Dari segi waktu pelaksanaan, haji lebih sempit dari pada umrah. Dan untuk kewajiban, haji mempunyai lebih banyak kewajiban dari pada umrah yang hanya terdapat dua saja.

Senin, 14 Desember 2020

Zakat

Zakat menurut arti secara etimologi (bahasa) adalah penumbuhan, pensucian, barakah dan pujian. Dinamakan zakat karena sesuai dengan kewajiban zakat itu sendiri, karena harta akan tumbuh dan bertambah jika dikeluarkan zakatnya dan berkah sebab doa orang yang berhak mendapatkanya. Serta mensucikan dari dosa, zakat memujinya dengan penyaksian nanti dihari kiamat akan kebenaran imannya.

Adapun secara arti secara syariat adalah mengeluarkan harta tertentu (binatang ternak, emas, perak dan lain-lain ) dengan cara tertentu (sesuai dengan syariat Islam) yang diberikan kepada orang-orang tertentu (yaitu 8 golongan).

Sedangkan secara terminologis (istilah) zakat didefinisikan oleh ulama sebagai berikut:

a. Mazhab Maliki

Zakat merupakan pengeluaran sebahagian dari harta yang khusus yang telah mencapai nisab (batas kuantitas minimal yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak  menerimanya.

b. Menurut Hanafi

Zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus, yang ditentukan oleh syari’ah karena Allah.

c. Mazhab Syafi’

Zakat sebagai sebuah ungkapan keluarnya harta sesuai dengan cara khusus.

d. Mazhab Hanbali

Zakat adalah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an.

Sedangkan pengertian zakat secara terminologis pandangan ulama lain juga dikemukakan bahwa:

a. Menurut Yusuf Qardawi

1) Zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya (muzakki), untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya (mustahik) dengan persyaratan tertentu pula.

2) Zakat merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah, artinya ibadah di bidang harta yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat. Karena itu, di dalam Al-Qur’an dan Hadist, banyak perintah untuk berzakat, sekaligus pujian bagi yang melakukannya.

b. Nawawi

Zakat adalah “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT diserahkan kepada orang-orang yang berhak”, disamping berarti “mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.” Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan.

c. Al Mawardi

Zakat adalah sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu.

d. Asy Syaukani

Zakat adalah memberi suatu bagian dari harta yang sudah sampai nishab kepada orang fakir dan sebagainya, yang tidak berhalangan syara’ sebagai penerima.10 Seluruh jumhur ulama sependapat, bahwa yang menjadi objek zakat adalah segala harta yang mempunyai nilai ekonomis dan potensial untuk berkembang. Penghimpunan zakat tidak bisa dilaksanakan karena adanya kebutuhan negara serta maslahat komunitas. Zakat merupakan jenis harta atau baitul mal setelah memenuhi nishab (masa tertentu), baik ada kebutuhan atau tidak. Zakat tidak gugur dari seseorang muslim selama diwajibkan dalam hartanya.

Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimulkan bahwa zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah SWT agardiserahkan kepada orang-orang yang berhak (Mustahiq) oleh orangorang yang wajib mengeluarkan zakat.

2. Prinsip-prinsip Zakat

Menurut M.A. Mannan dalam bukunya Islamic Economic:
Theory and Practice (Lahore, 1970 : 286), Zakat mempunyai enam prinsip, yaitu (1) prinsip keyakinan keagamaan (faith), (2) prinsip pemerataan (equity) dan keadilan, (3) prinsip  roduktivitas  productivity) dan kematangan, (4) prinsip nalar (reason), (5) prinsip kebebasan (freedom), (6) prinsip etik (ethic) dan kewajaran.11

Prinsip (pertama) keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakinan keagamaannya. Sehingga jika orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya, prinsip (kedua) pemerataan dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi lebih adil kekayaan yang yelah diberikan tuhan kepada manusia. Prinsip (ketiga) produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu.

Dan hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu. Prinsip (keempat) nalar, dan (kelima) kebebasan menjelaskanbahwa zakat hanya dibayar oleh oranng yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat demi kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dalam dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa.

Akhirnya (keenam) prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkanya. Zakat tidak dipungut, jika karena pemungutnya itu orang yang membayarnya justru menderita.12

3. Landasan hukum zakat

1) Nas al-Qur’an

Dalam al-Qur’an terdapat 32 buah kata zakat, bahkan sebanyak 82 kali diulang sebutanya dengan memakai kata-kata sinonim denganya, yaitu sadakah dan infak. Pengulangan tersebut mengandung maksud bahwa zakat mempunyai kedudukan, fungsi dan peranan yang sangat penting.

Dari 32 kata zakat yang terdapat didalam al-Qur’an, 29 diantaranya bergandengan dengan kata shalat. Hal ini memberikan syarat tentang eratnya hubungan antara ibadah zakat dengan ibadah shalat. Ibadah shalat merupakan perwujudan hubungan dengan tuhan, sedangkan zakat perwujudan hubungan dengan tuhan dan sesame manusia.13

Nas al-Qur’an tentang zakat diturunkan dalam dua periode, yaitu periode mekkah sebanyak delapan ayat diantaranya terdapat dalam surat Surat 98/al-Bayyinah ayat 5:

“hendaklah mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan itulah agama yang lurus”

2) Nas al-Sunnah

Imam Bukhari dan muslim telah menghimpun hadist hadist yang berkaitan dengan zakat sekitar 800 hadis, termasuk beberapa atsar. Diantara hadist yang paling populer mengenai zakat adalah:14

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Rosulullah bersabda :

“Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa pada bulan ramadhan” (HR Bukahari Muslim)15

Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah :

“Seseorang yang menyimpan hartanya tidak dikeluarkan zakatnya akan dibakar dalam neraka jahnnam baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan ke lambung dan dahinya. (HR Ahmad dan Muslim)16

3) Dalil ijma

Setelah Nabi SAW. Wafat , maka pemimpin pemerintah dipegang oleh Abu Bakar ak-Shiddiq sebagai khalifah pertama. Pada saat itu timbul gerakan kelompok orang yang menolak membayar zakat (mani’ al-zakarah) kepada Khalifah Abu Bakar. Khalifah mengajak para sahabat lainya untuk bermufakat memantapkan pelaksanaan zakat dan mengambil keputusan tegas untuk menumpas orang-orang yang menolak membayar zakat dengan mengkategorikan mereka sebagai orang murtad.17 Seterusnya pada masa tabi’in dan imam mujtahid serta muridmuridnya telah melakukan ijtihad dan merumuskan pola operasional zakat sesuai dengan situasi dan kondisi ketika itu.

B. Pengertian Amil

Beberapa pengertian amil zakat menurut Syafi’i amilun adalah orang-orang yang diangkat untuk memungut zakat dari pemilik pemiliknya. Dari pengertian tersebut maka amil ialah orang-orag yang bertugas mengumpulkan zakat.18

Menurut Yusuf Qordawi ‘Amilun adalh orang-orang yang bekerja dalam perlengkapan administrasi urusan zakat, baik urusan pengumpulan,  penyimpanan, pencatatan, perhitungan maupun yang mencatat keluar masuk dan membagi pada mustahiknya.19


Jadi Amil Zakat adlah orang-orang yang terlibat atau ikut dalam kegiatan pelaksanaan zakat yang dimulai dari sejak mengumpulkan zakat dari muzakki sampai mendistribusikan kepada mustahik.

1. Dasar Hukum Amil Zakat

Amil Zakat sebagai pengelola, tapi berhak menerima zakat, dapat disimpulakn bahwa sejak pertama kali zakat diwajibkan, al-Qur’an telah mengisyaratkan yang terdapat dalam surat at-Taubah ayat 103 tentang keharusan adanya pengelola zakat yang berwenang untuk menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkaitan dengan pelaksanaan zakat. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadikan) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan allah maha mendengar lagi maha mengetahui”

2. Dasar Hukum Amil Zakat Dalam Sunnah

Hadist yang diriwatkan oleh bukhari dan Muslim dari Abu Humaid Al-Saa’idy :
“Rasullulah shallahu ‘alahi wasallam memperkerjakan seorang lakilaki untuk mengurus zakat Bani Sulaim yang dikenal dengan sebutan Ibnu Al Latbiyah. Sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya ia berkata “ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku”.

Beliau bersabda: “ cobalah dia duduk saja dirumah ayahnya atau ibunya dan menunggu apakah akan ada yang memberinya hadiah? Dan demi dzat yang jiwa ku ditanganya. Tidaklah seseorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamah dengan dipikulnya diatas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik”. Kemudian beliau mengangkat tanganya sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan berkata: “ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankan aku sudah sampaikan”, sebanyak tiga kali.” (HR Bukhari dari
Abi Humaid Al-saa’idy).20

3. Fatwa MUI tentang Amil Zakat
Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011 tentang amil zakat yaitu21 :

a. Amil zakat adalah :

1) Seseorang atu sekelompok orang yang diangkat oleh pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.

2) Seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.

b. Amil zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Beragama Islam.
2) Mukallaf (berakal dan baliq).
3) Amanah.
4) Memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum zakat dan hal
lain yang berkaitan dengan tugas amil zakat.

c. Amil zakat memiliki tugas :
1) Penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nisab zakat, besaran tarif zakat, dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat. 

2) Pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta, pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat, dan

3) Pendistribusian zakat yang meliputi penyaluran harta zakat agar sampai kepada mustahik zakat secara baik dan benar, termasuk pelaporan.

d. Pada dasarnya biaya operasional pengelolaan zakat disediakan oleh pemerintah (ulil amr)

e. Pada dasarnya biaya operasional tidak dibiayai oleh pemerintah, atau disediakan pemerintahan tetapi tidak mencukupi, maka biaya operasional pengelolaan zakat menjadi tugas amil diambil dari dana zakat yang merupakan bagian amil atau dari bagian Fi Sabilillah dalam batas kewajaran, atau diambil dari dana diluar zakat. 

f. Kegiatan untuk membangun kesadaran berzakat-seperti iklan-dapat dibiayai dari dana zakat yang menjadi bagian amil atau Fi Sabillilah dalam batas kewajaran, proposional dan sesuai dengan kaidah
syariat islam.

g. Amil zakat yang telah memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta dalam tugasnya sebagai amil tidak berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian amil. Sementara amil zakat yang tidak memperoleh gaji dari negara atau lembaga swasta berhak menerima bagian dari dana zakat yang menjadi bagian amil sebagai imbalan atas dasar prinsip dan kewajaran.

h. Amil tidak menerima hadiah dari muzakki dalam kaitan tugasnya sebagai amail.

i. Amil tidak boleh memberi hadiah kepada muzakki yang berasal dari harta zakat.

4. Karakteristik amil

Amil zakat pada dasarnya mempunyai karakteristik yang mana karakteristik ini dapat menjadi harapan untuk membawa misi suci pembangunan zakat. Dalam hal ini setidaknya ada empat karakteristik yang harus dimiliki oleh amil zakat. Yaitu :

a. Keberadaan amil harus memiliki payung hukum. Sebagaimana makna tersirat dari pengertian amil dalam fatwa MUI nomor 8 Tahun 2011 tentang amil zakat harus mendapatkan legalitas dan kewenangan yang dijamin oleh undang-undang atau hukum positif.

b. Amil harus amanah dalam melaksanakan tugasnya. Institusi amil harus transparan, akuntable dan dapat dipertanggungjawabkan kegiatanya atau program-program secara terbuka kepada publik. Programnya harus terarah baik dari sisi penghimpunanya maupun pendistribusianya. Begaimanapun dengan pelaporanya dan pertanggungjawabannya.

c. Amil harus bekerja secara profesional. Amil zakat harus bekerja full time mengurus zakat dalam artian tidak bekerja sampingan dalam mengurus zakat. Orang-orang yang bekerja pada lembaga pengelolaan zakat, harus mempunyai dedikasi dan komitmen untuk bekerja penuh waktu dan  profesional dalm menelola zakat.

d. Amil Zakat adalah sebuah sistem yang terintigrasi dan terkoordinasi dengan baik. Dalam hal ini UU No 23/2011 tentang pengelolaan zakat memberikan peluang bagi proses integrasi ini, dimana seluruh LAZ Maupun BAZ daerah, berada dibawah koordinasi BAZNAS Pussat.22

C. Golongan penerima zakat (Asnaf Zakat)

Asnaf zakat adalah orang-orang yang boleh menerima zakat, Asnaf Zakat sendiri terbagi atas delapan golongan, sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam al-Quran, dengan firman-Nya :
“Sesungguhnya sedekah-sedekah itu adalah kepunyaan orang-orang fakir dan miskin dan orang-orang yang mengurusnya, dan orang-orang yang dijinakkan hatinya, dan orang-orang yang berhutang, dan untuk jalan Allah dan ibnu sabil, demikian itu sebagai kefadluan yang difardlukan Allah, dan Allah amat mengetahui lagi amat bijaksana. (Q.S. At Taubah:60)

a. Fakir dan miskin

Pengertian fakir menurut mahzab hanafi adalah orang yang tidak memiliki apa-apa dibawah nilai nishab menurut zakat yang sah, atau nilai sesuatu yang dimiliki mencapai nishab atau lebih, yang terdiri dari perabotan rumah tangga, barang-barang, pakaian, buku-buku sebagai keperluan pokok sehari-hari. Sedang pengertian miskin menurut (mahzab hanafi) ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa.23

Menurut imam mahzab yang tiga, yang disebut fakir ialah mereka yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi kebutuhanya: sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala keperluan pokok lainya, baik untuk diri sendiri maupun mereka yang menjadi tanggungnya. Misalkan orang memerlukan 10 dirham perhari, tapi yang ada hanya empat, tiga atau dua. sedang yang disebut miskin ialah yang mempunyai harta atau penghasilan yang layak dalam memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggunganya, namun tidak sepenuhnya tercukupi seperti misalnya yang diperlukan 9 dirham, tapi yang ada hanya tujuh atau delapan, walaupun sudah masuk satu nishab atau beberapa nishab.

b. Amil zakat

Amil zakat ialah mereka yang melaksanakan segala urusan zakat, mulai dari pengumpulan sampai kepada bendahara dan para penjaganya, juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitungan yang mencatat keluar masuk zakat, dan membagi kepada mustahiknya. Allah menyediakan upah bagi mereka dari harta zakat sebagai imbalan dan tidak diambil dari selain harta zakat.

c. Muallaf

Menurut Qardawi golongan mualaf terbagi menjadi tujuh golongan, pertama yaitu, golongan yang diharapkan keislamanya atau keislaman kelompok serta keluarganya. Imam muslim dan imam turmizi telah meriwayatkan melalui Said bin Musayyib , bahwa Safyan bin Umayyah berkata: ‘Demi Allah, Rasullulah SAW telah memberi kepadaku, padahal beliau adalah orang yang paling kubenci, akan tetapi beliau tidak berhenti memberi kepadaku, sehingga beliau menjadi orang yang paling kusayangi!.

Kedua, golongan yang dikuatirkan kelakuan jahatnya. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa ada suatu kaum datang kepada nabi SAW, yang apabila mereka diberi zakat, mereka memuji islam dengan menyatakan: ‘inilah agama yang baik”. Akan tetapi, apabila mereka tidak diberi mereka mencelanya. Ketiga, golongan orang yang baru masuk islam. Mereka perlu diberi santunan agar bertambah mantap keyakinanya terhadap islam.

Keempat, pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk agama islam yang mempunyai sahabat-sahabat orang kafir. Abu Bakr pernah memberi zakar kepada Adl bin Hatim dan Zibriqan bin Badr, padahal keduanya muslim yang taat, akan tetapi mereka berdua mempunyai posisi terhormat dikalangan masyarakat. Kelima, pemimpin atau tokoh yang berpengaruh dikalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah. Mereka diberi bagian zakat dengan harapan imannya menjadi tetap dan kuat.

Keenam, kaum muslim yang bertempat dibenteng-benteng dan daerah perbatasan dengan musuh. Mereka diberi dengan harapan dapat mempertahankan diri dan membela kaum muslimin lainya yang  tinggal jauh dari benteng itu, dari serbuan musuh. Ketujuh, kaum muslimin yang membutuhkannya untuk mengurus zakat orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, kecuali dengan paksaan.

d. Riqab

Riqab adalah bentuk jamak dari raqqbah. Istilah ini dalam AlQuran artinya budak belian laki-laki (abid) dan bukan belian perempuan (amah). Istilah ini diterangkan dalam kaitanya dengan pembebasan atau pelepasan, seolah-olah Al-Qur’an memberikan isarat dengan kata kiasan ini maksutnya, bahwa perbudakan bagi manusiatidak ada bedanya seperti belenggu yang mengikatnya.

Membebaskan budak belian sama dengan menhilangkan belenggu yang mengikatnya. Cara membebaskan bisa dilakukan dengan dua cara: pertama, menolong hamba mukatab, yaitu budak yang telah ada perjanjian dan kesepakatan dengan tuanya, bahwa ia sanggup menghasilkan harta dengan nilai dan ukuran tertentu, maka bebaslah ua. Kedua, seseorang yang harta zakatnya atau seseorang bersama-sama dengan temannya membeli seorang budak atau amah kemudian membebaskannya. Atau penguasa membeli seseorang budak atau amah ari harta zakat yang diambilnya, kemudian ia membebaskannya.24

e. Gharimin

Munurut mahzab Abu Hanifah, gharim adalah orang yangmempunyai hutang, dan tidak memiliki bagian yang lebih darihutannya. Menurut imam malik, Syafi’i dan Ahmad, bahwa orang yang mempunyai utang terbagi menjadi dua golongan. Masing-masing mempunyai hukumnya tersendiri. Pertama, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri dan kedua, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat.

f. Fiisabillilah

Dari tafsir Ibnu Atsir tentang kalimat sabillilah, terbagi menjadi dua: pertama, bahwa arti asala kata ini menurut bahasa, adalah setiapamal perbuatn ikhlas yang dipergunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, meliputi segala amal perbuatan shaleh, baik yang bersifat pribadi maupun bersifat kemasyarakatan. Kedua, bahwa arti yang biasa dipahami pada kata ini bersifat mutlak, adlah jihad, sehingga karena seringnya dipergunakan untuk itu, seolah-olah artinya hanya untuk itu (jihad).

g. Ibnu sabil

Ibnu sabil menurut jumhur ulama adalah kiasan untuk musaffir, yaitu artinya orang yang melintas dari satu daerah kedaerah lainya. As- sabil artinya ath-thariq/jalan. Dikatakan untuk orang yang berjalan diatasnya (ibnu sabil) karena tetapnya dijalan itu. Ibnu Zaid berkata : ‘Ibnu sabil adalh musafir, apakah ia kaya atau miskin, apabila mendapat musibah dalam bekalnya, atau hartanya sama sekali tidak ada, atau terkena sesuatu musibah atas hartanya, atau ia sama sekali tidak memiliki apa-apa, maka dari keadaan demikian itu hanya bersifat pasti.25

D. Lembaga Zakat
Lembaga Amil Zakat (LAZ) sering diartikan sebagai sesuatu lembaga masyarakat yang informal, temporer dan hanya bekerja menerima zakat dan membagikan kepada yang berhak menerimanya. Lembaga Amil Zakat (LAZ) menurut yatim dan hendargo merupakan suatu bentuk organisasi, sistem manajemen dan mekanisme kerja yang menjamin pengumpulan zakat dari yang berkewajiban membayar zakat dan menjamin juga pembagianya atau penyebaran sehingga tercapainya tujuan yang lebih jauh yaitu ikut memberantas kemiskinan dan kekafiran dengan mengembanganusaha-usaha produksi

sehingga berkelanjutan ikut meningkatkan kualitas kehidupan umat. Sebagai organisasi pengelola zakat, lembaga amil zakat menerima berbagai jenis dana selain zakat yaitu infak/shadaqah, dana wakaf dan dana pengelolaan.26

Kewajiban mengeluarkan zakat

Zakat secara bahasa adalah berkembang. Dan secara syara’ adalah nama harta tertentu yang diambil dari harta tertentu dengan cara tertentu dan diberikan pada golongan tertentu.

Zakat wajib dilakukan di dalam lima hal. Lima hal tersebut yang pertama adalah hewan ternak. Kedua- al atsman (mata uang). Yang dikehendaki dengan atsman adalah emas dan perak. Dan -yang ke tiga- az zuru’ (hasil pertanian). Yang dikehendaki dengan az zuru’ adalah bahan makanan penguat badan. Dan -yang ke empat dan ke lima- buah-buahan dan barang dagangan. Masing-masing dari kelimanya akan dijelaskan secara terperinci.

Sebelum wajib zakat harta, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu nishob dan haul. Nishob adalah batasan minimum wajib mengeluarkan zakat. Artinya, dalam harta tertentu ketika mencapai jumlah tertentu baru wajib mengeluarkan zakat. Sedangkan haul adalah genap kepemilikan selama setahun. Adapun untuk zakat pertanian, diwajibkan setiap setelah panen.

Zakat Binatang Ternak

Adapun binatang ternak, maka wajib mengeluarkan zakat di dalam tiga jenis darinya, yaitu onta, sapi dan kambing. Maka tidak wajib mengeluarkan zakat di dalam kuda dan binatang yang lahir semisal dari hasil perkawinan kambing dan kijang. Syarat wajib zakat ternak ada enam hal. Dalam sebagian redaksi matan diungkapkan dengan bahasa “enam khishal”. Yaitu Islam. Maka zakat tidak wajib bagi orang kafir asli. Adapun orang murtad, maka menurut pendapat yang shahih sesungguhnya hartanya ditangguhkan dahulu. Jika kembali masuk Islam, maka baginya wajib mengeluarkan zakat. Dan jika tidak, maka tidak wajib.

Dan -syarat kedua- merdeka, maka zakat tidak wajib bagi seorang budak. Adapun budak muba’ad [Seorang yang berstatus budak dan merdeka], maka baginya wajib mengeluarkan zakat dari harta yang ia miliki dengan sebagian dirinya yang merdeka. Dan milik sempurna. Maksudnya, milik yang lemah tidak wajib untuk dizakati seperti barang yang di beli namun belum diterima, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya sebagaimana indikasi dari ungkapan mushannif yang mengikut pada Qaul Qadim, namun menurut Qaul Jadid wajib mengeluarkan zakat. Sudah mencapai satu nishab dan setahun. Sehingga, kalau masing-masing kurang dari batas tersebut, maka tidak wajib zakat. 

Adapun besaran zakat yang wajib dikeluarkan adalah:

Zakat Unta

Jumlah Unta              Zakat yang dikeluarkan

5-9                                1 ekor kambing

10-14                            2 ekor kambing

15-19                            3 ekor kambing

20-24                          4 ekor kambing

25-35                           1 ekor anak unta betina (umur 1 tahun lebih)

36-45                           1 ekor anak unta betina (umur 2 tahun lebih)

46-60                           1 ekor anak unta betina (umur 3 tahun lebih)

Zakat Kambing

Jumlah kambing        Zakat yang dikeluarkan

40-120                          1 ekor kambing

121-200                        2 ekor kambing

201-300                        3 ekor kambing

Setiap bertambah 100 ekor, zakat yang dikeluarkan ditambah 1 ekor

Zakat Sapi

Jumlah sapi                    Zakat yang dikeluarkan

30-39                              1 ekor anak sapi jantan atau betina umur 1 tahun

40-59                              1 ekor anak sapi betina umur 2 tahun

60-69                              2 ekor anak sapi jantan atau betina umur 1 tahun

70-79                             2 anak sapi betina berumur 2 tahun dan 1 anak sapi jantan umur 1 tahun

Zakat Emas dan Perak

Adapun atsman (mata uang), maka wajib pada dua barang yaitu emas dan perak, baik yang sudah dicetak atau tidak. Dan nishabnya akan dijelaskan di belakang. Syarat-syarat wajib zakat di dalam atsman adalah lima perkara, yaitu Islam, merdeka, milik sempurna, nishab dan mencapai satu tahun. Nishab zakat emas 85 gram, dengan kewajiban mengeluarkan zakat 2,5 %.

Zakat Hasil Pertanian

Adapun az zuru’, maka wajib mengeluarkan zakatnya dengan tiga syarat. Yang dikehendaki oleh mushannif dengan az zuru’ adalah bahan makanan penguat badan, yaitu berupa gandum putih, gandum merah, kedelai, dan beras, begitu juga bahan makanan penguat badan yang dikonsumsi dalam keadaan normal seperti jagung dan kacang.

Syarat tersebut yaitu hasil pertanian tersebut termasuk tanaman yang ditanam oleh anak Adam. Jika tumbuh dengan sendirinya sebab terbawa air atau angin, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya. -yang kedua- hasil tersebut termasuk bahan makanan yang kuat disimpan.

Baru saja telah dijelaskan pengertian “bahan makananan penguat badan”. Dengan bahasa “bahan makanan penguat badan”, mengecuali hasil pertanian yang tidak dibuat bahan makanan penguat badan, yaitu berupa tanaman bumbu seperti tanaman al kammun (bumbu-bumbuan). -syarat ke tiga- harus mencapai satu nishab, yaitu lima wasaq tanpa kulit. Di dalam sebagian redaksi menggunakan bahasa ”harus mencapai lima wasaq” dengan tidak menyertakan lafadz “nishab”.

Sebagian ulama berpendapat bahwa lima wasaq sama dengan 750 kg, adapun besaran zakat yang dikeluarkan apabila tanaman tersebut dialiri dengan air hujan atau sungai yang tidak memerlukan biaya maka zakatnya 10% dari hasil panen, sedangkan jika pengairannya dengan irigasi yang mengaluarkan biaya maka zakatnya 5%.

Zakat Buah-Buahan

Adapun buah-buahan, maka yang wajib dizakati adalah dua buah-buahan.  Yaitu buah kurma dan buah anggur. Yang dikehendaki dengan kedua buah ini adalah kurma kering dan anggur kering. Syarat-syarat wajib zakat di dalam buah-buahan ada empat perkara : yaitu Islam, merdeka, milik sempurna dan nishab. Ketika salah satu dari syarat-syarat tersebut tidak ada, maka tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat.

Zakat Perdagangan

Adapun barang dagangan, maka wajib dizakati dengan syarat-syarat yang telah disebutkan di dalam zakat mata uang.  Tijarah (dagang) adalah memutar balik harta karena tujuan mencari laba.