Senin, 21 Desember 2020

Haji dan Umrah

 Haji (Bahasa Arab : حج) adalah rukun Islam kelima. Secara bahasa, haji artinya berkunjung ketempat yang agung. Sedangkan secara istilah, haji berarti berziarah ke tempat tertentu pada waktu-waktu tertentu untuk melakukan amalan-amalan tertentu dengan niat ibadah. Definisi berziarah ketempat tertentu, yaitu berkunjung ke Baitullah (Ka'bah), Padang Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Defenisi waktu-waktu tertentu, yaitu ibadah haji hanya dilakukan pada bulan-bulan haji saja (Syawal, Zulkaidah dan Zulhijah). Sedangkan definisi amalan-amalan tertentu, yaitu mengerjakan serangkaian ibadah seperti rukun haji, wajib haji, tawaf, wukuf, sai, mabit di Minah dan Muzdalifah.

 Hukum Pergi Haji Pergi haji hukumnya wajib bagi setiap orang muslim dewasa yang telah memenuhi syarat. Syarat yang dimaksud adalah mampu secara fisik, ilmu dan mampu secara ekonomi untuk mengadakan perjalanan ke Baitullah, Arab Saudi minimal satu kali dalam seumur hidup. Kewajiban atas ibadah haji dijelaskan dalam firman Allah ta'ala berikut ini, yang artinya, "Menunaikan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali 'Imran: 97)

Syarat Wajib Haji Menurut para ulama syarat wajib haji ada lima. Adapun syarat-syarat tersebut yaitu;

1: Islam Orang yang mengerjakan haji wajib beragama Islam. Jika ada orang non Islam ingin berhaji, tentu saja ia harus bersyahadat terlebih dahulu, lalu melakukan kewajibannya sebagai islam seperti sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya.

2: Berakal Maksudnya waras atau tidak gila. Konsekuensinya, orang yang tidak berakal tidak terkena beban kewajiban agama. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits; "Pena Diangkat (kewajiban digugurkan) dari tiga (golongan); Orang yang tidur sampai bangun, anak kecil hingga bermimpi (baligh), dan orang gila hingga berakal (sembuh)." (HR. Abu Daud, no. 4403)

3: Baligh Baligh adalah telah sampainya usia seseorang pada tahap kedewasaan sehingga sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Artinya anak kecil yang belum baligh tidak diwajibkan untuk berhaji sampai ia menginjak usia baligh. Hal ini sudah dijelaskan dalam hadits diatas [HR. Abu Daud, no. 4403]

4: Merdeka Orang yang bebas atau bukan budak yang terikat tanggung jawab pada tuannya.

5: Mampu Syarat haji ini secara khusus disebutkan dalam firman Allah ta'ala, yang artinya; "Menunaikan haji adalah kewajiban manusia kepada Allah, yaitu bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah." (QS. Ali 'Imran: 97) Mampu yang dimaksud dalam syarat haji ini, ialah: - Mampu membayar biaya perjalanan haji PP - Mampu mencukupi nafkah untuk keluarga yang di tinggalkan - Mampu melunasi hutang-hutangnya (jika ada) - Mampu secara fisik dan Ilmu Manasik Rukun Haji.

Rukun haji merupakan sebagian amalan (perbuatan) yang tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang pada saat ia sedang melaksanakan ibadah haji. Dan apabilah rukun haji tersebut ada yang tidak dekerjakan maka hajinya tidak sah. Adapun rukun haji menurut mazhab Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi, yaitu:

Mazhab Syafi'i: Ihram, Wukuf di Arafah,Tawaf Ifadhah, Sa'I, Tahalul, tertib

Mazhab Maliki: Ihram, Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadhah, Sa'i

Mazhab Hambali: Ihram, Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadhah, Sa'i

Mazhab Hanafi: Wukuf di Arafah, Tawaf Ifadhah

Rukun Haji ke-1: Ihram Ihram, yaitu beniat dari miqat ketika hendak memulai kegiatan ibadah haji, seperti mengucapkan Lafaz: لَبَيْكَ اللَهُمَ حَجًا Yang artinya: "Ya Allah, kupenuhi panggilan-Mu untuk berhaji"

Rukun Haji ke-2: Wukuf di 'Arafah Yang dimaksud Wukuf di Arafah ialah berdiam di padang Arofah dengan memperbanyak zikir dan istighfar kepada Allah SWT. Waktu wukuf di arafah bermula dari tergelincirnya matahari di Hari Arafah, yaitu pada tanggal 9 Zulhijah, sampai terbit fajar pada Hari Raya Kurban. Apabila seseorang berwukuf di Arafah di luar waktu tersebut, sama saja ia belum berwukuf. Itulah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.

Rukun Haji ke-3: Thawaf Ifadhah Tawaf ziarah atau tawaf ifadah merupakan bagian dari rukun haji yang dilakukan setelah wukuf di arafah. Kefarduan tawaf ini telah dikukuhkan dengan Al-Quran, Sunnah, dan ijmak. Dalam Al Quran surat Al Hajj: 29, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman “…Dan hendaklah mereka melakukan Thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah Ka'bah).” Dengan teks Al-Quran tersebut para ulama sepakat bahwa itu adalah perintah untuk melakukan tawaf ziarah (tawaf ifadah). Tawaf ifadah berjalan mengelilingi Ka'bah nan agung sebanyak 7 kali putaran dengan syarat; suci dari hadas dan najis baik badan maupun pakaian, menutup aurat, Kakbah berada di sebelah kiri kita saat mengelilinginya, dan kita harus memulai tawaf dari hajar aswad (batu hitam) yang terletak di salah satu pojok Ka'bah.

Rukun Haji ke-4: Sa’i Dalam hadits riwayat Ahmad (XII/76, no. 277), Rasulullah SAW bersabda “Kerjakanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian”. Sa’i adalah berjalan dari bukit Safa ke bukit Marwah sebanyak tujuh putaran dan berakhir di bukit Marwah. Dalam haji, Sa'i dilakukan setelah tawaf qudum. Rukun Haji ke-5: Tahalul Tahalul, adalah mencukur atau memotong rambut paling sedikit tiga helai rambut di sekitar bukit Marwa (tempat terakhir melaksanakan sa'i).

Rukun Haji ke-6: Tertib Tertib, artinya rukun-rukun haji diatas harus dilakukan secara berurutan, yaitu dengan mendahulukan ihram atas rukun lainnya, kemudian wukuf, lalu tawaf dan seterusnya. Aktivitas Wajib Haji Yaitu melakukan beberapa aktivitas yang diperintahkan pada saat berhaji. Jika aktivitas-aktivitas tersebut ada yang tidak dikerjakan karena lupa maka diharuskan menggantinya dengan membayar dam. Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah berikut ini, “Barang siapa meninggalkan suatu ibadah wajib dalam haji atau lupa, maka dia wajib menyembelih kurban”. (Hadits Riwayat Malik)

 

Berikut aktivitas-aktivitas yang termasuk dalam kegiatan wajib haji menurut empat mazhab:

Mazhab Syafi'i: Ihram dari Miqat, Sa'I, Mabit di Muzdalifah, Melontar jumrah Mabit di Mina, Tawaf Wada'

Mazhab Hanafi: Wukuf di Muzdalifah, Melontar jumrah, Mencukur rambut, Tawaf Wada'

Mazhab Maliki: Haji Ifrad Ihram dari Miqat, Mebaca talbiyah, Tawaf Qudum Mabit di Muzdalifah, Melontar jamarat, Mencukur Rambut, Shalat thawaf, Al-Jam'u di Arafah dan Muzdalifah

Mazhab Hambali: Ihram dari Miqat, Mabit di Muzdalifah, Melontar Jamrah, Mabit di Mina, Tawaf Wada', Mabit di Mina, Wukuf di Arafah, Mencukur rambut

Sunnah Haji Sunnah haji maksudnya adalah jenis amalan ibadah yang dapat menambah pahala bila dikerjakan. Amalan ini sebagai pelengkap pelaksanaan haji. Bila tidak dikerjakan juag tidak mengapa karena tidak berdosa. Apa saja yang termasuk amalan sunnah dalam haji? Berikut diantaranya:

1.  Mandi besar sebelum berniat dan mengenakan ihram.

2.  Menggunakan wangi-wangian sebelum ihrom bagi laki-laki.

3.  Melantunkan Talbiyah berulang kali.

4.  Melantunkan doa saat memasuki kota Mekkah.

5.  Mengucapkan doa saat memasuki Masjidil Haram.

6.  Memanjatkan doa saat melihat Ka’bah.

7.  Melakukan Thawaf Qudum. Tarwiyah di Mina.

8.  Mencium Hajar Aswad.

9.  Sholat di Hijr Ismail.

10.        Minum air Zam-zam.

11.        Melaksanakan thawaf sunnah selama di Mekkah.

Keutamaan Ibadah Haji Ada banyak sekali keutamaan dalam ibadah haji, beberapa diantaranya yaitu:

1. Haji adalah amalan yang paling utama. Dari Abu Hurayrah r.a. Rasulallah saw ditanya : "Apa amalan yang paling utama?" Beliau menjawab, "Beriman kepada Allah." Kemudian apa lagi?" Beliau menjawab, "jihad dijalan Allah." Kemudian apa lagi?" "Haji mabrur", jawab Rasullallah. (H.R Bukhari no 1519)"

2. Orang Berhaji dijamin masuk Surga jika Mabrur. 'Abdullah Ibn Mas'ud r.a. meriwayatkan bahwa Rasulallah saw. pernah bersabda, yang artinya: “Iringilah haji dengan umrah, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa laksana api yang menyala-nyala mencairkan besi, emas, serta perak, dan tiada pahalah untuk haji yang mabrur selain surga." (HR. al-Tirmizi serta disahihkan oleh al-Nasa'i dan Ibn Majah) Baca Juga: Kiat Meraih Haji Mabrur Dari Para Ulama

3. Orang Berhaji adalah tamu Allah yang Do'anya akan dikabulkan. Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, yang artinya: “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji serta berumroh adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah pasti akan Allah beri” (HR. Ibnu Majah no 2893. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)"

Cara Pelaksanaan Haji Secara umum pelaksanaan haji bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu haji Ifrad, haji Qiran, dan haji Tamattu'. Berikut penjelasan terkait tiga cara pelaksanaan haji tersebut:

1. Haji Ifrad Maksud dari haji Ifrad adalah orang yang berhaji melakukan ihram hanya untuk haji saja. Bagi mereka yang akan melaksanakan umroh wajib ataupun sunah boleh dilakukan setelah kegiatan hajinya selesai.

2. Haji Qiran Haji Qiran adalah proses pelaksanaan haji yang digabung dengan mengerjakan amalan umrah dalam waktu bersamaan. Adapun amanlan pelaksanaan haji Qiran yang digabung dengan amalan umroh tersebut, yaitu tawaf dan sai. Gambaran pelaksanaan haji Qiran menurut mazhab Hanafi adalah berihram untuk umroh dan haji dari batas miqat, dengan mengucapkan niat haji dan umrah, "Ya Allah, aku hendak berhaji dan umrah. Mudahkanlah keduanya bagiku dan terimalah keduanya dariku"

3. Haji Tamattu Haji Tamaattu' adalah proses pelaksanaan haji dengan mengerjakan ibadah umrah terlebih dahulu baru kemudian melaksanakan ibadah haji.

Waktu Pelaksanaan Haji Waktu pelasksanaan ibadah haji telah ditentukan dalam syariat, yaitu pada bulan-bulan haji saja (Syawal hingga sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah). Waktu pelaksanaan haji ini merujuk firman Allah ta'ala berikut ini; ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ Yang artinya; "Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi” (QS. Albaqarah; 197)". Maksud dari bulan yang dimaklumi pada ayat diatas adalah bulan Syawwal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Puncak pelaksanaan ibadah haji adalah wuquf di Arafah, mulai 9 Dzulhijjah hingga matahari terbit di 10 Dzulhijjah.

Perbedaan Haji dan Umrah

Haji dan umrah merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Keduanya memiliki banyak persamaan meliputi syarat wajib, syarat sah, kesunnahan, hal-hal yang membatalkan, dan perkara-perkara yang diharamkan saat melakukan dua ibadah tersebut. Meski demikian, keduanya juga memiliki beberapa titik perbedaan. Berikut ini penjelasannya.

 Hukum   Haji merupakan ibadah yang wajib bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib haji, hal ini berdasarkan firman Alah subhanahu wata’ala:

ولِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ 

Dan bagi Allah subhanahu wata’ala, wajib bagi manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah.” (QS Ali Imran 98).   Dan haditsnya Ibnu Umar:

بُني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وحج البيت، وصوم رمضان

 “Islam didirikan atas lima hal, bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah subhanahu wata’ala dan sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam utusan Allah, mendirikan shalat, melaksanakan zakat, haji ke Baitullah dan puasa Ramadhan,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dari ayat dan hadits di atas ulama merumuskan bahwa hukumnya haji adalah wajib dan tergolong persoalan al-mujma’ ‘alaihi al-ma’lum min al-din bi al-dlarurah (yang disepakati hukumnya oleh seluruh mazhab dan diketahui oleh semua kalangan, baik orang awam dan khusus). Oleh karenanya seseorang yang mengingkari kewajiban haji dihukumi murtad (keluar dari Islam), kecuali bagi orang yang sangat awam, jauh dari informasi keagamaan. Syekh Khathib al-Syarbini berkata:

   وهو إجماع يكفر جاحده إن لم يخف عليه 

Kewajiban haji disepekati ulama, kufur orang yang mengingkarinya bila kewajiban haji tidak samar baginya.” (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 206).   Sedangkan hukum umrah diperselisihkan ulama. Menurut pendapat al-Azhhar (yang kuat) hukumnya wajib, hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata’ala:

   وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ

 “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah,” (QS al-Baqarah: 196). Dan haditsnya Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anh:

 عن عائشة قالت قلت يا رسول الله هل على النساء جهاد؟ قال: نعم، جهادٌ لا قتال فيه؛ الحج والعمرة 

Dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anh, beliau berkata wahai Rasulullah apakah wajib bagi para perempuan untuk berjihad? Rasulullah menjawab; Ya, yaitu jihad yang tanpa adanya peperangan yakni haji dan umrah,” (HR. Ibnu Majah dan al-Bihaqi dan selainya dengan sanad-sanad yang shahih). 

Sementara menurut pendapat muqabil al-Azhhar (yang lemah), hukum umrah adalah sunnah. Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi menegaskan:

   وكذا العمرة فرض في الأظهر ومقابله أنها سنة

 “Demikian pula umrah, hukumnya fardlu menurut qaul al-Azzhar. Sedangkan menurut pendapat pembandingnya, umrah adalah sunnah.” (Syekh Muhammad al-Zuhri al-Ghamrawi, al-Siraj al-Wahhaj, hal.151). 

Pendapat ini berlandaskan kepada beberapa dalil, di antaranya hadits:

  سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن العمرة أواجبة هي قال لا، وأن تعتمر خير لك 

Nabi pernah ditanya mengenai umrah, Apakah umrah wajib? Beliau menjawab tidak, dan ketika kau umrah maka itu lebih baik bagimu.” (HR. al-Turmudzi). 

Al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ menyatakan bahwa para pakar hadits sepakat bahwa hadits al-Tirmidzi di atas adalah lemah (dha’if), bahkan Ibnu Hazm menyatakan hadits tersebut adalah bathil. Syekh Abdul Hamid al-Syarwani berkata:

   عبارة الأسنى والمغني وأما خبر الترمذي عن جابر «سئل النبي - صلى الله عليه وسلم - عن العمرة أواجبة هي قال لا وأن تعتمر خير لك» فضعيف قال في المجموع اتفق الحفاظ على ضعفه ولا يغتر بقول الترمذي فيه حسن صحيح وقال ابن حزم إنه باطل قال أصحابنا ولو صح لم يلزم منه عدم وجوبها مطلقا لاحتمال أن المراد ليست واجبة على السائل لعدم استطاعته

 “Dan ungkapan kitab al-Nihayah dan al-Mughni 'Sedangkan haditsnya al-Turmudzi dari Jabir bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya mengenai umrah, apakah umrah wajib? Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab tidak, dan kalau kamu umrah maka lebih baik bagimu.” Hadits at-Turmudzi adalah hadits yang lemah (dhaif). Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ berkata bahwa para hafidh hadits sepakat akan status lemah hadits tersebut dan janganlah sampai terbujuk oleh ungkapan al-Turmudzi bahwa hadits itu adalah hasan shahih. Syekh Ibnu Hazm berkata bahwa hadits itu adalah salah (bathil). Beberapa pengikut Imam al-Syafi’i berkata andai saja hadits itu shahih, maka tidak lantas memastikan ketidakwajiban umrah secara mutlak, sebab kemungkinan yang dikehendaki adalah tidak wajib bagi si penanya karena tidak adanya kemampuan berangkat umrah.” (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hawasyi al-Syarwani, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, juz 5, hal. 6). 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewajiban haji adalah disepakati oleh seluruh ulama, sementara umrah masih diperselisihkan.   Rukun   Dalam bab manasik, rukun adalah ritual tertentu yang menjadi penentu keabsahan haji atau umrah (batal bila tidak dilakukan), dan tidak bisa diganti dengan dam (denda). Rukun haji ada lima yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i, dan memotong rambut. Sedangkan rukun umrah ada empat, niat ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut.   Syekh Abdullah Abdurrahman Bafadhal al-Hadlrami berkata:

أركان الحج خمسة: الإحرام، والوقوف بعرفة، والطواف، والسعي، والحلق. وأركان العمرة أربعة وهي: الإحرام، والطواف، والسعي، والحلق 

Rukun-rukun haji ada lima, yaitu niat ihram, wuquf di Arafah, tawaf, sa’i dan memotong rambut. Dan rukun-rukun umrah ada empat yaitu ihram, tawaf, sa’i dan memotong rambut,” (Syeh Abdullah Abdurrahman Bafadhol al-Hadlrami, Busyra al-Karim Bi Syarhi Masa-il at-Ta’lim Ala al-Muqaddimah al-Hadlrasmiyah, Dar al-Fikr, juz 2, hal. 55).   Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa haji dan umrah berbeda pada satu rukun yaitu wuquf di Arafah yang hanya menjadi rukun haji, bukan umrah. 

Waktu

Pelaksanaan Haji memiliki waktu pelaksanaan yang lebih sempit dari umrah. Waktu pelaksanaan haji terbatas pada rentang waktu mulai dari awal bulan Syawal sampai subuhnya hari raya Idul Adlha (10 Dzulhijjah). Sedangkan umrah bebas untuk dilaksanakan kapan saja.   Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:

   والوقت وهو في الحج من ابتداء شوال إلى فجر يوم النحر وفي العمرة جميع السنة 

Dan waktu, waktu dalam haji adalah mulai dari permulaan bulan Syawal sampai fajar hari raya Idul adha (Yaumu al-nahr) dan umrah bisa dilakukan di sepanjang tahun. (Abu Abdil Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantani, Nihayah al-Zain, al-Haromain, hal. 201). 

Kewajiban   Kewajiban haji dan umrah merupakan rangkaian ritual manasik yang apabila ditinggalkan tidak dapat membatalkan haji atau umrah, namun wajib diganti dengan dam (denda). Kewajiban haji ada lima, yaitu niat ihram dari miqat (batas area yang telah ditentukan menyesuaikan daerah asal jamaah haji/ umrah), menginap di Muzdalifah, menginap di Mina, tawaf wada’ (perpisahan) serta melempar jumrah. Sedangkan kewajiban umrah ada dua, niat ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram.   Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari berkata:

   وواجباته: ١- إحرام من ميقات، ٢- ومبيت بمزدلفة، ٣- وبمنى، ٤- وطواف الوداع، ٥- ورمي بحجر 

Kewajiban-kewajiban haji yaitu ihram dari miqat, menginap di Muzdalifah dan Mina, tawaf wada’ dan melempar batu,” (Syekh Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Qurrah al-Aini, al-Haramain, hal. 210). 

Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani berkata:

   وأما واجبات العمرة فشيئان الإحرام من الميقات واجتناب محرمات الإحرام 

Sedangkan kewajiban-kewajiban umrah ada dua yaitu ihram dari miqat dan menjauhi larangan-larangan ihram” (Syekh Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi Bin Umar al-Jawi al-Bantaniy, Tausyikh ‘Ala Ibni Qosim, al-Haramain, hal. 239).

Simpulannya, haji dan umrah memiliki perbedaan dalam hukum, rukun, waktu pelaksanaan dan kewajibannya. Secara hukum, haji hukumnya wajib dan tidak ada perbedaan ulama, sedangkan umrah kewajibannya diperselisihkan. Di lihat dari rukun, haji dan umrah berbeda dalam rukun wuquf di Arafah. Dari segi waktu pelaksanaan, haji lebih sempit dari pada umrah. Dan untuk kewajiban, haji mempunyai lebih banyak kewajiban dari pada umrah yang hanya terdapat dua saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar