Selasa, 01 Desember 2020

Mitos Menabrak Kucing

Pengemudi memiliki tanggung jawab besar atas apa yang dikemudikannya. Maka seseorang harus memiliki lisensi untuk dapat mengemudikan kendaraan yang biasanya disebut SIM (Surat Ijin Mengemudi). Untuk mendapatkan SIM harus melalui beberapa tahap tes teori maupun praktik. Lisensi tersebut bertujuan untuk menjamin keamanan pengendara dan masyarakat yang berada di sekitar jalan.

Namun, meski pengemudi memiliki SIM, kecelakaan masih sering terjadi. Kecelakan tersebut didominasi oleh kecerobohan pengguna jalan. Kecerobohan pengemudi selain merugikan diri sendiri juga akan merugikan orang lain. Jika sampai terjadi kecalakaan, selain pengemudi, kerugian juga akan dialami orang lain. Kecelakaan dapat menyebabkan seseorang menjadi cacat sehingga tidak dapat melakukan aktivitasnya secara sempurna. Dari sini dapat kita ketahui bahwa pengemudi sejatinya mengemban tanggung jawab yang besar.

Salah satu kecerobohan dalam berkendara adalah mengantuk. Memang, mengantuk seperti sebuah sesuatu yang tidak disengaja, ia datang tanpa kita kehendaki. Namun, kecelakaan karena mengantuk tetap dianggap sebagai kecerobohan dan kelalaian pengemudi yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain, sehingga terdapat pasal yang menjeratnya.

Dalam sebuah wawancara, Training Director Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubu mengatakan, berkendara dalam keadaan mengantuk dan kelelahan sama bahayanya dengan berkendara dalam kondisi mabuk. "Sebab, otak terlambat memberikan tanggapan akan tangkapan indera kita. Ketika dalam kondisi berkendara, tidak fokus selama beberapa detik saja bisa berakibat fatal".

Hal itulah yang saya alami pada 10 November 2020 lalu. Yaitu ketika melakukan perjalanan ke Nganjuk mengantar keluarga dan pada saat perjalanan pulang, mobil yang saya kendarai menabrak pohon karena mengantuk. Syukur alhamdulillah saya sebagai pengemudi hanya luka ringan di bibir, janggut, lidah, dan dahi.

Kami berangkat dari rumah setelah Maghrib dan sampai nganjuk pukul 20.30 WIB. Lalu pada pukul 22.00 WIB saya kembali pulang ke Tulungagung sendirian. Sudah memahami diri saya sendiri, jika mengantuk sulit dikendalikan. Maka ketika sampai daerah Ngadiluwih mata saya terasa mulai pedas kemudian saya berhenti untuk tidur sejenak. Setelah menepi dan tidur, saya terbangun kemudian melanjutkan perjalanan. Ketika masuk Kabupaten Tulungagung, saya merasa ngantuk lagi dan langsung menepi. Ada warung kopi di sebelah jalan, dalam hati kecil ada keinginan untuk mampir ngopi, namun saya memilih menidurkan fisik ini.

Tak lama kemudian saya terbangun karena mendengar suara truk yang mendekat dari arah belakang. Setelah saya amati ternyata truk tersebut akan parkir di depan mobil untuk mengontrol ban. Merasa pandangan sudah terang saya lanjutkan perjalanan. Namun naas, sampai depan GOR Rejoangung mobil saya hilang kendali dan menabrak pohon. Saya tersadar ketika dibangungkan oleh pengendara truk tronton yang berhenti. Ketika saya sadar saya langsung saja starter mobil, dan ketika melihat ke depan saya melihat kap mesin mobil menjulang ke atas, lalu baru mengerti kalau sedang mengalami laka.

Saya turun dengan kesadaran penuh. Memeriksa kondisi mobil yang rusak parah di bagian pojok depan, tepat depan kabin kemudi. Lalu dalam kondisi dikerubungi orang, saya minta tethering ke salah satu penolong untuk menelfon rumah. Tak lama kemudian polisi datang dan turut mengevakuasi. Tak lama berselang mobil derek dari Unit Laka datang, disusul dengan paman dan adik yang datang dari rumah.

Dari kejadian tersebut kita bisa mengambil kesimpulan bahwa ketika konfisi fisik mengantuk dan sudah mengistirahatkan, bukan jaminan rasa kantuk tersebut benar-benar pergi. Bisa jadi sesaat kemudian akan kembali menghinggapi. Berdasarkan diskusi dari beberapa pembesuk, terdapat beberapa tips untuk mengusir rasa kantuk, terutama saat dalam perjalanan. Yaitu; pertama kita harus berhenti, turun, dan melakukan senam kecil. Kedua, mampir ke warung kopi dan minum kopi. Ketiga, makan makanan ringan atau ngemil. Kalau memang sudah tidak kuat, keempat, berhenti dan tidur sampai pulas. Kalau malam hari, bila perlu sampai pagi.

Tidur satu detik saat mengemudi tetap berbahaya. Sekali lagi, bahaya tersebut tidak hanya mengancam jiwa kita sendiri, namun juga jiwa pengguna jalan lainnya. Setiap orang memiliki tanggung jawab di rumah masing-masing, barangkali mereka memiliki tanggungan anak, orang tua, atau pembiayaan lainnya. Dengan kecerobohan yang dilakukan pengemudi, akan berefek panjang pada kehidupan banyak orang.

Yang menarik dari peristiwa ini adalah ketika dalam perjalanan berangkat ke Nganjuk saya menabrak kucing. Saya berhenti lalu turun untuk memeriksa. Kucing tersebut sudah ditepikan pengendara lain, kondisinya mati. Lalu orang tersebut menawarkan apakah akan saya bawa untuk dikubur di rumah atau dikuburkan olehnya. Setelah saya tanyakan bahwa rumah pengendara tersebut tidak jauh dari tempat kejadian, saya meminta tolong untuk menguburkannya, dengan memberikan uang sebagai imbalan.

Perjalanan berangkat berjalan dengan lancar dan aman, meski diliputi rasa was-was dan kehati-hatian. Lalu sebelum berangkat pulang, doa-doa sebelum perjalanan sudah saya baca, namun kecelakaan tidak bisa dihindarkan.

Menabrak kucing menjadi mitos yang penuh misteri. Bagi orang Jawa, kucing adalah salah satu hewan yang paling keramat. Sebagian orang Jawa meyakini menabrak kucing dalam perjalanan sebagai tanda akan terjadinya kesialan. Sebelumnya saya tidak begitu percaya, karena bagaimanapun setiap yang terjadi sudah menjadi kehendak Illahi. Tapi setelah peristiwa tersebut, keyakinan-keyakinan nenek moyang perlu diperhatikan.

Menurut orang-orang yang menggenggam teguh keyakinan orang terdahulu, ketika mereka menabrak kucing yang dilakukannya adalah mencopot baju yang dipakai saat itu sebagai kain kafan kucing. Pengemudi harus menguburkannya sendiri dengan kain kafan dari baju yang dia kenakan. Untuk kebenaran tentu masih dapat diragukan. Namun perlu diketahui juga bahwa ilmu orang Jawa dulu adalah ilmu titen, yaitu hasil dari penyimpulan atas peristiwa yang terjadi berulang dalam jangka panjang.

Saya sangat beruntung dalam kecelakaan tersebut tidak menyebabkan celaka orang lain. Keberuntungan berikutnya saya hanya luka ringan. Semoga peristiwa ini dapat menjadi pelajaran bagi saya pribadi dan bagi para pembaca sekalian.






6 komentar:

  1. Ternyata bukan mitos ya. Mantap tulisannya mas.bravo.

    BalasHapus
  2. Tergantung dengan keyakinan masing-masing, mas. Dan keyakinan tersebut akan membangun sugesti yang akan mempengaruhi juga pada penerimaan kita terhadap sesuatu. Tp kok ya pas, kecelakaan paling parah dalam sejarah sy ini diawali dengan melindas kucing. Wallahu a'lam.

    BalasHapus
  3. Alhamdulilah sae bapak

    BalasHapus
  4. Inilah orang jawa, kecelakaan tapi masih untung, dan percayalah aku cuma baca baris terakhir

    BalasHapus