Senin, 23 November 2020

Puasa Wajib dan Sunnah

Puasa atau yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah shaum merupakan salah satu ibadah yang dijalankan umat Islam di seluruh dunia. Ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari makan dan minum mulai terbit fajar sampai terbenam matahari ini tidak hanya dilakukan di bulan Ramadan. Selain puasa Ramadan, ada beragam jenis puasa sunnah yang juga utama untuk dilakukan dalam Islam. Berikut ini adalah puasa wajib:

1. Puasa Ramadhan

Yakni puasa yang dilaksanakan selama bulan suci Ramadhan. "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas anda berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum anda agar anda bertakwa , (Yaitu) lebih dari satu hari tertentu. " (QS. AL-Baqoroh : 183-184)

2. Puasa Qodho Ramadhan

Yakni puasa yang wajib dilaksanakan untuk mengganti puasa Ramadhan yang ditinggalkannya dikarenakan udzur, sakit, atau berpergian sebanyak hari yang ditinggalkannya.

"(yaitu) dalam lebih dari satu hari yang tertentu. Maka barangsiapa satu diantara anda ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu terkecuali anda mengetahui." (QS. AL-Baqoroh : 184)

3. Puasa kafarot, kifarat atau kafarat

Yakni puasa yang dilaksanakan untuk menebus dosa akibat melakukan :

a. pembunuhan

"Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), terkecuali dikarenakan tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dikarenakan tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman dan juga membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), terkecuali terkecuali mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.

Jika ia (si terbunuh) berasal dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) pada mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) dan juga memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat berasal dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui kembali Maha Bijaksana. " (QS. An-Nisa' : 92)

b. melanggar sumpah

"Allah tidak menghukum anda disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum anda disebabkan sumpah-sumpah yang anda sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yakni berasal dari makanan yang biasa anda memberikan kepada keluargamu, atau memberi baju kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.

 

Barang siapa tidak dapat melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikianlah itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu misalnya anda bersumpah (dan anda langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar anda bersyukur (kepada-Nya)." (QS. Al-Maidah : 89)

4. Puasa Nadzar

Yakni puasa yang wajib dilaksanakan oleh orang yang bernadzar puasa sebanyak hari yang dinadzarkan. Nabi Muhammad Rusulullah saw bersabda :

"Apabila seseorang bernadzar menggerakkan puasa, maka nadzar itu wajib dipenuhinya." (HR Bukhori).

Meskipun ada puasa-puasa sunnah tertentu yang boleh dilakukan kapan saja, ternyata ada waktu di mana puasa tidak dianjurkan bahkan dilarang.  Waktu yang tidak dianjurkan untuk berpuasa antara lain:

Berpuasa Arafah bagi yang melaksanakan ibadah Haji. Puasa Arafah dianjurkan untuk orang-orang yang sedang tidak berhaji.

Hanya berpuasa di hari Jumat saja (kecuali jika hari Jumat bertepatan dengan jatuhnya hari saat kita berpuasa Daud)

Ketika hanya berpuasa di hari Sabtu saja. Hanya melakukan puasa di hari Sabtu ternyata hukumnya makruh karena hari Sabtu adalah hari yang dianggap suci oleh orang-orang Yahudi

Berpuasa di akhir bulan Sya’ban (kecuali harinya bertepatan dengan pelaksanaan puasa Daud atau puasa Senin Kamis.

Waktu yang dilarang (haram) untuk melakukan puasa sunnah yakni:

Berpuasa di dua hari besar, Idul Fitri dan Idul Adha. Khusus untuk Idul Adha, kita dianjurkan untuk tidak makan dan minum sampai kembali dari salat hari raya

Berpuasa di pertengahan bulan Dzulhijjah (tanggal 11, 12 dan 13). Puasa yang dianjurkan di bulan Dzulhijjah jatuh pada 10 hari pertama saja

Wanita yang sedang menstruasi atau nifas (setelah melahirkan)

Berpuasanya seorang wanita tanpa izin suami

Seseorang yang sakit sehingga membahayakan keselamatan dirinya.

Berpuasa sunnah merupakan salah satu cara kita mendekatkan diri kepada Allah di luar ibadah-ibadah wajib yang diperintahkan. Ini karena Allah menyukai orang-orang yang melakukan kebaikan selain yang telah diwajibkan-Nya. Karena saat berpuasa kita dianjurkan untuk menghindari hal-hal yang dilarang, ini akan menjadi sarana latihan bagi kita untuk semakin mendekat kepada Allah SWT.

Selain puasa Ramadan, ada beragam jenis puasa sunnah yang juga utama untuk dilakukan dalam Islam. Meskipun hukumnya dianjurkan untuk dilakukan di waktu-waktu tertentu, puasa sunnah tidak boleh dilakukan berturut-turut tanpa berbuka sama sekali (dilakukan setiap hari). Jika puasa Ramadan hukumnya wajib dan merupakan ibadah inti, maka puasa sunnah adalah ibadah pelengkap. Sama dengan salat wajib yang dilengkapi salat sunnah, puasa sunnah juga tidak wajib dilakukan namun memiliki banyak keutamaan bagi yang melaksanakannya.

Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Apalagi jika ajaran itu berbentuk ibadah. Lebih dari sekadar mendapatkan pahala, semua ibadah memiliki hikmah dan manfaat bagi yang menjalankannya.  Hal ini disampaikan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang setimpal. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya, karena seseorang itu telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sesungguhnya aroma mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada harum minyak kasturi.”

Ada banyak sekali hikmah dan kebaikan yang akan kita dapatkan dari berpuasa antara lain:

1. Melatih Diri Mengendalikan Hawa Nafsu

Puasa sunnah dilakukan dengan cara menahan diri dari segala hal yang berhubungan dengan nafsu dunia mulai dari Subuh hingga azan Maghrib berkumandang. Larangan untuk makan, minum dan berhubungan suami istri adalah sebuah latihan untuk membuat kita mampu mengelola hawa nafsu dan emosi. Puasa sunnah juga mengajarkan kita untuk sabar dan makan dengan jumlah yang sewajarnya saat sahur dan berbuka.

2. Melatih Kesederhanaan Hidup

Normalnya ketika kita berpuasa, konsumsi makanan akan berkurang dibanding hari-hari biasa. Ini bisa melatih kita untuk hidup sederhana dan bercermin pada nasib orang lain yang tidak seberuntung kita. Dengan melakukan puasa kita bisa lebih mudah berempati serta merasakan hal yang sama dengan orang-orang yang kurang beruntung.

3. Menjaga Kesehatan Tubuh

Puasa sudah lama diketahui bisa membuat tubuh membuang racun-racun di dalamnya. Dengan melakukan puasa, tubuh secara otomatis akan melakukan detoksifikasi sekaligus beristirahat dari segala macam makanan dan minuman yang tidak menyehatkan.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa puasa bisa membantu menurunkan kadar gula dan kolesterol dalam darah. Penderita penyakit seperti diabetes dan obesitas dianjurkan oleh ahli kesehatan untuk sesekali berpuasa. Puasa sunnah bisa menjadi pilihan ibadah yang menyehatkan untuk kita.

4. Membiasakan Diri untuk Taat Beribadah

Puasa sunnah ada banyak jenisnya. Dan karena hukumnya tidak wajib, banyak orang yang pasti merasa berat melakukannya. Memilih salah satu dari jenis puasa sunnah dan melakukannya secara konsisten akan membuat kita terbiasa dalam beribadah. Dengan melaksanakan ibadah sunnah, ibadah wajib pun akan menjadi semakin mudah dilaksanakan.

5. Meniru Kebiasaan Mulia Rasulullah SAW

Seperti yang telah disebutkan dalam Al Quran, Rasulullah adalah sebaik-baiknya suri tauladan. Segala kebaikan yang dilakukan oleh beliau adalah contoh yang patut kita tiru, termasuk kebiasaannya melakukan puasa sunnah. Saat ibadah sunnah dilakukan secara konsisten, ini akan menjadikan kita pengikut Rasulullah yang beruntung.

Perlu diingat bahwa Allah lebih menyukai ibadah yang sedikit namun dilakukan terus-menerus daripada yang banyak tapi hanya dilaksanakan sekali saja.Ada banyak sekali jenis puasa sunnah yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Masing-masing puasa ini memiliki keutamaannya masing-masing. Simak beberapa di antaranya berikut ini!

 Puasa Senin Kamis

Ibadah puasa sunnah yang paling umum dan paling sering kita dengar adalah puasa Senin Kamis. Puasa yang dilaksanakan setiap hari Senin dan hari Kamis ini merupakan ibadah puasa sunnah yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW. Ada beberapa hadis yang menyebutkan tentang puasa Senin Kamis.

Dari Abu Qotadah Al Anshori RA, Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa pada hari Senin, lantas beliau menjawab, “Hari tersebut adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu untukku.”(HR. Imam Muslim No. 1162).

Keutamaan puasa di hari Senin dan Kamis juga disebutkan dalam hadis lain yakni:

“Pintu surga dibuka pada hari Senin dan kamis. Setia hamba yang tidak berbuat syirik pada Allah sedikit pun akan diampuni (pada hari tersebut) kecuali seseorang yang sedang bermusuhan atau memiliki masalah dengan saudaranya. Kelak akan dikatakan pada mereka, ‘Akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Imam Muslim No. 2565).

Ada dua keutamaan yang bisa kita dapatkan dengan melakukan puasa Senin Kamis. Yang pertama adalah mendapatkan pahala karena beramal di waktu yang diutamakan (hari Senin dan Kamis merupakan hari di mana catatan amal kita dilaporkan kepada Allah SWT) dan yang kedua adalah kesempatan bagi tubuh untuk beristirahat setiap minggunya.

Puasa Daud

Puasa Daud dikatakan sebagai puasa sunnah yang paling berat. Ibadah ini dicontohkan oleh Nabi Daud AS dan juga dilakukan oleh Rasulullah SAW. Caranya yakni dengan melakukan selang-seling dalam berpuasa (sehari berpuasa dan sehari tidak). Puasa Daud juga merupakan ibadah puasa sunnah yang paling disukai Allah SWT. Hal ini sesuai dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

“Sebaik-baik salat di sisi Allah adalah salatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Dan sebaik-baik puasa di sisi Allah adalah puasa Daud. Nabi Daud dulu tidur di pertengahan malam dan beliau salat di sepertiga malamnya kemudian tidur lagi di seperenamnya. Sedangkan puasa Daud adalah puasa sehari dan tidak berpuasa di hari berikutnya.”

 Karena puasa Daud dilakukan hampir setiap hari, Rasulullah tidak menganjurkan kita untuk menambah puasa sunnah lainnya (jika sudah melakukan puasa Daud).

Puasa Syawal

Seperti namanya, puasa sunnah ini adalah puasa yang dilakukan di bulan Syawal (setelah bulan Ramadan). Puasa Syawal dilakukan sebanyak 6 hari, boleh berturut-turut dan boleh tidak. Salah satu keutamaan puasa Syawal disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka pahala yang dia dapatkan seperti orang yang berpuasa setahun penuh.”

Keutamaan lainnya disebutkan dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

“Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah SAW, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fitri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan yang sama besarnya.”

Puasa Ayyamul Bidh

Ibadah sunnah lain yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah puasa yang dikerjakan sebanyak 3 hari di bulan Hijriyah (kalender Islam). Puasa yang dikenal dengan nama Ayyamul Bidh ini dilakukan setiap tanggal 13, 14 dan 15. Karena dilaksanakan saat bulan bersinar penuh, puasa ini juga disebut dengan puasa hari putih.

Adapun hadis yang menjadi referensi dalam pelaksanaan puasa Ayyamul Bidh adalah:

Dari Ibnu Milhan Al Qoisiy, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa memerintahkan pada kami untuk berpuasa pada ayyamul bidh yaitu 13, 14 dan 15 (dari bulan Hijriyah).” Dan beliau bersabda, “Puasa ayyamul bidh itu seperti puasa setahun.” (HR. Abu Daud no. 2449 dan An Nasai no. 2434).

Puasa Dzulhijjah

Dzulhijjah merupakan ibadah puasa sunnah yang dilakukan sebanyak 10 hari di bulan Dzulhijjah. Puasa ini dilakukan sebanyak 9 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Di hari kesepuluh yang bertepatan dengan pelaksanaan hari raya kurban, kita hanya diminta untuk berpuasa hingga selesai melaksanaan salat hari raya. Setelahnya, kita tidak diperbolehkan melanjutkan puasa karena hukumnya menjadi haram.

Keutamaan puasa Dzulhijjah bisa kita temukan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi yang berbunyi, “Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah untuk dipakai beribadah lebih dari sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Berpuasa pada siang harinya sama dengan berpuasa selama satu tahun dan salat pada malam harinya sama nilainya dengan mengerjakan salat pada malam lailatul qadar.”

Puasa Arafah

Puasa Arafah berhubungan langsung dengan puasa Dzulhijjah karena dilaksanakan pada hari kesembilan di bulan Dzulhijjah atau menjelang hari raya Idul Adha. Dinamakan puasa Arafah karena di hari tersebut umat Islam yang berhaji sedang melaksanakan ibadah wukuf di Arafah. Puasa Arafah memiliki satu keistimewaan yang sangat besar yakni dihapuskan dosanya setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.

Ini sejalan dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah Al Anshari RA, “Dan Rasulullah SAW ditanya tentang berpuasa di hari Arafah. Maka, Rasulullah bersabda, ‘Puasa ini dapat menebus dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang’.” (HR Imam Muslim).

Puasa Asyura

Puasa Asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan setiap tanggal 10 di bulan Muharram. Keutamaan puasa Asyura disebutkan dalam sebuah hadis.

“Keutamaan puasa Asyura adalah dihapuskan dosa-dosa kecil pada tahun sebelumnya.” (HR. Imam Muslim).

Puasa Muharram

Puasa Muharram pada dasarnya merupakan sebutan untuk semua ibadah puasa sunnah yang dilakukan pada bulan Muharram. Di zaman dulu, orang-orang Yahudi dan Nasrani juga melakukan puasa setiap tanggal 10 Muharram.  Agar tidak sama dengan ibadah mereka, Rasulullah lantas menganjurkan umat Islam untuk mengiringi puasa Asyura dengan puasa tambahan sehari sebelum atau sesudahnya. Ini merupakan bagian dari puasa Muharram.

Keistimewaan berpuasa di bulan Muharram disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi, “Puasa Muharram adalah puasa yang paling utama setelah puasa di bulan Ramadan.”

Puasa Sya’ban

Bulan Sya’ban adalah bulan yang istimewa karena setelahnya umat Islam menyambut datangnya Ramadan.  Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah tidak banyak berpuasa di bulan-bulan lain kecuali bulan Sya’ban.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh An Nasa’i disebutkan, “Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, tuhan semesta alam. Karenanya, aku suka berpuasa saat amalanku dinaikkan ke hadapan-Nya.”

Tidak ada tanggal khusus yang dianjurkan untuk melakukan puasa Sya’ban. Kita boleh melakukannya tanggal berapa saja dan dengan jumlah hari yang kita sanggupi. Puasa di bulan Sya’ban juga disebut sebagai ibadah latihan sebelum kita memasuki bulan Ramadan saat umat Islam diwajibkan berpuasa sebulan penuh.

Puasa di Bulan-bulan Haram

Yang dimaksud dengan bulan-bulan haram adalah bulan yang dihormati. Di bulan-bulan tersebut kita dianjurkan untuk melakukan ibadah sebanyak-banyaknya, termasuk berpuasa. Adapun yang termasuk kategori bulan haram adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Hal-hal yang membatalkan puasa

Beberapa hal yang membatalkan puasa adalah:

"(1) Masuknya benda kedalam tubuh dengan sengaja melalu lubang yang terbuka (mulut, hidung, dan lain-lain), atau (2) melalui jalan yang tertutup, seperti benda yang masuk ke otak melalui kepala. Yang dikehendaki dalam hal ini adalah bahwa orang yang berpuasa mencegah sesuatu yang bisa masuk kedalam anggota tubuh. (3) Mengobati orang yang sakit melalui dua jalan (qubul dan dzubur). (4) Muntah dengan sengaja, namun apabila tidak disengaja maka puasanya tidak batal. (5) Bersetubuh dengan sengaja. Namun tidak batal apabila lupa (kalau sedang puasa). (6) Keluar mani karena bertemunya dua kulit (antara laki-laki dan perempuan) walaupun tanpa berjima’. Diharamkan apabila mengeluarkannya dengan tangan, namun tidak diharamkan seumpama dikeluarkan dengan tangan istrinya atau budaknya (tapi tetap batal). Pengarang kitab (mushannif) telah memisahkan apabila keluar mani disebabkan karena mimpi maka itu tidaklah batal. (7) Haid, (8) Nifas, (9) Majnun (gila), (10) Murtad. Maka, apabila salah satu dari yang disebutkan itu terjadi, batallah puasa seseorang.”

 Disamping 10 hal yang membatalkan puasa diatas. Ada juga hal-hal lain yang membatalkan pahala puasa. Pembatal pahala puasa ini patut di cermati, agar puasa yang dilakukan tidak hanya memperoleh lapar dan dahaga saja. Sebagaimana yang pernah disabda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alayhi wa Sallam :

 رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

"Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali hanya lapar” (HR. Ibnu Majah)

 رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ

“Betapa ada orang yang berpuasa yang didapat daripuasanya hanya lapar saja” (HR. Al-Hakim)

 Maksud dari ungkapan hadits tersebut adalah tidak ada pahala puasa baginya, namun taklif (beban) kewajiban puasa baginya gugur. Imam Al-Ghazali pernah mengatakan bahwa hal itu terjadi karena orang yang puasa ketika berbuka dengan perkara yang haram, atau berbuka disertai melakukan ghibah, atau orang tersebut tidak menjaga anggota badannya dari perkara-perkara dosa.

 Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :

 من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan yang zuur (buruk) dan mengamalkannya, maka tidak ada hajat bagi Allah dalam hal ia meninggalkan makannya dan minumnya (yakni Allah tidak butuh pada puasanya)” (HR Al-Bukhari)

 الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ

“Puasa adalah perisai, maka janganlah seseorang berbicara kotor dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang menggangumu atau mencacimu, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku sedang berpuasa” dua kali”. (HR. Bukhari)

 Dari hadits diatas, perkara-perkara yang buruk menjadi sebab batalnya pahala puasa. Maka, wajar saja jika ulama juga membawakan riwayat yang jika ditinjau dari sisi sanadnya memang perlu dikaji ulang, sebagian mengatakan dloif, namun jika ditinjau dari sisi matannya adalah shahih, sebab tersebut memang hal-hal yang membatalkan pahala puasa. Riwayat tersebut adalah;

 خمس يفطرن الصائم الكذب والغيبة والنميمة واليمين الكاذبة والنظر بشهوة

“5 hal yang merusak puasa seseorang (maksudnya merusak pahala puasa seseorang), yakni :

1. Bohong

2. Ghibah (gosip)

3. Namimah (mengadu domba)

4. Bersumpah palsu

5. Memandang dengan syahwat”.

 Riwayat diatas terdapat dalam kitab Ihya’ Ulumuddin Al Ghazali, dan beberapa kitab fiqih juga menyebutkan riwayat senada dengan diatas, seperti Mughni Muhtaj dan lain sebagainya.

 Namun, hal yang merusak pahala puasa tidak hanya itu, sebab perkara yang tidak baik itu banyak. Seperti berbicara kotor (jorok), bertikai, dan lain sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar