Senin, 07 Desember 2020

Puasa Wajib

Puasa (صوم) dalam pengertian bahasa adalah menahan dan berhenti dari sesuatu, sedangkan dalam istilah agama artinya adalah menahan dari makan, minum, dan hubungan intim atau kelamin, mulai waktu fajar sampai waktu magrib, karena mencari rindlo Allah semata.

Sedang menurut Ulama lain di sebutkan (Zakiyah: 11-1993); puasa menurut bahasa artinya: mencegah dari sesuatu. Menurut istilah artinya: mencegah sesuatu yang tertentu dari orang tertentu dengan syarat –syarat tertentu.

Ada juga yang menyatakan bahwa puasa dari segi bahasa menahan (imsak) dan mencegah (kaff) dari sesuatu . Misalnya, dikatakan ,artinya menahan dari berbicara (Zuhaili: 84-1995). Allah berfirman sebagai pemberitahuan tentang kisah Maryam: Artinya: Sesungguhnya Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah ( Q.S. 19.26 ).

Maksudnya, diam dan menahan diri dari berbicara. Orang Arab lazim mengatakan, "Shama an-Nahar” maksudnya, perjalanan matahari berhenti pada batas pertengahan siang, (seorang penyair mengatakan, "kuda yang terkendali dan kuda yang tidak terkendali. Diam terkendali dan yang lain tidak terkendali”) (Ali: 224-1992).

Sedang menurut hadis yang di riwayatkan Abu Hurairah Nabi Muhammad saw bersabda: Artinya: "Puasa adalah perisai seseorang untuk membentengi dirinya, maka barang siapa (yang berpuasa) janganlah dia mengucapkan kata-kata yang membual (omong kosong), atau janganlah dia bertingkah laku lalai; dan bila seseorang mengajak bertengkar atau memakinya, maka katakanlah: Saya berpuasa, dua kali. Dan demi Dia yang jiwaku di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dalam pandangan Allah daripada bau kesturi-dia telah menghindari makan dan minum, nafsu (syahwat)-nya demi Aku; puasa itu bagi-Ku dan Aku akan memberikan pahalanya; dan. kebajikan ini mendatangkan pahala sepuluh kali lipat" (Fathoni: 187-1987).


1. MACAM – MACAM NAFSU

Bagaimanapun dalam melaksanakan puasa wajib, selain menahan makan minum dan hubungan badan, namun ada beberapa bagian nafsu yang harus kita hindari pada saat berpuasa yaitu:

a.) Nafsu Amarah Bissu'. Nafsu ini selalu melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau menentang, bahkan patuh tunduk saja pada nafsu syahwat dan panggilan syetan. Nafsu itu selalu menyuruh ataupun mengajak kepada kejahatan (Amarah Bissu) kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Allah. Dan banyak sekali manusia yang menjadikan nafsunya sebagai illah (yang di patuhi dan di turuti saja).

Manusia yang seperti itu lebih sesat dari binatang yang punya hanya nafsu saia, karena mereka tidak mau menggunakan indra dan akalnya untuk memahami kebenaran; barangsiapa tersesat tidak akan mendapat petunjuk-Nya. Oleh karena itu kita jangan mengikuti nafsu tanpa ilmu pengetahuan, karena dapat menyimpang dari kebenaran. Perlu diketahui dan diingat bahwa hawa nafsu itu akan menyesatkan manusia dari jalan Allah.

b.) Nafsu Lawwamah. Nafsu ini tidak atau belum sempurna ketenangannya karena selalu menentang atau melawan kejahatan tetapi suatu saat teledor dan lalai berbakti kepada Allah, sehingga di cela dan di sesalinya.

c.) Nafsu Mutma’innah. Nafsu ini tenang pada suatu hal dan jauh dari keguncangan yang di sebabkan oleh bemacam-macam tantangan dan dan bisikan syetan.12

Sedangkan Ibnu Abbas berkata sebagai berikut: Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Rasulullah saw, adalah orang yang paling dermawan, dan dia paling dermawan pada bulan Ramadan, ketika Jibril bertemu dengannya, dan dia menemuinya pada setiap malam Ramadan serta membaca Al Qur’an bersamanya; Maka Rasulullah saw. Dalam berbuat kebajikan lebih dermawan daripada angin yang di hembuskan (pada setiap orang)" (Hadiri, 225:1996).

Ibadah puasa merupakan ibadah Mahkdoh, suatu kewajiban yang sudah ada nash al Qur’an-nya seperti yang terdapat dalam surat al Baqoroh ayat 183 di bawah ini:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu bertaqwa. (Q.S.I.183) Sebagai orang yang beriman kita wajib menjalankan perintah Allah SWT, agar senantiasa kita mendapat rahmat serta hidayah -Nya, karena perintah Allah merupakan pertolongan untuk kita kelak di akhirat, hanya dengan mengharap  pahala yang banyak agar kita selamat dari api neraka jahanam. Seperti halnya yang terdapat dalam surat An-Nur ayat 51 yang berbunyi sebagai berikut:

Artinya: "Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka di panggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan," kami mendengar dan kami patuh" (Nadawi, 206:1992). Sedangkan hadis yang menguatkan di wajibkannya ibadah puasa di bulan Ramadan, berbunyi sebagai berikut:

Artinya: ”Islam itu didirikan atas lima sendi: (1) Bersaksi Tidak ada Tuhan selain Allah SWT, dan Muhammad utusan Allah SWT, (2) menegakkan sholat, (3) Mengeluarkan zakat, (4) menunaikan ibadah Haji dan (5) Puasa di bulan Ramadan". (H.R. Bukhori).9


2. MACAM-MACAM PUASA
a. Puasa bila di tinjau dari segi pelaksanaan hukumnya dibedakan atas:

1). Puasa wajib yang meliputi puasa bulan Ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar dan puasa qodlo.

2). Puasa Sunnat atau puasa Tathowu'yang meliputi, puasa enam hari bulan syawal, puasa senin kamis, puasa hari arafah (tanggal 9 Dzulhijjah kecuali bagi orang yang sedang mengerjakan ibadah haji tidak di sunnatkan), puasa hari Suro (10 Muharrom), puasa bulan Sya’ban , puasa tengah bulan (tanggal 13, 14, dan 15 bulan komariah)

3). Puasa Makruh yaltu puasa yang di lakukan terus menerus sepanjang masa kecuali bulan Haram, di samping itu makruh puasa pada setiap hari sabtu saja atau tiap jum'at saja.

4). Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu:

a) Hari Idul Fitri (1 syawal)
b) Hari Idul Adha ( 10 Dzulhyjah
c) Hari Tasri 11,12,13, Dzulhijjah).

b. Puasa wajib

1. Puasa bulan Ramadhan

Landasan hukum diwajibkan puasa bulan Ramadhan adalah: Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu bertaqwa. (Q. S. 1. 183).

2. Puasa Kifarat

Puasa (puasa tebusan) adalah puasa yang dikerjakan karena melanggar aturan yang telah ditentukan yaitu :

a. Jika orang Islam dengan tidak sengaja membunuh orang islam lain dan ia tidak bisa menebus dendanya maka apa yang terdapat dalam surat Annisa ayat 92, mengatakan: Artinya: "Dan tidak layak bagi seorang mu'min membunuh seorang mu'min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mu'min karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta membayar dia yang diserahkan kepada keluarganya yang si terbunuh itu, kecuali jika merdeka (keluarga terbunuh) bersedakah.

b. Jika seorang suami melakukan zhihar terhadap istrinya seperti yang terdapat dalam surat al Mujaddah ayat 3 berbunyi sebagai berikut: Artinya: Orang-orang yang menzhihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur.

c. Jika seorang bersumpah dengan sengaja dan kemudian melanggarnya.

d. Jika seseorang membunuh dengan sengaja membunuh binatang buruan kecuali burung gagak, elang, kalajengking, tikus, anjing, dan ular.

3. Puasa nazar

Puasa nazar adalah puasa yang wajib dilakukan bagi orang yang benazar sebanyak hari yang di nazarkan. Seperti yang terdapat dalam nazarnya Siti Maryam sebagai berikutt: Artinya: “Sesungguhnya Aku telah benazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah… (Q.S. 19.26).

4. Puasa qodlo

Puasa qodlo adalah puasa yang wajib dikerjakan karena meninggalkan puasa di bulan Ramadan karena udzur, sakit atau bepergian sebanyak yang hari yang ditinggalkan seperti frman Allah yang berbunyi sebagai berikut; Artinya: … maka jika ada diantara kamu yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditiaggalkan itu pada hari-hari yang lain).

B. SYARAT RUKUN PUASA WAJIB

1. Syarat Wajib dan Puasa Ramadhan

Rukun Puasa ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya. Dalam hal ini, Mazhab Maliki dan Syafi’i menambahkan satu rukun yang lain, yaitu, beniat yang dilakukan pada malam hari (Zuhaili,150:1987). Kewajiban berpuasa berhubungan erat dengan muslim. Hanya orang islam saja yang diwajibkan berpuasa, dengan syarat-syarat:

a. Orang Islam

b. Baligh

c. Berakal

d. Kuat (sehat)1

Orang Islam, Mazhab Hanafi Islam merupakan syarat-sah. Dengan demikian, puasa tidak diwajibkan atas orang kafir. Sebab puasa, ibadah seorang kafir bukanlah ahli ibadah, karenanya tidak berkewajiban puasa, puasanya tidak sah.14

Baligh dan berakal, karena puasa tidak wajib bagi anak kecil, orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk, karena mereka tidak dikenai Khitab Taklifty, mereka tidak berhak berpuasa, pendapat ini berdasar pada hadis Nabi saw, berikut:

Artinya: "Pena diangkat dazi tiga orang: dari anak kecil sampai dia dewasa, dari orang gila sampai dia sadar, dan dan orang tidur sampai dia terjaga. Kuat (sehat), puasa tidak diwajibkan atas orang sakit atau musafir. Walaupun demikian, mereka wajib mengqadlanya. Kewajiban mengqadla puasa bagi keduanya ini telah disepakati oleh para ulama, tetapi jika keduanya ternyata berpuasa, puasanya di pandang sah. Dalilnya ialah ayat: Artinya: "Tiga orang terlepas daripada hukum: Orang yang sedang tidur sehingga ia bangun, orang gila sampai sembuh, kanak-kanak sampal baliqh”. (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).17

a) Menurut Mazhab Hanafi mensyaratkan tiga hal untuk ke sahan puasa yaitu:

1. Niat

2. Tidak ada hal yang menafikan puasa, baik karena haid maupun nifas.

3. Tidak ada hal yang membatalkan puasa.

4. Jika seorang wanita mengeluarkan darah haid, maka dia harus berbuka dan mengqadha puasanya

b) Mazhab Maliki berpendapat bahwa syarat-sah puasa ada empat:

1. Niat

2. Suci dari haid dan nifas,

3. Islam

4. Waktu yang layak untuk berpuasa, puasa tidak sah dilakukan pada hari Raya.

5. Mereka juga mengajukan syarat lain, yaitu berakal Puasa tidak sah dilakukan oleh orang pingsan.

c) Mazhab Syafi’i juga berpendapat bahwa syarat-sah puasa ada empa yaitu:

1. Islam

2. Berakal

3. Suci dan haid dan Nifas sepanjang siang, serta

4. Berniat

5. Puasa tidak sah dilakukan oleh orang kafir, orang gila, anak kecil yang belum mumayiz, wanita haid, dan wanita nifas.

d) Menurut madzhab Hambali, syarat sah puasa ada tiga, yaitu

1. Islam

2. Berniat, serta

3. Suci dari haid

Dari uraian di atas, tampaklah bahwa para ulama madzhab sepakat atas persyaratan niat serta suci dari haid dan nifas. Adapun, islam dijadikan syarat sah oleh jumhur, dan syarat wajib oleh madzhab Hanafi.

2. Rukun Puasa Ramadhan

Rukun Puasa ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkamya. Dalam hal ini, Mazhab Maliki dan Syafi’i menambahkan satu rukun yang lain, yaitu, berniat yang dilakukan pada malam hari.18 Dalam menjalankan kewajiban yang  arus di taati selama berpuasa ada 5 perkara:

a. Niat Mencegah makan dan minum

b. Mencegah bersenggama

c. Menjaga muntah

d. Mengetahui waktu

Puasa harus dengan niat; kalau tidak, puasanya tidak sah. Tempat niat di hati dan di lakukan pada malam harinya (menjelang berpuasa). Dam boleh niat sekali untuk satu bulan (menurut sebagian pendapat). Sesudah niat, boleh makan atau minum ataupun bersenggama sampai menjelang fajar. Niat yang bersamaan dengan terbitnya fajar, tidak boleh; sebab tidak di malam hari.

Orang yang bapuasa harus menjaga diri dari hal-hal yang membatalkannya, seperti: makan, minum, bersenggama, muntah yang disengaja. Yang dimaksud dengan makan ialah memasukkan sesuatu kedalam tubuh lewat lobang-lobang tubuh dengan sengaja dan ingat sedang berpuasa. Sedangkan bagi orang yang lupa maka tidak batallah puasanya, seperti yang terdapat dalam hadis di bawah ini:

Artinya : "Barang siapa yang lupa, sedangkan ia berpuasa, kemudian makan dan minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum". (Bukhoii dan Muslim).

Selanjutnya yang membatalkan puasa keluar darah haid dan nifas adalah sebagal konsekwensi syarat sahnya puasa (suci dan haid dan nifas), bila syarat telah tidak terpenuhi, maka gugurlah puasa tersebut. Begitu juga dengan gila, gila yang datangnya waktu sedang menjalankan puasa. Batalnya puasa karena gila adalah juga sebagai konsekwensi syarat wajib puasa yaitu salah satunya berakal, bila yang bersangkutan hilang akalnya maka salah satu syarat wajib puasa tidak terpenuhi, maka gugurlah puasa tersebut.

C. ORANG YANG UDZUR BERPUASA SAMPAI MENINGGAL DUNIA

Orang yang meninggalkan puasa (hutang puasa) sampai meninggal belum terpenuhi, ada 2 ketentuan: Belum memenuhi kewajiban puasa yang ditingggalkan, oleh karena belum ada kesempatan, seperti; belum pernah sembuh dari sakitnya, belum datang dari kepergiannya, maka tidak ada kewajiban apapun, tidak membayar fidyah dan tidak menggantikan puasanya, dan tidak berdosa. 19

Sudah ada kesempatan tetapi tidak di gunakan, hal ini ada dua pendapat:

1. Di ambilkan hartanya tiap harinya satu mud.

2. Walinya harus mengganti dengan puasa. Sedangkan menurut Imam Syafi’i berpendapat sebagai berikut: "Siapa yang sakit, lalu ia tidak sehat sehingga meninggal. Maka tidak qadha atasnya. Sesungguhnya qadha itu apabila ia telah sehat, kemudian teledor. Siapa yang meninggal dan teledor pada mengqodhokannya, maka di beri makanan untuk setiap hari daripadanya satu mud makanan untuk orang miskin (As-Syafii, 66)

Yang di perkuat oleh hadis dari riwayart Siti 'Aisyah r.a yang berbunyi sebagai berikut berdasar pada ketentuan sebagai berikut: Artinya : “Barang siapa meninggal dunia sedangkan ia memiliki tanggungan puasa, maka walinya wajib berpuasa untuknya.

Al-Bazzar meriwayatkan dengan tambahan “Jika ia mau”. Jadi, puasa seorang wali untuk si mayit sebagai kebaikan baginya, bukan kewajiban atasnya. Ini di dukung oleh riwayat Imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a. Ia berkata bahwa seseorang datang menemui Nabi Muhammad saw. Lalu berkata, "Wahai Rasulullah, Ibuku meninggal dunia dengan membawa hutang puasa sebulan, apakah Saya bisa membayarnya?" Nabi Muhammad Saw. Menjawab: “Ya, Hutang (kepada) Allah lebih berhak untuk di bayarkan (Qardhawi, 99:2001).

 

Daftar Pustaka


Drajat Zakiyah, Prof. Dr., Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental, Cet. 4. (Jakarta: Ruhama,
1993)

Dr. Wahbah Al Zuhaili, Puasa dan I’tikaf. (Kajian Berbagai Madzab), Cet. 1, Bandung:

Rosda Group, 1995.

Maulana Muhammad Ali, Kitab Hadis Pegangan, Cet. 1., Daarul Kutubil Islamiyah: Jakarta:
1992

H. Abdurrohim Fathoni Ed –1, Syari’at Islam: Tafsir Ayat – Ayat Ibadah, Cet.1, Jakarta:
Rjawali, 1987

Choirudin Hadiri Sp, Klasifikasi Kandungan Al Qur’an, Gema Insani Press: Jakarta, 1996

Dr. A.A.A.H. Al Hasani An Nadawi, Empat Sendi Agama Islam, di sadur: Drs. Zaenudin.
At, Cet.1, Rineka Cipta: Jakarta, 1992.

Al Imam Muhammad bin Idris as Syafi’i , Al Umm, Juz. 6, Beirut Libanon: Daarul kutub al
Alamiyah.

Dr. Yusuf Qardawi, Fiqih Puasa, Darrush Syahwah, Darul Wafa’, Era Intermedia,. 2001,

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar