Selasa, 01 September 2015

Dongeng Anak Elang

Di sebuah hutan yang lebat hidup sepasang elang. Kedua elang itu bebas hidup di alam. Mereka terbang mengitari hutan, mengepakkan sayapnya di atas tebing, dan jika sudah lelah mereka bertengger di pucuk-pucuk pohon yang tinggi.

Di pagi hari mereka terbang tinggi. Lalu berputar-putar di udara. Di atas udara yang tinggi itu matanya selalu mengawasi daratan. Mereka mencari ular, tikus, dan ayam untuk dijadikan makanan. Cakarnya yang kekar siap mencengkram, dan paruhnya yang runcing siap mengoyak daging hewan-hewan kecil tersebut. Ketika melihat mangsanya di daratan, sayap elang itu menekuk dan terbang menukik menghampirinya.

Kedua elang itu sejatinya adalah suami istri. Mereka saling berbagi dan saling menyayangi. Mereka hidup berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon lain. Hingga pada saat elang betina akan bertelur, maka mereka mencari pohon yang paling tinggi di antara pohon-pohon di hutan itu. Di pucuk pohon itu mereka membuat sarang untuk bertelur elang betina. Mereka berdua mencari serpihan-serpihan batang dedaunan dan merajutnya menjadi sebuah sarang yang bagus.

Setelah sarang yang dibuat sudah sempurna, elang betina bertelur di atasnya dua butir. Semenjak itu mereka berdua bergantian menjaga telurnya. Ketika elang jantan berburu, maka elang betina mengerami telurnya. Begitu juga ketika elang betina berburu, elang jantan berganti mengerami dan menjaga telur elang betina. Mereka berdua begitu menyayangi telurnya. Kelak telur-telur itu akan menjadi generasi penerusnya.

Waktu terus berjalan. Hari berganti hari. Hingga setelah sampai pada 40 hari tiba waktunya yang ditunggu-tunggu. Pada saat itu telur-telur elang akan menetas menjadi anak elang. Dan benar sekali, setelah 40 hari menetaslah kedua telur itu. Dua bayi elang lahir di dunia. Satu elang jantan dan satu elang betina. Mereka membuka matanya melihat ayah ibunya. Mereka bahagia sekali.

Semenjak adanya dua bayi elang itu, ayah ibu elang selalu menyisihkan hasil pencarian makanan untuk mereka. Pada mulanya induk elang menyuapi bayi elang itu dengan makanan yang ada di paruhnya. Kemudian setelah beberapa lama, induk elang mulai membawakan buruan untuk dimakan anak elang dengan paruhnya sendiri.

Dengan berjalannya waktu, anak elang tumbuh besar. Sayapnya mulai dikepakkan bulu-bulunya sudah lebat. Pada saat itu ia mulai berlatih untuk terbang. Dari dahan ke dahan ia terbang, lalu kembali ke sarang. Terbang jarak pendek itu dilakukan dengan pengawasan orang tuanya.

Di pagi hari yang cerah, ibu elang berkata pada kedua anaknya: “Anak-anaku, ayah dan ibu hari ini akan pergi berburu. Kalian kami tinggalkan sementara waktu”.

“Iya, bu”. Mereka menjawabnya.

“Meskipun kalian sudah mulai bisa terbang, tapi selama ayah ibu pergi, jangan mencoba terbang sendiri, karena sayap-sayap kalian masih lemah. Belum mampu terbang terlalu lama. Kalian harus sabar dulu menunggu otot-otot sayap kalian kuat”. Ucap ayah elang berpesan, sebelum meninggalkan mereka.

“Iya ayah. Kami akan tetap di sarang ini selama ayah ibu pergi”.

Setelah itu ayah dan ibu elang mengepakkan sayapnya, dan menuncur ke udara berburu ke daerah yang jauh. Sedangkan kedua anak elang itu tetap berada di sarangnya.

Beberapa saat kemudian, elang jantan kecil mulai bosan tinggal di sarang. Ranting-ranting dan dahan-dahan pohon yang indah membuatnya ingin segera berlatih terbang lagi. Ia melebarkan kedua sayapnya, merasakan hempasan udara. Ia pun keluar dari sarang dan berdiri di salah satu dahan.

“Apa yang kamu lakukan? Ayo cepat kembali ke sarang!” Ucap elang betina kecil. Mengingatkan pesan ayah ibu mereka.

“Kemarilah, rasakan hembusan udara yang lembut ini!” Elang jantan kecil bukannya kembali ke sarang, ia malah mengajak adiknya untuk mengikutinya.

“Tidak. Kita sudah berjanji kepada ayah ibu untuk tidak meninggalkan sarang ini”. Elang betina kecil menolak.

“Ayah ibu sudah pergi jauh. Mereka pasti tidak akan tahu apa yang kita lakukan”. Sembari berkata elang jantan kecil terbang pendek ke dahan lainnya. “Ayolah, lihat aku, aku sudah mampu terbang. Begitu juga kamu, adikku”.

“Tidak kak. Marilah kembali ke sarang. Bukankah ayah melarang kita untuk terbang sendiri. Sayap kita masih lemah. Kita harus bersabar menunggu otot-otot sayap kita tumbuh menjdi lebih kuat lagi.”

“Ayah dan ibu terlalu mengkhawatirkan kita. Lihatlah, aku sudah mampu terbang. Kalau kamu tidak mau mengikutiku, baiklah, kamu tunggu di situ. Aku akan pergi sebentar saja”.

Tanpa menunggu jawaban adiknya, elang jantan kecil itu melompat dari dahan ke dahan, seperti saat ia berlatih dengan orangtuanya. Ia gembira sekali. Dan ketika ia melihat dahan di lain pohon, ia pun tak sabar untuk terbang menuju ke dahan dan hinggap di atasnya. Ia pun mengambil nafas dalam-dalam, mengangkat kedua sayapnya dan langsung meluncur ke dahan yang dituju. Namun, sebelum mencapai dahan itu, tiba-tiba sayapnya tidak kuat lagi menahan beban tubuhnya. Ia terjun ke bawah dan jatuh di atas bebatuan.

Elang betina kecil hanya bisa memandangi kakaknya itu dari sarangnya. Ia tidak mau melawan nasihat orang tuanya. Apa pun yang terjadi ia tetap tinggal di sarang. Yang bisa dilakukannya hanyalah memanggil-manggil kakaknya dan meneteskan air mata.

Sore hari sebelum matahari tenggelam, ayah dan ibu elang datang membawa makanan hasil buruannya. Merekapun kaget ketika hanya elang betina kecil yang ada di sarang.

“Pergi kemana kakakmu, wahai anakku?”. Ibu elang bertanya.

Elang betina kecil menceritakan semua kejadian itu dengan berlinang air mata. Lalu  ayah dan ibu elang langsung melihat tempat jatuh putranya. Dari dahan ia melihat putranya mati terkapar di atas bebatuan. Ia pun meneteskan air mata, sembari berkata dalam hati, “Sungguh malang kau anakku. Seandainya kau menuruti nasihat kedua orangtuamu, engkau akan bersabar dan tidak tergesa-gesa untuk terbang. Engkau pasti selamat”.

Hari sudah petang tatkala ayah dan ibu elang kembali lagi ke sarang. Kesedihan masih menyelimuti diri mereka. Elang jantan kecil ditinggal sendiri di atas bebatuan.

3 komentar:

  1. bagus ceritanya..sukses selalu

    Kunjungi blog saya juga ya di www.fauzulandim.com dan www.blogofeducation.com kalau belum follow silahkan follow, maturnuwun

    BalasHapus
  2. Salam kenal juga mas Fauzul Andim dan mbak Naurah Kida..

    BalasHapus