Kamis, 20 Mei 2021

Hadis dan Kajiannya

A.    Pengertian Hadis

Hadist mempunyai beberapa sinonim/muradif menurut para pakar Ilmu Hadis, yaitu Sunah, Khabar, dan Atsar. Secara etimologi. Kata ‘Hadis’ (Hadits) berarti  الجديد/الجدة (al-jadid/al-jiddah=baharu), atau الخَبَرُ وَالكَلاَم (al-khabarberita, pembicaraan, perkataan). Sebagaimana dalam QS. Al-Dhuha : 11

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

Artinya:Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebutnyebutnya (dengan bersyukur). (QS. 93:11)

Dari segi terminologi, banyak para ahli Hadis muhadditsîn) memberikan definisi di antaranya Mahmud al-Thahân mengemukakan :

مَاجَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صلی الله عليه و سلم سَوَاءُ كَانَ قَوْلًا أَوْ فِعْلًا أَوْتَقْرِيْرًا.

Artinya:  Sesuatu yang datang dari Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan atau     persetujuan

Hadist merupakan sumber berita yang datang dari Nabi saw dalam segala bentuk baik berupa perkataan, perbuatan, maupun sikap persetujuan. Hadist mempunyai 3 komponen yakni:

1.  Hadist perkataan yang disebut dengan Hadist Qawli, misalnya sabda beliau:

إذَا الْتَقَی المُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَا لْقَا تِلُ وَالمَقْتُوْلْ فِي النَّارِ 

jika dua orang muslim bertemu dengan pedangnya, maka pembunuh dan yang terbunuh di dalam neraka...’(HR. Al-Bukhari)

2.  Hadist perbuatan, disebut Hadist Fi’li misalnya shalatnya beliau, haji, perang dan lain-lain.

3.  Hadist persetujuan, disebut Hadist Taqiri, yaitu suatu perbuatan atau perkataan di antara para sahabat yang disetujui Nabi. Misalnya, Nabi diam ketika melihat bahwa bibik Ibn Abbas menyuguhi beliau dalam satu nampan berisikan minyak samin, mentega, dan daging binatang dhab (semacam biawak tetapi bukan biawak). Beliau makan sebagian dari mentega dan minyak samin itu dan tidak mengambil daging binatang Ddabb karena jijik. Seandanya haram tentunya daging tersebut tidak disuguhkan kepada beliau. (HR. Al-Bukhari).

Di antara ulama ada yang memasukkan pada definisi Hadis Sifat (Washfî), Sejarah (Tarîkhî) dan Cita-cita (Hammî) Rasul. Hadis sifat (Washfî), baik sifat  pisik (khalqîyah) maupun sifat perangai (khuluqîyah). Sifat pisik seperti tinggi badan Nabi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek kulit Nabi putih kemerahmerahan bagaikan warna bunga mawar, berambut keriting, dan lain-lain. Sedang sifat perangai mencakup akhlak beliau, misalnya sayang terhadap fakir miskin dan lain-lain.

Sejarah hidup Rasul juga masuk ke dalam Hadis baik sebelum menjadi Rasul maupun setelahnya. Menurut pendapat yang kuat/râjih jika setelah menjadi Rasul wajarlah dimasukkan sebagai Sunah atau Hadis tetapi sejarah yang terjadi sebelum menjadi Rasul, belumlah dimasukkan Sunah kecuali jika diulang kembali atau dikatakan kembali setelah menjadi Rasul.

Para ulama Syafi`îyah juga memasukkan bagian dari Sunah apa yang dicita-citakan Rasul saw (Sunnah Hammîyah) sekalipun baru rencana dan belum dilakukannya, karena beliau tidak merencanakan sesuatu kecuali yang benar dan di cintai dalam agama, dituntut dalam syari`at Islam, dan beliau diutus untuk menjelaskan syari`at Islam. Seperti cita-cita beliau berpuasa hari tanggal 9 Muharram, rencana beliau perintah para sahabat mengambil kayu untuk membakar rumah orang-orang munafik yang tidak berjama’ah shalat Isya dan lain-lain. Sekalipun ini baru merupakan cita-cita, tetapi telah diucapkan ucapan beliau itu Hadis qawlî yang pasti benarnya dan alasan beliau belum mengamalkannya jelas, yakni berpulang ke rahmat Allah.

Sunnah

Sunnah  menurut  bahasa banyak  artinya  di antaranya السّيرةُ الْمُتْبَعَةُ  suatu perjalanan  yang  diikuti.  misalnya firman Allah saw dalam Surah al-Fatih/48:23:

سُنَّةَ اُللهِ اُلَّتِی قَدْ خَلَتْ مِن قَبْل ۖ وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَبْدِيْلاً

Artinya :  Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali- kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. Sunah menurut istilah, sebagai berikut :

أَقْوَالُ النَّبِی صلی عليه وسلم وَأَفْعَالُهُ وَأَحْوَالُهُ

Artinya :  Segala perkataan Nabi saw, perbuatananya, dan segala tingklah lakunya.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa Sunah sinonim Hadis bersifat umum yaitu meliputi segala sesuatu yang datang dari Nabi dalam bentuk apapun, baik berkaitan dengan hukum atau tidak. Tetapi sebagian ulama membedakan bahwa Sunah terfokus pada perbuatan Nabi saja dan yang dilakukan secara terus menerus.

Para ulama berbeda dalam mendefinisikan Sunah, perbedaan itu lebih disebabkan karena perbedaan disiplin ilmu yang mereka miliki atau yang mereka kuasai dan ini menunjukkan keterbatasan pengetahuan manusia yang dibatasi pada bidangbidang tertentu. Ulama Hadis melihat Nabi sebagai figur keteladanan yang baik (uswatun hasanah), maka semua yang datang dari Nabi adalah Sunah. Ulama Ushul melihat pribadi Nabi sebagai pembuat syari`at (syâri `), penjelas kaedah-kaedah kehidupan masyarakat, dan pembuat dasar-dasar ijtihad. Ahli Fikih memandang segala prilaku Nabi mengandung hukum lima yaitu wajib, haram, sunah, makruh, dan mubah.  

Khabar

Menurut bahasa, Khabar diartikan = النَّبأ = berita. Dari segi istilah muhadditsîn Khabar identik dengan Hadis, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi (baik secara marfû` atau mawqûf dan atau maqthu`) baik berupa perkataan,   perbuatan,   persetujuan,   dan   sifat.   Di antara ulama memberikan definisi:

مَا جَاءَ عَنِ النَّبي صلی الله عليه وسلم وَعَنْ غَيْرِهِ مَنْ أَصْحَابِهِ أَوْ تَا بَعَ التَّابِعِيْنَ أَلتَّابِعِيْن أَوْمَنْ دُوْنَهُمْ

Artinya:  Sesuatu yang datang dari Nabi saw dan dari yang lain seperti dfari para sahabat, tabi`in dan pengikut tabi`in atau orang-orang setelahnya.

Mayoritas ulama melihat Hadis lebih khusus yang datang dari Nabi, sedang Khabar sesuatu yang datang dari padanya dan dari yang lain, termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan lain-lain. termasuk berita-berita umat dahulu, para Nabi, dan lain-lain. Misalnya Nabi Isa berkata : …, Nabi Ibrahim berkata : ….dan lain-lain, termasuk Khabar bukan Hadis. Bahkan pergaulan di antara sesama kita sering terjadi menanyakan khabar. Apa khabar ? Khabar lebih umum dari pada Hadis setiap Hadis adalah Khabar dan tidak sebaliknya. 

Atsar

Dari segi bahasa Atsar diartikan البَقِيَّةُ أَوْ بَقِيَّةُ الشَّئ  peninggalan atau bekas sesuatu, maksudnya peninggalan atau bekas Nabi karena Hadis itu peninggalan beliau. Atau diartikan= المِنْقُوْل(yang dipindahkan dari Nabi), seperti kalimat:  الدُّعَاءُ المِأْثُوْرُdari kata atsar artinya doa yang dipindahkan dari Nabi.

Menurut istilah ada dua pendapat, pertama, Atsar sinonim Hadis. Kedua, Atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat (mawqûf) dan tabi`in (maqthû`) baik perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama mendefinisikan :

مَا جَاءَ عَنِ غَيْرِالنَّبِي صلی الله عليه وسلم مِنْ الصَّحَا بة أَو التَّابِعِيْنَ أَوْ مَنْ دُوْنَهُمْ.

Artinya :  Sesuatu yang datang dari  selain Nabi saw dan dari para sahabat, tabi`in dan atau orang-orang setelahnya.

Sesuatu yang disadarkan pada sahabat disebut berita mawqûf dan sesuatu yang datang dari tabi’in disebut berita maqthu’. Menurut Ahli Hadis Atsar adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw (marfû`), para sahabat (mawqûf), dan ulama salaf. Sementara Fuqahâ Khurrasan membedakannya Atsar adalah berita mawqûf sedang Khabar adalah berita marfû`. Dengan demikian Atsar lebih umum dari pada Khabar, karena Atsar adakalanya berita yang datang dari Nabi dan dari yang lain, sedangkan Khabar adalah berita yang datang dari Nabi atau dari sahabat, sedangkan Atsar adalah yang datang dari Nabi, sahabat, dan yang lain.

B.  Struktur Hadis

Struktur Hadis terddiri dari beberapa bagian yaitu sanad, matan dan mukharrij. Untuk memudahkan definisi istilah-istilah tersebut, terlebih dahulu Saudara diajak memperhatikan contoh struktur Hadis sebagai berikut :

حَدَّ ثَنَا مًسَدَّ دَ حَدَّ ثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ عَنْ الجَعْدِ عَنْ أَبِی رَجَاءِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صلی الله عليه وسلم قَالَ مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمَيْرِهِ شَيْأً فَلْيَصِبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرجَ مِنْ السُّلْطَأنِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً (أخرجه البخاري)

Memberitakan kepada kami Musaddad, memberitakan kepada kami Abd al-Wârits dari al-Ja`di dari Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi saw bersabda : Barang siapa yang benci sesuatu dari pimpinannya (amir) maka hendaklah sabar, sesungguhnya barang siapa yang keluar dari penguasa (sultan) satu jengkal maka ia mati Jahiliayah‛. (HR. al-Bukhari)

Bagimana Anda melihat contoh kerangka Hadis di atas ? Ada  3 bagian  yang perlu anda perhatikan yaitu kalimat-kalimat yang bergaris bawah, yakni :

1.  Penyandaran berita oleh «al-Bukhâri kepada Musaddad dari Abd al-Wârits dari al-Ja`di dari Abi Rajâ’ dari Ibn Abbas dari Nabi‛ rangkaian penyandaran ini disebut : Sanad.

2.   Isi berita yang disampaikan Nabi : «Barang siapa yang benci sesuatu dari pimpinannya…» disebut : Matan.

3.  Sedang pembawa periwayatan berita terakhir yang termuat dalam buku karyanya dan disampaikan kepada kita yakni al-Bukhâri disebut : Pe-rawi atau Mukharrij. Artinya, orang yang meriwayatkan Hadis dan disebutkan dalam kitab karyanya. Untuk memudahkan pemahaman anda berikut ini

 Sanad Hadis

Sanad menurut bahasa : ‚sesuatu yang dijadikan sandaran, pegangan, dan pedoman. Dan menurut istilah ahli Hadis ialah:

سِلْسِلَةُ الرَجَالِ الْمُوْصَلَةِ اِلَی الْمَتْنِ

Artinya: Mata rantai para periwayat Hadis yang menghubungkan sampai kepada matan Hadis

Sanad ini sangat penting dalam Hadis, karena Hadis itu terdiri dari dua unsur yang secara integral tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, yakni matan dan sanad. Hadis tidak mungkin terjadi tanpa sanad, karena mayoritas Hadis pada masa Nabi tidak tertulis sebagaimana Alquran dan diterima secara individu (âhâd) tidak secara mutawâtir. Sanad disebut juga Musnad dan dari Musnad muncul pula Musnid. Musnad sandaran berita dalam proses periwayatan Hadis atau diartikan orang yang disandari dalam periwayatan. Sedang Musnid adalah orang yang menyandarkan berita itu kepada orang lain. Arti Musnad berkembang memiliki 3 pengertian :  

1.    Hadis yang diterangkan Sanad-nya sampai kepada Nabi saw, disebut Hadis 

2.    Musnad sesuatu kitab Hadis yang pengarangnya mengumpulkan segala Hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat dalam satu bab dan yang diriwayatkan oleh seorang sahabat lain dalam bab yang tersendiri pula, seperti Musnad Imam Ahmad.

3.    Hadist yang sandarannya bersambung (muttashil) kepada Nabi saw (marfu `).

Matan

Kata ‚matan‛ menurut bahasa berarti; keras, kuat, sesuatu yang nampak dan yang asli. Dalam perkembangannya karya penulisan seseorang ada disebut matan dan ada syarah. Matan di sini dimaksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat  sedang syarah-nya dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam konteks Hadis, Hadis sebagai matan kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama, misalnya Shahîh al-Bukhârî di- syarah-kan oleh al-`Asqalânî dengan nama Fath al-Bârî dan lain-lain.

Menurut istilah matan adalah : 

أَلْفَاظُ الْحَدِيْثِ الَّتِی تَقُوْمُ بِهَا مَعَانِيْهِ

Artinya : Beberapa lafazh Hadis yang membentuk beberapa makna

Matan Hadis ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan kandungan syariat Islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.

Mukharrij

Kharrij atau Periwayat Hadis Kata Mukharrij isim fa`il (bentuk  pelaku) dari  kata  Takhrîj  atau  istikhrâj  dan ikhrâj yang dalam bahasa diartikan; menampakkan, mengeluarkan dan menarik. Maksud Mukharrij di sini adalah adalah seorang yang menyebutkan suatu Hadis dalam kitabnya dengan sanadnya. Dr. Abd Al-Muhdî menyebutkan:

فَالْمَخْرَجُ هُوَ ذَاكِرُ الرِّوَايَةِ كَالْبُخَارِي

Mukharrij adalah penyebut periwayatan sepert al-Bukhari.

Misalnya jika suatu Hadis mukharrij-nya al-Bukhari berarti Hadis tersebut dituturkan al-Bukhari dalam kitabnya dengan sanadnya. Oleh karena itu biasanya pada akhir periwayatan suatu Hadis disebutkan أخرجه البخاري  Hadis di-takhrîj oleh alBukhârî dan seterusnya. Atau untuk menyatakan perawi suatu Hadis dikatakan dengan kata: رواه البخاری   Hadis diriwayatkan oleh al-Bukhârî.

Bagi perawi yang menghimpun Hadis ke dalam suatu kitab tadwîn disebut dengan perawi dan disebut pula Muddawin (orang yang menghimpun dan membukukan Hadis), demikian juga ia disebut Mukharrij, karena ia yang menerangkan para perawi dalam sanad dan derajat Hadis itu ke dalam bukunya.

Dari kata Mukharrij keluarlah kata ‘Takhrîj‛ yang berarti menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, meneyebutkan dan menumbuhkan. Maksudnya menampakkan sesuatu yang tidak nampak atau sesuatu yang masih tersembunyi, atau tidak kelihatan dan masih samar. Takhrij memerlukan tenaga dan pikiran  seperti makna kata istikhraj yang diartikan istinbâth yakni mengeluarkan hukum dari teks Hadis. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar