Senin, 17 Oktober 2022

Anak dalam Al-Qur'an

Setiap manusia yang sudah tiba waktunya akan menginginkan memiliki pasangan hidup abadi yang diikat dengan tali pernikahan. Setelah seorang pria menjadi suami dan seorang wanita menjadi istri melalui pernikahan yang sah, salah satu harapan mereka adalah memiliki keturunan atau anak. Sebagaimana salah satu tujuan dari pernikahan adalah memperoleh keturunan. Keturunan tersebut nantinya akan menjadi generasi-generasi keluarga yang akan mewarisi tradisi.

Anak merupakan buah hati kedua orang tuanya. Anak adalah cahaya dan bukti kasih antara suami dan istri. Tanpa hadirnya seorang anak dalam keluarga, maka keluarga tersebut akan terasa janggal dan kurang sempurna. Kebahagiaan suami istri juga tidak akan lengkap jika belum dianugerahi seorang anak.

Besarnya harapan suami istri untuk mendapatkan seorang anak tak lain supaya anak tersebut kelak menjadi orang yang berbudi luhur, sika menolong, sehingga dapat mengangkat harkat dan martabat keluarga, membela agama, nusa, dan bangsa. Anak juga sebagai penopang keluarga di saat orang tua lanjut usia. Pada usia anak, anak adalah tanggung jawab orang tua, dan setelah ia dewasa berkewajiban menjaga dan merawat orang tua.

Namun harapan orang tua terhadap anak bisa saja tumbang di tengah jalan. Di dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa seorang anak dapat menjadi beban orang tuanya. Anak juga dapat menjadi rintangan bagi orang tua dalam perjalannya menuju surga. Tulisan ini akan menyampaikan pandangan tentang anak yang disampaikan Allah SWT dalam al-Qur'an.

1. Anak sebagai kabar gembira

Allah SWT berfirman: "Siapa istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari Ishaq (akan lahir putranya (Ya'kub)". (QS. Al-Hud: 71)

Menurut ayat di atas, anak adalah kabar gembira yang diberikan Allah SWT kepada orang tuanya. Meskipun ayat tersebut berkenaan dengan kisah Nabi Ibrahim dengan Sarah, akan tetapi bukan berarti kabar gembira tersebut hanya bagi nai Ibrahim dan Sarah. Kita harus menempatkan nabi Ibrahim dan Sarah sebagai orang tua, dan Ishaq sebagai seorang anak. Jadi meskipun bercerita tentang nabi Ibrahim, ayat tersebut berlaku juga untuk manusia pada umumnya. Dengan demikian setiap orang harus meyakini bahwa lahirnya seorang anak merupakan kabar gembira yang datang dari Allah SWT.

2. Anak sebagai perhiasan

Allah SWT berfirman, "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal dan sholih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhan untuk menjadi harapan" (QS. Al-Kahfi: 46).

Ayat di atas menyebutkan bahwa anak adalah perhiasan. Al-Qur'an mengungkapkan anak dengan kata perhiasan untuk menggambarkan keindahan bahasa yang terkandung di dalamnya. Perhiasan di sini tidak serta merta perhiasan berupa barang, akan tetapi untuk mengungkapkan betapa berharganya seorang anak.

Telah banyak kita ketahui orang tua yang menelantarkan anak mereka. Orang tua yang berkarir dengan entengnya menyewa penbantu rumah tangga untuk merawat anaknya. Mereka adalah orang tua yang baru mengerti betapa berharganya seorang anak, sehingga harus dijaga dari hal-hal yang dapat merusak kepribadiannya.Selayaknya sebuah perhiasan, pasti akan disimpan di dalam tempat yang aman serta jauh dari kotoran-kotoran yang dapat menodai.

3. Anak sebagai musuh

Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang". (QS. At-Taghabun: 14)

Selain sebagai kabar gembira dan sesuatu yang berharga, anak juga dapat menjadi musuh bagi orang tuanya. Anak-anak seperti itu pastilah anak-anak yang kurang mendapatkan pendidikan yang tepat. Anak yang tidak mendapatkan pendidikan yang baik akan bersikap keras kepala, egois, rakus, dan berbuat kejahatan.

Anak seperti ini nantinya tidak hanya menjadi musuh bagi orang tuanya tapi juga akan menjadi musuh masyarakat. Sebagaimana musuh negara seperti koruptor, pembalak hutan, dan penjahat lainnya pada mulanya adalah seorang anak mungil yang hadir sebagai kabar gembira, namun dengan asupan pendidikan yang salah mereka menjadi buas beringas buta akan nilai-nilai kemanusiaan.

Perlu kita mengambil hikmah dari kisah Kan'an, putra Nabi Nuh AS. Meski Kan'an adalah putra dari seorang nabi, dia menjadi musuh bagi ayahnya sendiri. Ketika Kan'an diajak ayahnya untuk ikut bersama naik bahtera, dia menolak dan tetap dalam kekafiran yang akhirnya menenggelamkannya ke dalam banjir bandang meski ia naik di puncak gunung tertinggi. Jika anak nabi tidak dapat menjamin kepatuhannya terhadap orang tua, apalagi anak manusia biasa seperti kita.

4. Anak sebagai cobaan

Anak juga dapat menjadi cobaan bagi orang tuanya. Hal ini sudha terbukti sejak berada dalam kandungan, rasa letih, penat, dan capek selalu dirasakan oleh seorang ibu. Demi menjaga sang bayi, seorang ibu bersabar dengan kehamilan yang melelahkan. Di saat proses persalinan nyawa ibu menjadi taruhan. Setelah anak lahir, orang tua lalu disibukkan dengan merawat dan membesarkan anak hingga remaja. Setelah remaja kebutuhan anak semakin meningkat. Dalam proses pengasuhan tersebut, juga terdapat gangguan dan rintangan, seperti ketika anak jatuh sakit, maka orang tua dengan sekuat tenaga pasti berudaha untuk menyembuhkannya. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar" (QS. At-Taghabun: 15)

Siapapun yang tabah dalam mengahadapi cobaan, Allah SWT akan memberikan berkah baginya, Begitu juga dengan cobaan berupa anak, apabila orang tua bersikap ikhlas dan tabah dalam merawat dan mendidik anak, maka anak tersebut akan mejadi berkah bagi orang tuanya. Di dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang mendapat ujian karena mengurus anak-anaknya, kemudian ia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya menjadi penghalang baginya dari siksa api neraka".

Dari sini kita mengetahui keistimewaan seorang anak. Di satu sisi anak dapat menjadi sebab masuknya orang ke neraka, dan di sisi lain anak dapat menjadi penghalang orang tua dari api neraka. Anak dapat menentukan baik tidaknya kehidupan orang tuanya di akhirat kelak.

5. Anak sebagai keindahan pandangan mata

Anak yang dididik dengan ilmu agama dan ilmu pengetahuan secara simbang akan menjadi ilmuwan yang berakhlak mulia. Anak seperti ini dapat mengayomi dan membahagiakan orang tua, membawa kebermanfaatan bagi masyarakat, sehingga menjadi keindahan bagi pandangan mata. Allah SWT berfirman, "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)". (QS. Ali Imran: 14)

Untuk menjadikan seorang anak dapat memberikan manfaat bagi orang tua, masyarakat, agama, dan negara tentu tidak mudah. Orang tua harus menjaga, mengawasi, mengarahkan, dan mengontrol segala aktifitas anak untuk memastikan selalu berada dalam jalan kebaikan. Terlebih di jaman yang dengan mudah anak mengakses informasi dari luar rumah, pengawasan orang tua harus lebih cermat. 

Demikianlah beberapa pandangan al-Qur'an mengenai anak. Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa anak dapat menjadi kenikmatan ataupun musibah bagi kehidupan hal ini akan dipengaruhi oleh pendidikan dari orang tua sekolah dan lingkungan.

Kita sebagai bagian dari masyarakat dalam sebuah lingkungan turut serta dalam mendidik anak-anak, serta mampu  menjadi suri tauladan yang baik bagi mereka.  Dengan harapan anak-anak tersebut mampu menjadi generasi penerus bangsa yang memiliki keagungan akhlak keluasan ilmu pengetahuan. Karena lingkungan berpotensi besar dalam mencetak kepribadian anak-anak menjadi baik atau sebaliknya.

Realita yang terjadi di Indonesia sungguh mengkhawatirkan. Perhatian terhadap anak semakin tersisihkan dan terpinggirkan. Dari tahun ke tahun angka pekerja anak semakin meningkat. Masa-masa bermain tergadai dengan pekerjaan yang dibebankan kepada anak. Padahal masa anak-anak adalah masa paling menentukan baik buruknya kepribadian dalam kehidupan mereka.

Berita-berita mengenai kekerasan anak juga selalu hadir menghiasi media masa. Anak-anak dipukul Ada pula yang disiram dengan air mendidih. Orang tua yang memperlakukan anaknya seperti ini adalah orang tua yang merugi. Kekejaman pada anak tidak akan menguntungkan sama sekali bahkan akan merugikan,  karena  kekejaman yang diterima anak akan terekam dalam alam bawah sadar yang akan terus membekas, dan suatu saat anak akan membalaskannya di saat tumbuh dewasa.

Sudah saatnya kita memberikan perhatian yang lebih pada anak. Dengan perhatian yang baik anak akan lebih dekat dengan kita dan dengan kedekatan tersebut kita mudah menanamkan nilai-nilai kearifan kehidupan dalam diri mereka.

Anak adalah amanah bagi orang tua dan bagi kita sebagai masyarakat yang turut serta sebagai pendidik mereka. Sebuah amanah akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Jangan sampai kita termasuk orang yang merugi di akhirat karena kurang dapat mengemban amanah dari anak-anak kita. Semoga anak-anak kita menjadi keindahan pandangan bagi mata. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar