Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW yang bisa kita saksikan sampai saat ini. Ia diturunkan sebagai petunjuk manusia menuju jalan kebenaran. Di dalamnya terdapat tiga aspek pokok yaitu, (1) aqidah atau kepercayaan yang mencakup kepercayaan kepada Allah SWT dengan segala sifat-sifatNya, wahyu dan segala kaitannya, seperti kitab-kitab suci, malaikat, para nabi, serta hari setelah kematian, (2) budi pekerti yang bertujuan memujudkan keserasian hidup masyarakat seperti gotong royong, kejujuran, kebenaran, kasih sayang, tanggungjawab dan lain-lain, (3) hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan alam.
Ketiga aspek tersebut seluruhnya berhubungan dengan manusia, dan Allah menyampaikan petunjuk-petunjuk tersebut dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh manusia. Sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an, “Tidak ada sesuatupun kecuali hasanah-hasanah pemahamannya ada pada Kami. Tidaklah kami menurunkan kitab ini kecuali dengan ukuran yang diketahui”. (QS Al-Hijr: 21).
Berbicara tentang al-Qur’an dari sudut bahasa tidak bisa dilepaskan dari konsep i’jaz al-Quran itu sendiri. Tokoh-tokoh semisal Al-Jahiz (w.835 H), Al-Rummani (w.964 H) dan Abu Bakar Baqilani (w.983 H) mencoba untuk menjelaskan beberapa aspek kemukjizatan al-Quran; pertama, tantangan untuk menciptakan kata ataupun kalimat yang sama dan senada dengan al-Quran. Kedua, kesesuaian mu’jizat dengan kemampuan lawan bicara. Ketiga, sasaran mu’jizat yang tidak dibatasi dimensi ruang dan waktu.
Al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, hal tersebut secara langsung disampaikan dalam ayat, “Sesungguhnya Kami menurunkan al-Qur’an dengan berbahasa Arab supaya kamu memahaminya” (QS. Yusuf:2). Dengan digunakannya bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an bukan semata-mata karena al-Qur’an diturunkan di negeri Arab, melainkan hal ini bersifat I’jazi (dari Allah). Dalam hal ini terdapat dua pendapat; pertama Allah menciptakan al-Qur’an di lauhil mahfudz dengan bahasa Tuhan, baru ketika malaikat Jibril menyampaikan al-Qur’an kepada nabi Muhammad dengan bahasa Arab. Kedua, Allah menciptakan al-Qur’an di lauhil mahfudz sudah dengan bahasa Arab. Pendapat kedua inilah yang paling kuat.
Al-Qur’an bernilai sastra
Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran
Nabi Muhammad sekaligus petunjuk bagi umat manusia memiliki berbagai macam
keistimewaan, salah satunya adalah susunan bahasanya yang indah serta
mengandung nilai sastra yang sempurna. Al-Qur’an mempunyai pengaruh kuat bagi pembaca
maupun pendengarnya. Bahkan orang-orang kafir dan musyrik mengatakan bahwa al-Qur’an
memiliki kekuatan untuk menyihir manusia, sebagaimana yang terdapat dalam surat
al-Mudatsir ayat 24, “Orang-orang musyrik itu berkata ini al-Qur’an tidak
lain hanyalah sihir yang dipelajari”. Orang-orang kafir menyebut al-Qur’an sebagai
sihir karena kehebatan bahasanya yang dapat menggerakkan hati sehingga
memberikan pengaruh yang kuat terhadap manusia.
Al-Qur’an berbeda dengan syair Arab. Meskipun
syair Arab dikenal sangat indah dan memiliki masa lalu yang cemerlang, Allah mengecam keras orang-orang yang menyebut al-Qur’an sebagai syair dan
menyebut Nabi Muhammad sebagai penyair. Dalam surat Yasin ayat 69 Allah
berfirman, “Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad). Bersyair itu
tidaklah layak baginya”. Meskipun bukan syair atau puisi, al-Qur’an menggunakan
kalimat-kalimat yang sangat halus dengan berbagai gaya bahasa sastra, seperti
majas, metafora, perumpamaan, dan penyerupaan. Selain itu poin yang menarik
untuk dicermati bahwa al-Qur’an juga mempunyai berbedaan dengan kalimat kutbah
para Nabi sehingga al-Qur’an merupakan karya yang tidak ada duanya.
Susunan kata-kata al-Qur’an demikian indah
dan sempurna sehingga sastrawan Arab sejak zaman ketika al-Qur’an diwahyukan
hingga hari ini mengakui bahwa bahasa al-Qur’an di luar kemampuan manusia dan hanya
Allah yang mampu menyusun kalimat-kalimat sedemikian indah. Sebagian besar ayat
al-Qur’an memiliki kesamaan pada akhirnya. Pola ini dalam puisi atau syair
disebut sebagai wazan dan sajak. Al-Qur’an menggunakan jalinan rima dan ritme yang
menarik hati dan menyentuh jiwa.
Selain bentuk bahasa yang indah, al-Qur’an memiliki
keselarasan antara lafadz dan makna. Bila kita cermati ayat-ayat al-Qur’an akan
mendapati bahwa ketika sebuah ayat menceritakan tentang sesuatu yang baik, keindahan
surga, kedamaian orang-orang beriman, kata-kata yang digunakan bernada lembut
dan ringan. Oleh karenanya ketika seseorang membaca ayat-ayat tersebut akan
merasa sifat lembut dan rahmat Allah di dalamnya. Sebaliknya jika ayat-ayat al-Qur’an
berbicara tentang adzab, kecaman, kesempitan, kesulitan yang menimbulkan rasa
takut serta mendorong kita untuk menjauhinya, bentuk bahasa yang dipakaipun terasa
sulit dibaca dan banyak huruf bertasdid yang saling berdekatan satu sama lain. Tak
heran jika di antara pembaca al-Qur’an ketika sampai pada surat al- Waqi’ah lebih-lebih
ketika menceritakan tentang ashabus syimal mereka meneteskan air mata
dan menangis tersedu-sedu. Hal ini disebabkan melainkan jiwa dan hari mereka telah
menyatu dengan ayat al-Qur’an dengan perantara redaksi bahasa yang bersifat i’jazi.
Bahasa al-Qur’an juga membentuk irama
tertentu yang khas yang bisa ditangkap ketika menghayati struktur bahasanya. Al-Qur’an
memiliki struktur bahasa yang unik dengan kata-kata yang tepat sehingga
memunculkan nada dan irama tertentu. Orang-orang yang mampu memahami rahasia irama
atau musik al-Qur’an menyakini bawah al-Qur’an bukan musik namun ketika membaca
al-Qur’an akan muncul irama yang menakjubkan. Irama maknawi yang disenandungkan
al-Qur’an akan menjadi makanan terbaik bagi jiwa manusia. Berbeda dengan
pengaruh music-musik pada umumnya yang memprovokasi jiwa manusia, alunan musik
dalam al-Qur’an akan membangunkan nurani, menenangkan jiwa, memperkuat akal dan
menenangkan emosi. Rasulullah bersabda: “Setiap benda memiliki keindahannya
dan keindahan yang dimiliki al-Qur’an pada suara kebenaran disenandungkannya”.
Bahasa al-Qur’an
yang tak tertandingi
Dengan keindahan bahasa dan nilai sastra al-Qur’an
tersebut pantaslah jika al-Qur’an menyombongkan diri dengan menantang orang-orang
Arab untuk membuat semisal dengannya. Akan tetapi mereka tidak sanggup
menghadapinya meski mereka sangat tinggi tingkat kefasihan dan balaghahnya
dalam bahasa Arab
Rasulullah SAW telah meminta orang Arab untuk menandingi al-Qur’an dengan tiga tahapan. Pertama, menantang mereka untuk membuat semisal al-Qur’an dalam uslub (gaya bahasa) umum yang meliputi orang Arab sendiri dan orang lain yaitu manusia dan jin secara bekerja sama. Melalui firman-Nya, “Katakanlah sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu sebagian yang lain” (QS. Al-Isra’: 88).
Kedua, menantang mereka untuk membuat 10 surat
saja yang serupa dengan al-Qur’an. Dalam firman-Nya: “Ataukah mereka
mengatakan Muhammad telah membuat-buat al-Qur'an itu. Katakanlah (jika demikian)
maka datangkan 10 surat yang dibuat-buat yang menyamainya dan panggilah
orang-orang yang kamu sanggup memanggilnya selain Allah jika kamu memang
orang-orang yang benar. Jika mereka (yang kamu seru) tidak menerima seruanmu
itu ketahuilah sesungguhnya al-Qur’an itu diturunkan dengan ilmu Allah”,
(QS. Al-Hud: 13-14).
Ketiga, menentang mereka membuat satu surat saja
semisal al-Qur’an, dalam firman-Nya: “Atau (patutkah) mereka mengatakan Muhammad
yang telah mengada-adakannya al-Qur’an. Katakanlah, kalau benar yang kamu
katakan itu maka datangkanlah sebuah surat sepertinya”. (QS. Yunus: 38). Tantangan
ini diulang lagi dalam firman-Nya: “Jika kamu tetap dalam keadaan ragu
tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada Kami (Muhammad) maka buatlah satu
surat saja yang semisal dengan al-Qur’an itu”. (QS. al-Baqarah: 23).
Selain bahasa al-Qur’an mengandung nilai
sastra yang indah, susunan kalimat-kalimat al-Qur’an juga sebagai petunjuk. Tidak
ada sesuatu dalam al-Qur’an yang tidak memberi manfaat dan terbuang sia-sia. “Kami
tidak mengabaikan dalam kitab ini sesuatu pun” (QS. al-An'am: 38). Dari ayat
tersebut kita dapat mengetahui bahwa seluruh apa yang ada dalam al-Qur’an
terdapat manfaat , termasuk bentuk bahasa.
Al-Qur’an juga memberikan kontribusi yang
besar terhadap perkembangan bahasa Arab. Dengan adanya al-Qur’an munculah ilmu
tata bahasa Arab yaitu ilmu nahwu dan sorof. Al-Qur’an juga turut serta dalam
perkembangan kosakata bahasa arab. Sebagai contoh lafadz al-qori’ah yang
sebelum al-Qur’an turun hanya mempunyai arti suara ketapel kuda, akan tetapi
setelah al-Qur’an turun bertambah arti, yaitu hari kiamat. Demikian di antara sebagian
sumbangan al-Qur’an dalam perkembangan bahasa Arab.
Upaya memahami al-Qur’an
Saat ini yang perlu kita renungi kembali
adalah sudahkah kita dapat merasakan sedih, senang, takut, dan perasaan lainnya
saat membaca ayat-ayat Allah? Jika kita belum dapat merasakannya, artinya kita belum
dapat memahami isi ayat ayat al-Qur’an yang kita baca Untuk memahaminya tentu
kita harus dapat memahami bahasa Arab.
Al-Qur’an adalah penuntun hidup kita. al-Qur’an
menjadi cahaya yang menerangi gelapnya kehidupan. Meskipun dengan membaca al-Qur’an
hati kita menjadi tentram meski tidak dapat memahaminya, tetap menjadi kurang
sempurna jika kita tidak mengerti akan makna-makna yang terkandung dalamnya. Sangat
bijak sekali ketika Imam Syafi’i bertutur, “Belajarlah bahasa Arab
sesungguhnya bahasa arab adalah bagian dari agamamu”, karena al-Qur’an,
hadist, kitab-kitab tafsir, dan sebagainya yang merupakan sumber pemahaman bagi
agama Islam menggunakan bahasa Arab.
Di sisi lain, memahami al-Qur’an tidak cukup
hanya dengan mengerti bahasa Arab, namun terdapat berbagai ilmu untuk menopang
pemahaman tersebut, seperti tafsir. Forum-forum kajian al-Qur’an dengan para
ulama juga dapat sebagai sarana untuk memahami kandungan ayat ayat al-Qur’an.
Sudah saatnya kita untuk meraba-raba makna
isi al-Qur’an guna mengetahui maksud yang tersimpan di dalamnya, serta untuk
mengamalkan ajarannya. “Al-Qur’an adalah jamuan Tuhan”, demikianlah
bunyi sebuah hadist. Rugilah orang yang tidak menghadiri jamuanya dan merugi lagi
bagi orang yang hadir tetapi tidak menyantapnya. Semoga kita mendapat petunjuk hidayahnya
melalui al-Qur’an serta mendapat keberkahan berupa kebahagiaan baik di
kehidupan dunia maupun di kehidupan akhirat. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar