Kamis, 09 September 2010

Tiga puisi dalam antologi G 30 S (Gempa 30 September) Padang

Lagu Para Tani

Tanahku, air mata yang jatuh
Secuil kekecewaan. Padamu saja
Sebab Tuhan Maha Kuasa segala

Tanahku, langkah kita beriringan
Akankah sampai di sini. Karena
Kau menguburku. Maka rinduku
Jadi abu. Berserak di reruntuhan

Tanahku, apalah arti pengabdian
Berabad kau Tuan hamba petani
Meski kemarau membakar hati
Gagal mengetam datang bertubi

Atau kau telah lupa. Bajak siapa
Setia menyisir gerai kulitmu. Pada
Kaki yang tak segan bercanda
Dengan becek hitam lumpurmu

Apa kau sudah buta. Bedakan
Keculasan dan kebenaran. Hingga
menumpuk setumpuk. Para
Abdimu dengan mucikari dunia

Pada langit yang menguning
Pada desir angin di tepi tebing
Sebentar jerit mengangkasa
Sudah hancur lebur semua

Tanahku, masih tersisa niat
Mengabdi. Tapi kini kita bersatu
Karena aku adalah debumu

Kediri, 0ktober 2009


Di antara Duka

Matahari. Kau berkhianat
Melayang indah
Di atas rumah-rumah
Rebah ke tanah

Angin. Kau berkhianat
Menari gemulai
Di antara sanak famili
Mati terkulai

Awan. Kau berkhianat
Biarkan cerah cakrawala
Mengejek duka
Tak kunjung reda

Hanya rembulan
Bisa mengerti

Mengendap-endap
Di tengah malam

Dengan sipit mata
Seperti keluar airnya.

Kediri, Oktober 2009


Lara Anak-Anak

Tidurlah...
Tidurlah ular besar
Dalam perut bumi
Jangan kau batuk
Hingga bumiku terantuk
Dan lelaplah isi dunia
Dengan tangis para tetangga

Pelanlah...
Pelanlah batu sahabatku
Menyangga bumi
Jangan kau bergerak
Hingga halaman rumah retak
Dan aku tak bisa lagi
Di punggungmu menari gemulai

Pulanglah...
Pulanglah kakak
Sebelum gelap hari
Jangan kau berpangkuan
Dengan abang di tepi sungai
Kata guruku; itu
Membuat marah bumi

Ular besar, batu-batu, kakakku
Rumah-rumah bertabrakan
Genting-genting berjatuhan
Orang-orang berlarian
Orang-orang menangis
Dan bapak ibu, kata orang;
Pergi lama kembali

Kediri, Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar