Setelah kemerdekaan diberikan
Tergambarlah kebebasan
Dan tinggal sketsa fana
Saat belanda kembali
Pijakkan kaki
Di tanah ini
Tawa menjadi hampa
Gembira menjelma duka
Kota ini tergenang tuba
Geram pun meledak
Menjadi desingdesing tembak
Merobek udara pekak
Di setiap gerak
Namun apa daya
Garuda tanpa cakar
menyala
Geram diurungkan
Dendam-dendam
dipadamkan
Di tengah pecah
pertempuran mengancam
Dengan berpuluh santri
Kyai Yahya tetap mengaji
di Pondok Gading permai
Dan selongsong rudal
Kembali terpental
Dari cerobong-cerobong
meriam
membentur pojok masjid
Haha...
hanya tergores rupa
Menara masjid
Tetap mencakar langit
Selongsong rudal
Tak kuasa memberai dirinya
Kepala ‘Garuda Merah’
Mayor Sullam Syamsun
Melihat sinar berpendar
Memancar dari Pondok Gading
Dikepakkanlah sayapnya
Untuk bertemu Kyiai Yahya
Dua tali tersimpul
Hizib Nashar para santri
menjelma bala tentara
Dan pasukan ‘Garuda Merah’
memanggul senjata
Dua daya melebur Satu
Daya raga
Daya sukma
Menggelegar di langit liar
Berkilauan halilintar
Menjelma hujan api
Hanguslah kota ini
Genangan tuba menguap
Bagai asap sampah
Dari api-api suci
Malang kembali!
Malang kembali!
Lantang suara awal hari.
Malang Januari 2009
Kyai Yahya adalah ulama' kharismatik pengasuh Pondok Gading Malang. Beberapa saksi mengatakan, beliau bersama santrinya berjuang angkat senjata dalam pengusiran penjajah di beberapa daerah pasca kemerdekaan Indonesia. Padahal, beliau hanya di Pondok Gading membaca Hizib Nashar bersama para santri. Puisi ini serapan dari buku biografi beliau, "Heroisme Kyai Yahya dalam Perang Gerilya"
- Sudah dimuat di Malang Post 1 Februari 2009
Tergambarlah kebebasan
Dan tinggal sketsa fana
Saat belanda kembali
Pijakkan kaki
Di tanah ini
Tawa menjadi hampa
Gembira menjelma duka
Kota ini tergenang tuba
Geram pun meledak
Menjadi desingdesing tembak
Merobek udara pekak
Di setiap gerak
Namun apa daya
Garuda tanpa cakar
menyala
Geram diurungkan
Dendam-dendam
dipadamkan
Di tengah pecah
pertempuran mengancam
Dengan berpuluh santri
Kyai Yahya tetap mengaji
di Pondok Gading permai
Dan selongsong rudal
Kembali terpental
Dari cerobong-cerobong
meriam
membentur pojok masjid
Haha...
hanya tergores rupa
Menara masjid
Tetap mencakar langit
Selongsong rudal
Tak kuasa memberai dirinya
Kepala ‘Garuda Merah’
Mayor Sullam Syamsun
Melihat sinar berpendar
Memancar dari Pondok Gading
Dikepakkanlah sayapnya
Untuk bertemu Kyiai Yahya
Dua tali tersimpul
Hizib Nashar para santri
menjelma bala tentara
Dan pasukan ‘Garuda Merah’
memanggul senjata
Dua daya melebur Satu
Daya raga
Daya sukma
Menggelegar di langit liar
Berkilauan halilintar
Menjelma hujan api
Hanguslah kota ini
Genangan tuba menguap
Bagai asap sampah
Dari api-api suci
Malang kembali!
Malang kembali!
Lantang suara awal hari.
Malang Januari 2009
Kyai Yahya adalah ulama' kharismatik pengasuh Pondok Gading Malang. Beberapa saksi mengatakan, beliau bersama santrinya berjuang angkat senjata dalam pengusiran penjajah di beberapa daerah pasca kemerdekaan Indonesia. Padahal, beliau hanya di Pondok Gading membaca Hizib Nashar bersama para santri. Puisi ini serapan dari buku biografi beliau, "Heroisme Kyai Yahya dalam Perang Gerilya"
- Sudah dimuat di Malang Post 1 Februari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar