Senin, 29 Januari 2018

Nostalgia Bersama Hantu-hantu: Cerpen Hantu-hantu yang Malang karya WS Rendra

Orang yang hidup di tahun 1990 an ke belakang pasti merasakan pengalaman bersinggungan dengan hantu. Hantu, meskipun tidak semua orang pernah bertemu secara langsung namun keberadaannya tetap dipercaya. Paling tidak kepercayaan tersebut hasil pendengaran dari beberapa kerabat, teman, atau dapat diperoleh dari cerita-cerita televisi dan radio. Jaman saya dulu kecil, sering kami yang masih anak-anak berkumpul bersama bertukar pengalaman dan informasi mengenai dedemit dengan ekspresi diseram-seramkan. Biasanya forum-forum semacam itu berakhir dengan suara yang mengagetkan dari salah satu anak, kemudian semuanya berlari tungganglanggang membubarkan diri.

Antara percaya dan tidak, saya sendiri memiliki pengalaman langsung bertemu dengan salah satu icon hantu di Nusantara. Dari pertemuan itu yang paling menegangkan adalah jangka waktu bertemu yang cukup lama, serta jarak antara aku dan dia yang sangat dekat. Peristiwa tersebut mengukuhkan saya bahwa memang benar adanya hantu. Di sisi lain juga menyisakan rasa trauma yang berkepanjangan. Betapa tersiksa sekali hidup dalam ketakutan. Saat saya di Malang, kesadaran muncul. Kesadaran bahwa ketakutan dengan Hantu hanya akan membuahkan kerugian, apalagi seorang laki-laki, gak keren bangetlah. Maka rasa itu aku lawan secara frontal, dengan menyengaja berada di kegelapan sendirian, melewati kuburan di tengah malam, dan dengan gaya monolog saya menantang hantu-hantu untuk muncul dan berduel.

Membaca cerpen WS Rendra yang berjudul Hantu-hantu yang malang, saya jadi sadar bahwa sudah lama tema-tema pembicaraan hantu ditinggalkan oleh masyarakat, terlebih anak-anak. Sering diam-diam saya menguping pembicaraan anak-anak yang duduk bergumul. Mereka tidak membicarakan hantu, bahkan juga tidak dengan tema lainnya, tapi mereka hanya bicara dengan handphone yang digenggaman, dengan ekspresi yang cepat sekali berubah. Tersenyum, kemudian tegang, tak lama kemudian marah, mengumpat, tertawa keras, marah lagi, sedih lagi, tidak mencerminkan bahwa dia adalah manusia yang membutuhkan waktu untuk beradaptasi dari perpindahan marah menuju gembira atau sebaliknya.

Cerpen Rendra tersebut sebenarnya sederhana, bercerita tentang Sersan Harjo (nama seseorang) yang sama sekali tidak percaya adanya hantu. Di daerah orang tersebut ia ditantang oleh walikota yang menawarkan rumah loji kelabu yang sangat besar untuk dimiliknya, dengan syarat dia mau mendiami rumah tersebut. Hal itu ditambah uang saku sebanyak 25 ribu. Rumah loji itu sudah lama tidak terpakai. Berasal dari peninggalan jaman belanda yang dibangun di atas bekas kuburan. Rumah loji, seluruh warga pinggir kota mengenalnya sebagai rumah yang sangat angker dan seram. Banyak masyarakat sudah dibuat tunggang langgang dihantui para penghuni rumah itu. Cerita berlanjut pada bagaimana hantu-hantu benar-benar muncul menghantui orang tersebut di hari-hari pertamanya.

Meskipun tampak sederhana namun cerpen tersebut mengandung pesan yang mencoba merombak bangunan mainseat masyarakat tentang mitos. Hantu-hantu sebagai simbol mitos dapat dikalahkan dengan realitas dan logika. Sebagaimana Rendra pernah mengatakan bahwa budaya jawa adalah kasur tua yang perlu disesuaikan dengan kemajuan jaman. Budaya-budaya jawa yang bagus harus tetap dipertahankan, sedang yang membuat kita terjembab dalam kemunduran harus ditinggalkan. Yang membuat mundur banyak dari segi mitos dan mistisisme jawa.

Yang menarik dari cerpen itu adalah bahwa Rendra tidak secara langsung menyebutkan nama-nama hantu sebagai tokoh-tokohnya. Padahal, dalam budaya Jawa penamaan sesuatu menjadi hal yang harus terjadi, termasuk hantu. Selain sebagai identitas, penamaan sesuatu juga membawa makna tersendiri bagi penyandangnya. Dalam budaya jawa terdapat beraneka ragam nama-nama hantu didasarkan pada ragamnya penampakan yang dialami oleh masyarakat. Setelah saya baca kemudian saya ingat-ingat, ada beberapa karakteristik hantu dalam cerpen yang saya lupa namanya. Maka dari itu saya minta pembaca untuk membantu mengidentifikasi nama-nama hantu tersebut, sekaligus mari kita bernostalgia bersamanya.

1. Hantu yang pertama muncul sangat familiar bagi masyarakat, "Mereka (Sersan Harjo dan pelayannya) tidak tahu bahwa kamar itu didiami oleh suatu hantu berbulu yang bertubuh besar dan bermuka seperti Gorila" Dari kutipan tersebut sudah jelas bahwa hantu yang dimaksud adalah Genderuwo. Kemudia  Rendra melanjutkan, "Hantu itu duduk di kursi besar dengan sedikit gusar melihat kedatangan kedua orang itu". Genderuwo memang memiliki bentuk fisik seperti manusia. Ia bisa duduk, berdiri, dan bergelantungan di pohon. Penampakan yang sering dilakukan adalah menghalangi jalan. Ia berdiri dengan angkuh di tengah jalan, sehingga membuat pengguna jalan berhenti. Gendruwo juga dipercaya dapat menculik manusia dan menyembunyikannya.

2. "Hantu-hantu berkaki panjang, berkepala kecil, dan semuanya memakai kalung ular". Hantu ini saya belum pernah mendengar dalam obrolan dalam masyarakat. Rendra menjelaskan model gangguannya kepada manusia, "Temboknya kelabu, pintunya sudah tua retak-retak, sebentar-sebentar bercuit-cuit terbuka dengan sendirinya, dibukakan oleh hantu yang berkaki panjang dengan tidak setahu Sersan telah mengelilingi dirinya". Dalam ungkapan lain Rendra menjelaskan karakteristik hantu tersebut dengan, "Lalu, satu hantu yang tinggi memperlihatkan tangannya yang panjang dengan jari-jari dan kuku-kuku yang runcing dan sangat menjijikkan. Tangan itu diletakkan di bahu Sersan. Kemudian, tangan yang mengerikkan itu menggelitiki leher sersan". Dengan mengetahui bentuk dan gaya mengganggunya, hantu apa ya itu?

3. Perhatikan kutipan berikut ini, "Di segenap pojok terdapat sarang laba-laba, tempat tidur hantu arwah orang-orang Tionghoa, pada waktu siang hari. Hantu-hantu bulat, berkepala gundul hanya berkucir, dan bermata sipit". Kemudian Rendra menjelaskan karakternya dengan, "Satu hantu bundar berkucir mendekati sersan dari belakang, kemudian mengembusi tengkuknya". Dalam versi jawa, hantu model seperti itu ada dua, yaitu Thuyul dan Glundung Pringis. Meskipun Thuyul bukan hantu, tapi sering memperlihatkan dirinya. Adapun Glundung Pringis hanya berbentuk kepala, dan cara beraksinya dengan menjatuhkan diri dari atas, kemudian menggelundung lalu saat dihadapan manusia ia berhenti dan memperlihatkan giginya dengan senyuman. Atau mungkin ada yang tahu dengan pasti hantu apa gerangan itu?

4. Mari kita beralih ke dapur. Di dapur, Rendra mendeskripsikan sebagi berikut, "Dapur itu sudah tua, banyak sarang laba-laba dan temboknya sudah rengkah, rupanya kehitam-hitaman. Waktu siang hari adalah waktu hantu-hantu tua yang pendek tidur di tungku-tungku dan di pojok-pojok dapur yang penuh abu. Hantu-hantu tua itu tingginya tak lebih dari setengah meter. Janggutnya panjang, rambutnya panjang, warnanya kelabu; kulit di segala bagian tubuhnya sudah kerut-merut". Hantu yang mendiami dapur ini juga pernah diceritakan beberapa orang, namun tidak sependek itu. Hanya seorang tua dengan janggut panjang, seperti yang dilihat seseorang di dalam kamar rumah kakek saya. Barangkali ada yang tahu namanya?

5. Hantu berikutnya tidak berpenampakan, ia hanya mengayun-ayun ranjang. Sebagaimana dalam kutipan, "Setelah selesai makan mereka (Sersan dengan pelayan) bercakap-cakap sebentar. Pada saat itu di kamar tidur terdengar suara tempat tidur berderit-derit, seolah-olah ditimpa oleh sesuatu yang berat". Di bagian lain, "Malam itu Sersan terjaga sebentar karena merasa tempat tidurnya digoyang-goyangkan orang". Hantu ini persis dengan cerita bapak. Beliau pernah suatu malam, saat tidur dalam kamar, merasakan dipan yang ditumpanginya berayun-ayun hebat. Setelah dilihat bawah dipan tidak ada sesuatu yang mencurigakan beliau berbaring kembali. Dan dipan diayun-ayun lagi dengan keras. Namanya hantu itu saya lupa, ada yang tahu?

6. Hantu tentara (serdadu). Dulu sering saya mendengar cerita tentang hantu ini. Konon katanya hantu tersebut merupakan arwah para serdadu yang mati di jaman kolonial Jepang dan Belanda. Sebagai mana dalam kutipan, "Akan tetapi tak seberapa lama kemudian pelayan terbangun. Ia mendengar langkah-langkah sepatu yang berat di luar. Hilir mudik di luar kamar itu. Segera ia mengintip dari lubang kunci pintu. Maka dilihatnya seorang serdadu kompeni Belanda kuno berjalan hilir mudik". Kemudian setelah pelayan menegur tentara tersebut, "Serdadu kompeni belanda itu tiba-tiba berpaling kepadanya, lalu menyeringai. Giginya putih-putih dan hidungnya rusak". Dalam cerita masyarakat, adakalanya hantu serdadu berjalan tanpa kepala berbaris di jalan.

7. Setelah para hantu mencoba menakuti Sersan tapi gagal, mereka berkumpul dipimpin oleh raja hantu. "Ketika hari menjelang malam, berhimpunlah segala hantu, mambang, dan peri Loji Kelabu. Mereka bermusyawarah di dekat sumur tua, dibawah pimpinan rajanya, yaitu penjelmaan arwah orang arab. Tubuhnya berkulit hijau, dahinya berlubang, matanya seperti kucing, kulit mukanya berkerut-kerut dan senantiasa mengeluarkan keringat hitam yang kental seperti getah". Kalau dilihat dari warnanya, apa benar hantu tersebut Kolor Ijo. Hehe.. tak taulah. Rendra menambahkan karakternya, "Raja Jin Hijau itu paham bahwa keadaan sangat genting, sebab itu ia berkata dengan agak berapi-api, hingga ludahnya bersemburan dari mulut". Silakan diangan-angan hantu apa itu?

8. Hantu Peri. Dulu waktu keluarga saya masih punya pabrik genteng, suatu sore saat bentuk matahari tinggal separuh, salah satu pekerja yang hendak pulang melihat sosok perempuan berambut panjang berbaju putih berjalan di atas pagar. Padahal pagar tersebut terbuat dari tanaman yang dijajar. Mungkin itu yang dimaksud hantu Peri dalam cerpen ini, "Adapun peri-peri itu ada yang muda benar, ada yang tua benar. Yang muda cantik-cantik benar melebihi manusia. Yang tua jelek-jelek benar melebihi manusia. Peri-peri yang muda meskiun cantik luar biasa, dapat berubah dalam bentuk yang mengerikkan..". Rendra juga menjelaskan karakter peri tersebut dengan, "Mendadak didengarnya suara perempuan terkikik-kikik". Kemudian penjelasan yang lain, "Tiba-tiba muka peri itu berubah putih seperti kapur, mulutnya menyeringai jelek".

9. Hantu bayi. Hantu ini belum pernah saya dengar sebelumnya. Coba kita simak deskripsi hantu tersebut, "Baru saja membaringkan dirinya, dilihatnya di lantai muncul anak bayi, yang anehnya sudah dapat berjalan dan berlari-lari...... Bayi itu bermain-main berlari-larian, sambil terkikik-kikik tertawa-tawa". Di daerah saya yang sering menghantui masyarakat adalah suara tangisan bayi, sedangkan bentuk bayi itu sendiri belum pernah ada yang melihat. Ada yang mirip penampakannya yaitu thuyul. Tapi ia anak kecil, bukan bayi. Barangkali ada yang berpengalaman dengan hantu bayi?

Hantu-hantu yang muncul itu menghantui Sersan Harjo dengan pelayannya. Pada akhirnya, raja Jin menyuruh seluruh rakyatnya (hantu-hantu) untuk menakuti mereka dengan wujud yang menyeramkan. Namun Sersan Harjo bersama pelayan balik menyerbu dengan obor dan cahaya senter. "Hantu-hantu itu sangat sakti. Yang ditakuti cuma api dan orang gila. Mereka tak berhasil membunuh Sersan sebab Sersan melawan untuk dibunuh. MANUSIA AKAN GAMPANG MATI OLEH TAKDIR, TAPI TAK MUDAH MATI OLEH PEMBUNUH MACAM MAKHLUK APAPUN, ASAL IA BERANI MELAWANNYA".

4 komentar:

  1. Waduh malam-malam baca ini..hiii ngeri
    Saya belum baca novel Rendra yang ini..Wah, bagus ini, makasih sudah dikasih bocorannya.
    Kalau ketemu hantu sih saya sepertinya belum pernah. Tapi dikerjain pernah.
    Jadi nginep di hotel tua sama suami, beberapa barang di meja ternyata pindah posisi saat pagi. hiiii

    BalasHapus
  2. Bukan novel, mbak, tapi kumpulan cerpen.
    Ya kalau belum pernah ketemu, semoga saja segera dipertemukan :p

    BalasHapus
  3. Sekarang nampaknya memang hantu sudah mati dalam kehidupan orang-orang modern, terlebih mereka yang hidup di perkotaan. Bukan hanya karena majunya pengetahuan dan cara berpikir, secara ruang pun, kini hantu-hantu itu sudah kalah dengan manusia. Tergantikan hantu yang juga tak kalah menakutkan, seperti mereka yang mencaplok air tanah, tanah, cahaya matahari, dan yang mulutnya mengeluarkan asap secara terus-menerus.

    Bukankah begitu, Mas Fai?😂😂

    BalasHapus
  4. Betul sekali mas Aziz. Sekarang hantu tidak lagi bermukim di celah tembok, di sarang laba-laba, atas pohon, lorong lembab, tapi sekarang bermukim di dalam manusia. Bahkan, jangan-jangan di dalam diri saya, dan Anda juga.

    BalasHapus