Marcuet adalah seorang pengusaha yang mati muda. Di jagad awang-awung ia berubah menjadi Gendruwo dan bertemu dengan beberapa temannya. Susterngesot, pocong, dhemit, dan Kolor Ijo. Ketika semua bercerita tentang asmara di dunia, hanya Marcuetlah yang nelangsa sendiri karena ia belum pernah merasakan dentum-dentum asmara sekali pun. Dibantu dengan teman-temannya Marcuet menjelma manusia untuk merasakan asmara yang selama ini ia dambakan.
Itu merupakan ringkasan lakon yang saya tulis sekitar tahun 2009. Kemarin malam (20 Desember 2011) naskah itu dipentaskan oleh Laskar Sastra yaitu para mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Jurusan Bahasa dan Sastra Arab dalam rangka Pentas Studi (pementasan untuk memenuhi UAS Mata Kuliah Drama).
Tulisan kecil ini akan mengungkapkan pengamatan saya pada malam itu sebagai penulis skenario sekaligus penonton yang budiman (karena saya melihat di tribun paling depan. Hehehe). Dari pengamatan itu ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan:
1)Banyak gerak aktor yang kurang mempunyai motif atau kurang tanggap dengan gerak aktor lain. Seperti saat para penjual jamu beristirahat dan Marcuet muncul, ketiga aktor di depan saling lamban dalam merespon laku aktor lainnya.
2)Kurangnya eksplorasi terhadap tokoh Marcuet pada cerita. Marcuet adalah seorang pengusaha kaya yang hatinya sepi dari asmara. Setelah mati ia baru merasakan asmara yang menggebu setelah mendengar cerita beberapa temannya. Itu setidaknya membuat karakter Marcuet menjadi selalu haus akan wanita. Selalu ingin merayu dan mendekati. Dalam pementasan, aku amati karakter itu kurang sekali.
3)“Matinya” tangan aktor Gendruwo. Gendruwo yang dalam pementasan menggunakan topeng sewajarnya menghidupkan segala anggota tubuhnya terutama tangan, kaki, dan kepala.. Dalam pementasan saya amati tangan gendruwo selalu berpegangan pada paha. Di sisi lain menggunakan topeng dalam pemeranan, aktor harus benar-benar menjiwai karakter topeng tersebut sehingga setiap geraknya sesuai dengan pewajahan pada topeng tersebut.
4)Kurang kerasnya suara pada aktor Zainab. Dalam pementasan Zainab, seorang gadis penjual jamu kedesa-desaan diperankan oleh seorang laki-laki. Ketika aktor berusaha untuk mendesahkan suaranya, yang terjadi malah suara itu terdengar lirih sekali sehingga komunikasinya terdengar terpotong-potong.
5)Kurangnya membangun klimaks. Naskah yang saya buat tergolong naskah yang pendek. Dalam membangun klimaks seharusnya ada improvisasi pada lakon. Pada kenyataanya dialog yang saya buat sebagai pembangun klimaks, yaitu perdebatan anatara Marcuet dan Zainab dimainkan secara singkat dan kurang mengandung intonasi tekanan yang pas.
6)Ending cerita dalam naskah saya, ketika Marcuet mencium bau bawang putih di tangan Zainab, saat itu juga Marcuet kembali menjadi Gendruwo dan kawan-kawan hantu lainnya muncul. Lalu marcut bangun dan menyadari tentang asmara sesungguhnya dengan solikuli di depan, baru lampu mati dan pementasan berakhir. Namun dalam pementasan saya amati ending cerita berhenti sampai saat Marcuet mencium tangan Zaenab lalu mati begitu saja, sehingga kurang memberi kesan pada penonton.
7)Dari segi lighting banyak adegan-adegan dramatis yang perlu diberi focus pencahayaan, namun dalam pementasan tidak. Seperti pada penggunaan jurus membo-membo oleh para hantu.
Setiap naskah drama yang ditulis mempunyai tujuan/bidikan tertentu. Hal itu perlu difahami oleh sang sutradara sebelum meramunya menjadi pertunjukan. Seperti pada naskah Cinta Gendruwo, fokus pesan yang dibawanya adalah penyampaian bahwa wujud cinta yang saat ini kita sepakati, seperti mencium, bercumbu, memeluk, itu merupakan eksploitasi hargadiri. Cinta yang seperti itu rentan sekali dengan penindasan oleh satu pihak. Dialog dalam naskah menyampaikan bahwa wujud cinta yang tulus tidak harus dilakukan dengan perbuatan-perbuatan fisik, melainkan dengan aktifitas hati dan rasa dengan seperti itu akan terjadi dialektika cinta yang sehat.
Namun demikian pementasan “Cinta Gendruwo” tersebut sudah cukup bagus. Dan terakhir saya ucapkan selamat atas keberhasilan pementasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar