Bagi sebagian orang, beribadah dapat
diwujudkan sibuk di masjid berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun,
bahkan ada juga orang yang pergi ke gua-gua, ke gunung, dan hutan untuk
berkonsentrasi dalam beribadah, bahkan tidak jarang mereka meninggalkan keluarga
dan kehidupan bermasyarakat.
Mereka seakan terlena oleh ibadah mahdhah semata dan tidak mempedulikan
keadaan sekitarnya. Termasuk bagi seorang muslim yang dikaruniai harta lebih,
tidak jarang mereka memilih menunaikan ibadah haji berulang kali yang
membutuhkan biaya yang cukup besar. Padahal, di dalam Islam ada dua macam
bentuk ibadah, yaitu ibadah mahdhoh yang ditentukan secara terperinci oleh
syari’at meliputi shalat, puasa, berdzikir, zakat, haji dan sebagainya. Dan
ibadah ghairu mahdhoh yang tidak ditentukan secara
terperinci oleh syari’at meliputi berbuat baik kepada orang lain, saling
menolong, saling memberi, bekerja dan lain sebagainya.
Dari
sini sudah tampak jelas bahwa agama Islam juga mementingkan nilai-nilai
kemanusiaan. Islam bukanlah suatu agama yang hanya mementingkan hubungan
manusia dengan Allah, namun juga memperhatikan hubungan manusia dengan
sesamanya. Dengan kata lain
Islam sangat peduli keadaan dan permasalahan sosial yang ada. Hal ini
dibuktikan dengan adanya dalil yang mewajibkan umat muslim untuk menolong anak
yatim, orang miskin, musafir, dan orang-orang susah lainnya di lain mayoritas
isi al-Qur’an adalah mengatur tata kehidupan manusia.
Di antara
dalil tersebut adalah: “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
Malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-nabi, dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan
memerdekakan hamba sahaya, mendirikan sholat, dan menunaikan zakat, dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (QS.
Al-Baqarah [2]; 177)
Ayat di atas
merupakan penjelas tentang orang-orang yang bertaqwa sejati, yaitu mereka yang
tidak hanya berkutat pada hubungan ibadah dengan Allah, tapi juga mempedulikan
nasib manusia lain yang mengalami kesulitan dalam kehidupan.
Pada ayat
lain, Allah memberikan penjelasan tentang orang-orang yang akan masuk surga di
akhirat kelak karena mereka peduli dengan dengan orang miskin, anak yatim, dan
orang yang ditawan: “dan
mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan
orang yang ditawan”. (QS.
Al-Insan [76]; 8).
Orang-orang
yang berada dalam kesusahan dan penderitaan tersebut tidak cukup hanya diberi
materi agama dan siraman rohani akan tetapi mereka membutuhkan bantuan
kemanusiaan berupa uang, materi, obat-obatan, perumahan, pekerjaan, dan
lainnya. Karena bagi mereka kebutuhan seperti itu lebih mendesak dari pada
kebutuhan spiritual yang sebenarnya juga tak kalah pentingnya.
Orang-orang
miskin dan anak-anak yatim tidak cukup hanya diajak bersabar atas penderitaannya.
Para peminta-minta tidak cukup dilarang untuk meminta-minta. Para wanita yang
menggadaikan tubuhnya karena himpitan ekonomi tidak cukup dilarang menghentikan
pekerjaannya, namun mereka perlu uluran tangan dan pemecahan sosial. Artinya,
selain kita memberikan arahan kepada mereka untuk bersabar, berhenti
meminta-minta, berhenti melakukan pekerjaannya, hidup sederhana, kita juga
harus memberikan bantuan materi, memberi fasilitas hidup yang layak, dan
mencarikan pekerjaan sesuai dengan potensi yang mereka miliki.
Yang perlu
digarisbawahi, mengapa misi kristenisasi di Indonesia berkembang dengan pesat?
Jawabannya adalah sikap kemanusiaan mereka yang tinggi terhadap umat muslim
yang sedang berada dalam kekurangan. Mereka memberikan sembako dan bantuan
materi lainnya secara rutin dengan mengajarkan Injil sehingga umat muslimin
yang lemah akan iman akan mudah mengikuti ajaran mereka. Sedangkan umat elite
muslim lainnya hanya sibuk membahas permasalahan itu dalam ruang-ruang seminar,
tanpa memberikan empati dan perhatian yang nyata kepada umat muslim yang
terancam pemurtadan.
Hal tersebut
berarti bahwa kepedulian sosial juga dapat mempererat hubungan emosi antar
manusia. Dengan saling
memperhatikan sesama umat, akan melahirkan rasa kekeluargaan yang kuat dan tak
terceraiberaikan.
Allah juga
mengecam orang-orang yang tidak mempunyai kepedulian terhadap nasib manusia,
membiarkan mereka dalam kondisi kesusahan, keterlantaran, dan kebinasaan.
Sebaliknya, Allah memeberikan jaminan surga kepada orang-orang yang mempunyai
kepedulian terhadap kesejahteraan manusia.
Di dalam
al-Qur’an, Allah berfirman bahwa orang yang tidak mempedulikan nasib anak yatim
dan orang miskin pada dasarnya ialah orang-orang yang mendustakan agamanya.
Allah berfirman: “Taukah
kamu orang yang mendustakan agama? (1) itulah orang yang menghardik anak yatim
(2) dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin (3)” (QS. Al-Ma’un; 1-3).
Di kota
Malang dan kota-kota lain pada umumnya masih banyak orang miskin, anak-anak
terlantar, dan peminta-minta di jalan raya. Kalau kita tengok, hampir di setiap
titik perempatan jalan pasti ada beberapa orang tua yang meminta-minta. Bahkan,
anak-anak yang seharusnya masa usia mereka hanya untuk belajar, namun sudah
merasakan kerasnya sisi kehidupan dengan bekerja di jalanan.
Begitu juga
ketika kita menuruni sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) di sungai-sungai
besar di kota, ribuan rumah berjejal berhimpitan dan selalu terancam longsor
saat musim hujan sehingga mereka pantang tidur di dalam rumah ketika turun
hujan. Pekerjaan mereka tidak terlepas dari tiga hal, yaitu pemulung, pengamen,
dan pengemis. Dengan kehidupan seperti itu perut mereka tak tentu di setiap
harinya akan terisi. Anak-anak mereka terancam putus sekolah karena bekerja di
usia dini membantu oreang tuanya, yang nantinya akan memperpanjang kemiskinan
di negeri ini.
Di sisi lain,
hingar bingar kehidupan glamour kota berlalu saja di tengah-tengah kemiskinan
yang merajalela. Hampir setiap detik di jalan-jalan kota disesaki dengan
mobil-mobil mewah dan mal-mal besar tak pernah sepi dari pengunjung berdompet
tebal. Sangat timpang sekali, dua buah kondisi sosial yang kontras antara
senang dan susah, kenyang dan lapar, sengsara dan bahagia saling bersanding
dalam kehidupan tanpa ada kepedulian.
Masjid-masjid
berdiri megah dengan lampu-lampu berpendar setiap malamnya, dengan alunan-alunan
bacaan al-Qur’an yang merdu sedang di depannya para pengemis berjejer antri
menunggu jama’ah datang dengan berharap uluran tangan, di sampingnya ribuan
keluarga miskin berdesakan di rumah reot dengan dinding dan atap papan bekas.
Imam Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Pernah
ada seorang laki-laki berjalan kemudian kehausan, maka ia turun ke dalam sumur
untuk meminum airnya. Saat ia keluar, ada seekor anjing yang menjulur-julurkan
lidahnya menjilati embun karena kehausan. Maka
laki-laki itu berkata: “anjing ini telah merasakan kehausan sedemikian rupa
seperti yang aku alami”. Kemudian laki-laki itu mengisi sepatunya dengan air
dan memberikan minum kepada anjing, dan bersyukur kepada Allah. Maka Allah
kemudian memberi ampunan kepada laki-laki tersebut”. Para Sahabat berkata: ”Ya
Rasuluulah, apakah kita juga akan mendapatkan pahala karena binatang?” Nabi SAW
menjawab: ”Setiap daging yang tumbuh terdapat pahala”.
Dan Imam
Bukhori meriwayatkan dari Abu Hurairah RA dari Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Pernah seorang wanita disiksa karena kucing yang dikurungnya hingga mati, lalu
wanita itu masuk neraka. Allah akan mengatakan kepada wanita itu di hari
kiamat; “Mengapa engkau tidak memberinya makanan dan minuman saat engkau
mengurungnya? Tidak pula engkau melepaskannya sehingga kucing itu memakan
serangga-serangga bumi”.
Dari ayat
diatas, bahwa sikap kepedulian terhadap hewan dapat menjadikan seseorang masuk
surga, begitu sebaliknya orang yang menyiksa hewan akan masuk ke dalam neraka.
Terlebih lagi jika mempunyai kepedulian terhadap sesama manusia, karena manusia
adalah makhluk yang paling mulia diantara makhluk Allah.
Allah
berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang Kami ciptakan ” (QS.
Al-Isra’ [17]; 70)
Dalam UUD
1945, kesejahteraan warga negara adalah tanggung jawab pemerintah. Tapi, ketika
pemerintahan disibukkan dengan permasalahan-permasalahan dirinya dan tidak
berdaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan sosial, maka keikutsertaan kita
dalam membangun kesejahteraan warga negara adalah sangat diperlukan. Terlebih
ketika agama Islam mewajibkan setiap umatnya untuk saling peduli dengan sesama,
bahkan antar umat beragama.
Meningkatkan
Kepedulian Sosial
Mari kita
buang jauh-jauh citra buruk orang-orang miskin, bahwa mereka kotor, kumal, suka
membuat kerusakan, dan prasangka buruk lainnya karena pada dasarnya semua itu
adalah bentuk dhohiriyah (fisik) semata. Dengan hilangnya citra
buruk tersebut, kita akan mudah mendekati mereka sehingga akan terjalin
komunikasi yang baik. Dengan seperti itu, kita akan tahu
permasalahan-permasalahan apa saja yang mereka hadapi, kemudian kita dapat
menolongnya dengan dan tepat. Apakah BLT dan bantuan lainnya yang tanpa dikontrol
dengan tepat akan memecahkan masalah kemiskinan? Belum tentu. Karena setiap
individu orang mempunyai permasalahan berbeda-beda dengan kemiskinannya. Dan
sebaik-baik bantuan adalah bimbingan dan kepedulian orang-orang terdekat mereka
yaitu saya, Anda, kalian, dan kita semua, khususnya kita sebagai seorang
muslim. Semoga Allah menjadikan kita sebagai golongan hamba-Nya yang peduli
dengan sesama terlebih kepada golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongan
dan bantuan. Amien.
Diterbitkan di Buletin al-Huda 17 Juli
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar